Ramadan 1439 H
Mujahidin Alokasikan Zakat untuk Kegiatan Produktif, Ini Penjelasan Pengamat Ekonomi
Yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menutupi kebutuhan makan dan sandang
Laporan Wartawan Tribun Pontianak,M Wawan Gunawan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID.PONTIANAK - Pengamat Ekonomi Islam IAIN Pontianak Rasiam menyambut baik rencana Masjid Raya Mujahidin menyalurkan sebagian dari Zakat Mal untuk kegiatan-kegiatan produktif.
"Jika bertolak dari hukum asal bahwa zakat merupakan perbuatan wajib yang mesti dilaksanakan. Oleh karenanya Zakat merupakan ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan kemasyarakatan)," terang Rasiam, Selasa (12/6/2018).
Untuk itu, perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi. Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa dalam keadaan fitrah.
(Baca: Warga Kubu Raya Nilai, Kerja Karolin Untuk Masyarakat Kalbar Sudah Terbukti )
Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan dengan besaran 2,5% wajib zakat.
"Pada umumnya zakat yang ditunaikan adalah lebih banyak bersifat konsumtif. Yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menutupi kebutuhan makan dan sandang," sambung Rasiam.
Namun jika dipikir lebih jauh, hal ini kurang membantu untuk jangka panjang. Karena zakat yang diberikan itu akan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari yang akan segera habis, dan kemudian si penerima akan kembali hidup dalam keadaan fakir dan miskin.
(Baca: Makan Siang Bersama, Ini Hidangan Khas di Pertemuan Donald Trump Kim Jong Un )
Oleh karena itulah maka mucul istilah zakat produktif, Akan tetapi bukan berarti ada nama zakat produktif. Tapi yang dimaksudkan adalah peruntukan zakat maal itu untuk hal yang beraifat produktif.
Lalu siapa yang berhak menerimanya?Penerima zakat maal atau zakat produktif itu tetaplah mereka yang termasuk didalam delapan golongan (at-Taubah:60). Sebagaimana yang disampaikan Imam Nawawi didalam Kitab Al-Majmu.
Yang artinya “Masalah kedua adalah dalam menentukan bagian zakat untuk orang fakir dan miskin. Sahabat-sahabat kami orang-orang Irak dan Khurasan telah berkata: Apa yang diberikan kepada orang fakir dan miskin, hendaklah dapat mengeluarkan mereka dari lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak. Ini berarti ia mesti menerima sejumlah barang atau uang tunai yang dapat memenuhi semua kebutuhannya”. Papar Rasiam.
"Untuk itulah, Sesungguhnya metode penyaluran zakat maal itu coba diarahkan kepada hal-hal yang bersifat produktif dengan tujuan pengentasan kemiskinan dan ketergantungan absolut," jelas Rasiam lagi.
(Baca: KPU Mempawah Kekurangan 1496 Surat Suara untuk Pemilihan Gubernur )
Namun jika selalu diarahkan pada hal-hal yang bersifat konsumtif, maka tidak akan mempunyai daya manfaat jangka panjang dan kemiskinan absolut akan selalu hadir.
Namun demikian kita atau panitia tetap saja harus memperhatikan siapa saja yang berhak mendapat zakat maal itu, yaitu mereka adalah yang delapan golongan.
Rasiam menambahkan dengan model dan metode seperti itu maka zakat maal mampu hadir sebagai jelmaan yang bisa menuntaskan kemiskinan dan ketergantungan absolut.
Hanya saja, perlu peningkatan peran para amil agar tidak hanya sekedar mengumpulkan dan menyalurkan zakat saja. Tapi juga dibutuhkan amil yang benar-benar profesional dan mempunyai ide dan gagasan pengentasan kemiskinan.
"Modelnya banyak, tinggal diamati, tiru dan modifikasi dari model-model pengentasan kemiskinan yang sudah mapan," imbuh Rasiam.
Sebagai contoh, pemberian modal kerja dengan melatih secara langsung pada bidang-bidang tertentu sampai benar-benar berjalan. Seperti usaha jahit, penjual gorengan, pengerajin dan lain sebagainya.
"Cari salah satu dari delapan golongan wajib penerima zakat itu untuk dilatih terlebih dahulu, baru kemudian disalurkan modal usaha sebagai penjahit misalnya. Nah, metode semacam ini saya pikir sangat bagus dan perlu dibiasakan agar maksimal hasilnya. Intinya kita mendukung program yang sudah direncanakan dan di gagas Mujahidin," tandasnya.