Citizen Reporter

Impor Beras : Solusi atau Masalah ?

Oleh sebab itu, Pemerintah menjaga cadangan beras nasional sebagai cadangan pangan untuk stabilisasi ekonomi nasional.

Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Dhita Mutiasari
zoom-inlihat foto Impor Beras : Solusi atau Masalah ?
beras
beras

Citizen Reporter

Mahasiswa Agribisnis IPB

Dadan Permana

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Mahasiswa Magister Agribisnis IPB, Dadan Permana mengatakan, dunia perberasan di Indonesia kembali dikejutkan oleh rencana Pemerintah yang akan menambah impor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand.

Dimana setelah awal tahun 2018, mengimpor dalam jumlah yang sama.

Kondisi ini menimbulkan sebuah pertanyaan, mengapa harus impor ketika di sisi yang lain Pemerintah mengumumkan bahwa produksi beras  dalam negeri mengalami surplus setelah panen raya bulan Februari-Maret 2018.

Baca: Surplus Beras, Sanggau Dinilai Mampu Ekspor Beras

Baca: Jelang Idul Fitri, Tim Gabungan Sekadau Lakukan Sidak Pasar

Menurutnya Pemerintah berdalih bahwa impor dilakukan untuk menjaga cadangan beras nasional.

"Namun ketika terjadi surplus produksi, harusnya tidak perlu impor tetapi cukup dengan  menyerap gabah atau beras yang ada di petani atau penggilingan," ujarnya.

Lanjutnya lagi, dilema perberasan di Indonesia dihadapkan pada permintaan yang terus menigkat.

Baca: Hadiri Video Conference Kapolri di Polres, Wabup Kapuas Hulu Siap Dukung Polri dan TNI

Baca: Kapospol Ikut Hadir Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kantor Desa Tapang Semadak

Hal ini  dikarenakan beras termasuk ke dalam kebutuhan pokok, sehingga keberadaannya harus selalu  tersedia.

"Peningkatan permintaan apabila tidak diimbangi dengan ketersedian pasokan yang mencukupi, akan berdampak pada kenaikan harga. Kondisi ini dapat berpengaruh negatif terhadap stabilitas ekonomi, sosial dan politik nasional," katanya.

Oleh sebab itu, Pemerintah menjaga  cadangan beras nasional sebagai cadangan pangan untuk stabilisasi ekonomi nasional.

Melindungi tingkat pendapatan petani, stabilisasi harga beras, pengamanan cadangan beras  Pemerintah.

Penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Yang dilakukan Pemerintah saat ini, untuk menjaga cadangan beras nasional yaitu dengan berusaha menyerap gabah atau beras hasil produksi dalam negeri dan melakukan impor," sarannya.

Kemudian, sebaiknya impor hanya dilakukan untuk kelas beras tertentu yang tidak bisa ditanam di dalam
negeri ketika hasil produksi dalam negeri mengalami surplus.

Namun ternyata, untuk menyerap gabah atau beras hasil produksi dalam negeri pelaksanaannya tidak mudah.

Pemerintah dihadapkan pada kondisi dimana harga gabah atau beras  yang diatur mekanisme pasar lebih tinggi daripada Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yang ditetapkan sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2015.

Harga pedoman pembelian gabah  dan beras di luar kualitas Pemerintah, sesuai Peraturan Menteri Pertanian nomor 03/Permentan/PP.200/3/2017.

Sehingga pemerintah sulit menyerap gabah atau beras yang ada di  petani atau penggilingan.

Sebagai amanah perturan perundang-undangan, Perum Bulog merupakan lembaga yang  ditunjuk untuk pengadaan pembelian gabah atau beras oleh Pemerintah.

Baik dari hasil produksi dalam negeri mau pun impor. Peran Perum Bulog diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 48 tahun 2016.

Dalam melaksankan perannya, Perum Bulog harus mengikuti  aturan-aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah,seperti peraturan terkait HPP dan pedoman pembelian gabah dan beras di luar kualitas Pemerintah.

"Tugas yang tidak mudah, dimana Perum Bulog harus menyerap gabah atau beras hasil produksi dalam negeri. Sementara harga yang berlaku di pasar atau harga yang diatur oleh mekanisme pasar lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh pemerintah," ungkapnya.

Sehingga akan menyulitkan  kerja Perum Bulog dalam menyerap gabah atau beras hasil produksi dalam negeri. Petani sebagai produsen, tidak bisa diintervensi untuk menjual sesuai HPP ketika ada yang bisa membeli
produknya dengan harga tinggi.

"Mereka akan menjual pada yang mampu membeli lebih tinggi. Hal ini dikarenakan petani merasa bahwa mereka berusaha tani menggunakan modal yang mereka miliki bukan modal pemerintah," tambahnya.

Maka dari itu, solusi yang dapat dilakukan Perum Bulog sebetulnya dari awal harus melakukan kerjasama dengan petani dan petugas lapangan.

Dimana Perum Bulog dapat memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman modal usaha yang dibutuhkan petani untuk  usaha taninya.

"Petani harus mengembalikan pinjamannya dalam bentuk hasil panen, sesuai dengan kesepakatan harga yang ditetapkan pada awal kerjasama. Pinjaman modal bisa berupa  uang, sarana produksi, bibit unggul atau pun alat dan mesin pertanian," bebernya.

Usaha di bidang pertanian  memang penuh dengan risiko gagal panen, namun seharusnya sudah bisa diatasi dengan teknologi. Sehingga dapat menekan risiko gagal panen, apa bila teknologi itu dilakukan dan  diterapkan dengan benar.

Cara lain yang dapat dilakukan Pemerintah ketika Pemerintah tidak dapat menyerap gabah atau beras hasil produksi dalam negeri untuk cadangan beras nasional yaitu dengan impor.

Ketakutan masyarakat khusus petani dari adanya impor yang dilakukan oleh Pemerintah adalah, terjadi penurun harga sehingga petani akan mengalami kerugian atas biaya usaha taninya.

Kondisi ini harusnya tidak dialami petani di Indonesia. Karena menurut data yang dirilis Kementerian pertanian yang bersumber dari kementerian perdagangan.

Rata-rata harga beras ditingkat konsumen perkotaan dari tahun ketahun terus meningkat, dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,67 %. Pada kondisi ini, Pemerintah bukan tidak melakukan impor.

Sehingga petani tidak perlu  khawatir selama harga masih diatur oleh mekanisme pasar. Impor beras yang dilakukan pmerintah selama ini tidak berdampak pada penurunan harga beras di tingkat konsumen.

"Namun secara agregat adanya impor akan berdampak pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Karena impor merupakan variabel pengurang dari ekspor untuk mendapatkan nilai ekspor bersih pada PDB suatu Negara," tuturnya.

Petani tidak perlu khawatir dengan adanya impor yang dilakukan pemerintah, karena dengan ada atau tidaknya impor harga beras yang diatur mekanisme pasar terus meningkat dari  tahun ke tahun.

Harusnya peningkatan harga ditingkat konsumen dapat tertransmisikan ke  tingkat petani, sehingga petani dapat ikut serta merasakan keuntungan yang lebih dari kenaikan harga yang berlaku di tingkat konsumen.

Ketika pemerintah memutuskan untuk menambah impor, hal yang harus dipertimbangkan adalah menjaga stabilitas nilai PDB melalui investasi, konsumsi, pengeluaran pemerintah dan  ekspor bersih atau net exports (neraca perdagangan).

"Neraca perdagangan diperoleh dari selisih ekspor dan impor. Ketika ekspor lebih besar dari impor, maka suatu Negara mengalami surplus  perdagangan. Begitu pun sebaliknya, jika impor lebih besar dari ekspor maka suatu Negara mengalami defisit perdagangan," tutupnya (*).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved