Randus: Regulasi Pusat Terkadang Hambat Kemajuan Pendidikan di Daerah
Dimana pada akhirnya menurut dia kebijakan tersebutlah yang mempersulit kemajuan pendidikan.
Penulis: Try Juliansyah | Editor: Madrosid
Laporan Wartawan Tribunpontianak : Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KUBURAYA - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kubu Raya, Frans Randus menilai untuk memajukan pendidikan tidak dapat tercapai jika hanya berupa lips service saja.
Perlu adanya bukti nyata yang harus diberikan untuk memajukan pendidikan.
"Upaya memajukan pendidikan tidak hanya jadi selogan dan lips service saja, itu tidak cukup," katanya.
Ia mengatakan bahkan pendidikan di daerah kadang terhambat oleh kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dimana pada akhirnya menurut dia kebijakan tersebutlah yang mempersulit kemajuan pendidikan.
Baca: Jumlah Sekolah Relatif Banyak, Kubu Raya Butuh Tambahan Dana
"Regulasi yang dibuat pemerintah juga menghambat pendidikan, contoh tugas guru yang terlalu ribet. Sudah mengajar, kemudian harus mengurus admisnitrasi, ngolah nilai yang ancamannya tidak dikeluarkan tunjanganya yang berupa Sertifikasi tersebut," katanya.
Padahal menurut dia presiden RI telah mengarakan agar tugas guru ini jangan dipersulit. Kemudian Masalah lain menurut dia regulasi mengenai tunjangan guru terpencil.
"Kemudian tunjangan guru daerah terpencil masih menggunakan regulasi yang lama berdasarkan index desa membangun (IDM) yang dikeluarkan oleh kementrian desa tertinggal dan transmigrasi. Nah apa hubungannya dengan Disdik padahal yang tau dilapangan itukan disdik, sehingga SK Bupati yang diusulkan tidak bisa terakomodir bahkan banyak data yang salah," ungkapnya.
Pada akhirnya menurut dia Bupati yang diprotes dan dianggap program yang dilakukan gagal. Padahal menurut dia KKR merupakan kabupaten yang paling aktif memperjuangkan hak tunjangan guru daerah terpencil.
Baca: Training Center MTQ di Kabupaten Mempawah Telah Selesai, Segini Jumlah Pesertanya
"KKR merupakan salah satu kabupaten yang paling pro aktif, dua kali bertemu kementrian pendidikan, ombudsman, kementrian desa tertinggal baik pusat dan daera. kita habiskan ratusan juta berangkatkan guru dan PGRI, tidak ada tindak lanjut, Perjuangan kita gagal mengenai acuan tunjangan tadi," katanya.
Seharusnya menurut dia acuan tunjangan tersebut melalui kementrian Disdik saja.
"Sementara yang masalah inikan dibawah yang tidak menerima karena regulasi tersebut. Seharusnya mereka menerima malah tidak terima," tuturnya.
Kemudian masalah lain menurut dia terkait dana BOS, dimana setiap tahunnya dana BOS menjadi atensi BPK. Sedangkan faktanya menurut dia dana BOS ini hanya langsung dari provinsi ke sekolah namun Disdik juga tetap dilibatkan.
"Kemudian dana bos, setiap tahun menjadi atensi, BPK tentu melakukan sesuai standar. Faktanya bos dari provinsi ke sekolah, kenapa harus diperintahkan ke Pemda yang dibebankan dilaporkan sebagai pendapatan daerah," katanya.
Walaupun demikian hal tersebut masih bisa dirasakan karena ada MoU dengan Disdik Provinsi terkait jumlah nilainya.
Baca: Siap Benahi Pendidikan di Kalbar, Sutarmidji akan Berikan Pendidikan Gratis dan Berkualitas
"Itu bisalah diatasi ada MoU dengan Disdik Prov. Itu masih bisa ada angka MoU nya. Jadi ribet dan malu misalnya sekolah yang belanja kita juga minta laporan, setelah melaporkan kepada dinas dilaporkan DPKAD, diatas sertus juta dicatat sebagai aset. Disdik sebenarnya tidak dilalui uang tersebut tapi harus ikut menyelesaikan," katanya.
Artinya menurut dia Regulasinya aset bos harus dilaporkan oleh pihaknya sementara uangnya tidak melalui Dinas.
"Tentulah kita nggak tau karena bukan kita yang gunakan, orang lain melaporkan, belum lagi ada yang ngelak, ini yang buat kita susah, masalah besar kita sejauh ini hanya di aset dari dana bos ini," pungkasnya.