Aswandi: Program Berantas Buta Huruf Belum Efektif
Karena keaksaraan fungsional belum berjalan efektif ditambah lagi budaya membaca masyarakat kita kurang.
Penulis: Ayu Nadila | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Listya Sekar Siwi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK- Pengamat Pendidikan Untan, Aswandi mengatakan, di Kalbar angka buta huruf mencapai 6,75 persen yang artinya ada 309.352 jiwa.
Untuk memberantas buta huruf sudah ada programnya, barangkali belum efektif tapi udah dilaksanakan hanya memang maaf salah satunya pemberantasan buta huruf ini biasanya orangnya udah besar dan tua.
"Jadi, dulu saya pernah liat dari segi anggaran sangat kecil, setiap kabupaten alokasi anggaran ini ternyata memang kecil. 10 tahunan lalu kecil sekali, saya pernah melihatnya," terang Aswandi, Minggu (28/1/2018).
(Baca: Dukung Cashless, Komunitas Jejaring Wisata Buat Member Card Berupa Tap Cash )
Artinya komitmen pemerintah belum sepenuhnya, masih perlu ditingkatkan. Bisa jadi alasan terjadi karena pendanaan pemberantasan ini terkecil alokasi apbd, berharap di apbn padahal banyak biaya pendidikan sudah diserahkan pusat ke daerah.
Seharusnya APBD besar, dana alokasinya khusus diserahkan di provinsi. Kalau provinsi harus besarkan anggarannya, masing-masing kabupaten berbeda.
"Cek APBD kabupaten kecil hanya sekian ratus orang dari sekian ribu orang. Ya memang komitmen pemerintah harus ditingkatkan," tambahnya.
Kedua penyebabnya di dalam program belum berjalan efektif karena belum dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Saya pernah disodorkan data udah tuntas padahal tidak tuntas. Saya sering disodorkan gitu.
(Baca: Oknum Kades di Sanggau Ditangkap Polisi, Ini Dugaan Kasusnya )
Lalu ada juga kecendrungan masyakat yang pernah ikut program pemberantasan ini, dia buta kembali. Pkbm yang ada di Kecamatan itu berjalan tapi setelah itu mereka buta lagi.
Karena keaksaraan fungsional belum berjalan efektif ditambah lagi budaya membaca masyarakat kita kurang. Budaya membaca di Indonesia itu kurang, banyak ngerumpinya.
Kita liat banyak yang kumpul, banyak yang kumpul ngerumpi bukan membaca, ngerumpi sambil makan makanan ringan dan minum kopi.
Jadi tidak menganggap baca penting. Tidak mudah menumbuhkan budaya baca, bisa rusak karena hp dan tv.
"Jangankan orangtua yang putus sekolah, anak sekolah saja kurang baca, lebih ke handphoe. Sampai ke tingkat kuliah, juga bukanya google," imbunya.