Pemerintah Akan Impor Beras, Petani Sambas Mengaku Resah
Satu di antara Petani asal Desa Serunai, Armida mengungkapkan, dengan adanya kebijakan tersebut membuat para petani di desanya kian resah.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Petani Desa Serunai, Kecamatan Salatiga, Kabupaten Sambas mengaku resah dengan ada beredarnya informasi terkait impor beras yang akan dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Satu di antara Petani asal Desa Serunai, Armida mengungkapkan, dengan adanya kebijakan tersebut membuat para petani di desanya kian resah.
Baca: BEM Poltesa Galang Dana Untuk Haikal, Bocah 10 Tahun Penderita Jantung Bocor
Ini lantaran, saat ini para petani di desa tersebut sedang panen besar, sehingga para petani mengkawatirkan akan berdampak kepada beras lokal.
"Yang pasti dengan adanya kebijakan impor beras dari luar negeri membuat kami resah. Karena pastinya akan berdampak kepada beras lokal kami. Karena saat ini, petani khususnya di kampung kami lagi panen raya," ungkap Armida, Minggu (21/1/2018).
Baca: Presma Poltesa Harapkan Pelantikan Kabinet Sambas Hebat Tak Sekedar Seremonial
Untuk itu, Armida berharap kepada pemerintah untuk kembali mengevaluasi kebijakan impor beras tersebut.
"Kami harap, pemerintah pikir-pikir lagilah untuk impor beras, pikirkanlah juga nasib petani, seharusnya pemerintah bisa membantu untuk kenaikan harga beras yang lebih menguntungkan bagi petani, jangan sampai impor beras membuat hasil padi kami harganya bisa turun lagi dari yang sebelumnya," jelasnya.
Baca: KMKS Kecewa, Masih Ada Jabatan Kepala OPD di Lingkungan Pemkab Sambas Yang Kosong
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Generasi Penggerak Pertanian Kabupaten Sambas, Juliadi.
Menurutnya, informasi tentang impor beras itu sudah terdengar oleh petani, dan petani sangat menolak dengan kebijakan pemerintah yang akan mengimpor beras.
"Kementerian Perdagangan membuat kebijakan akan mengimpor beras dari luar negeri, sudah terdengar ke semua petani, khususnya petani daerah pedalaman. Dan petani menolak kebijakan tersebut, karena dengan kebijakan tersebut bukannya malah mensejahterakan petani, tetapi malah merugikan petani," ungkapnya, Minggu (21/1/2018).
Apalagi menurut pria yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, Kabupaten Sambas tentunya merupakan daerah lumbung pangan terbesar di Kalimantan Barat.
Terlebih, saat ini para petani akan menghadapi panen raya.
Pihaknya juga menyarankan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, untuk menimbang kembali kebijakan impor beras tersebut.
"Kabupaten Sambas daerah lumbung pangan terbesar di Kalbar, dan sekarang petani lagi panen raya. Tentunya sebelumnya impor beras dari luar negeri, maka pikirkan dulu petani, bantu untuk pemasarannya, jangan malah sibuk memikirkan negara lain, sedangkan negara kita yang kaya akan sumber daya alam ini, contohnya seperti hasil padi, karet, jagung dan hasil lainnya tidak dipertimbangkan oleh pemerintah untuk membantu masalah harganya," jelasnya.
Ditambahkan Juliadi, pihaknya berharap agar Pemkab Sambas secara tegas menolak kebijakan pemerintah pusat tersebut
"Saya berharap kepada pemerintah daerah, juga melalui Bupati Sambas untuk menolak kebijakan yang bukan pro rakyat ini. Apalagi beberapa daerah juga sudah menyatakan dengan tegas menolak impor beras dari luar negeri dengan jumlah yang sangat besar tersebut," sambungnya.