Ketua Komisi A DPRD Sambas Desak Usut Tumpang Tindih Sertifikat Tanah
Figo menegaskan, oleh karena ini merupakan persoalan hukum menyangkut hak warga negara. Maka haknya seseorang itu harus jelas...
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sambas, Lerry Kurniawan Figo menegaskan, terkait keluhan Muhammad (55), satu di antara warga eks pengungsi kerusuhan tahun 1999 yang mengeluhkan sebagian dari dua bidang tanah warisan orangtuanya telah diperjualbelikan oleh pihak lain.
Dua bidang tanah warisan orangtua Muhammad tersebut bersebelahan, yang terletak di Jalan Tabrani, Desa Lumbang, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas.
Baca: Dilema Eks Pengungsi Kerusuhan 1999 Urusi Pencaplokan Tanah Warisan Orangtua di Sambas
Muhammad bersama saudaranya yang lain selaku ahli waris, telah menempuh jalur hukum.
Pada tahun 2008, ia mengaku bahkan menyampaikan laporan ke Polres Sambas. Namun hingga saat ini tak ada proses hukum.
Menurut Figo permasalahan sengketa lahan di kawasan tersebut sebetulnya persoalan yang sudah lama.
Baca: Eks Pengungsi Kerusuhan 1999 Desak Pengusutan Pencaplokan Tanah Warisan Orangtuanya
"Di situ informasinya memang tumpang tindih sertifikatnya. Kalau dia sudah menyampaikan laporan ke Polres Sambas. Semestinya kepolisian harus menanggapi laporan masyarakat, diproses sesuai dengan aturan yang ada. Karena Permasalahan hukum harus diproses secara hukum," ungkapnya saat dikonfirmasi, Minggu (7/1/2018).
Figo menegaskan, oleh karena ini merupakan persoalan hukum menyangkut hak warga negara. Maka haknya seseorang itu harus jelas, agar nanti tidak terjadi konflik berkepanjangan.
"Aparat penegak hukum harus menjamin jangan sampai ada hak-hak orang itu dikebiri, apa pun hasil dari proses hukum itu tetap harus diproses, itu haknya masyarakat. Karena hukum harus bisa memberikan kepastian, memberikan jaminan dan harus bisa memberikan perlindungan hak-hak setiap warga negara. Itu istilahnya terlalu lama lah bagi sebuah institusi, masak laporan masyarakat digantung seperti itu. Toh nanti yang memberi putusan kan bukan kepolisian, yang memberi putusan nanti kan ada pengadilan. Kami harap laporan masyarakat ini harus direspon, persoalannya kan saling mengklaim memiliki sertifikat. Jadi harus diselesaikan secara hukum," tegasnya.
Figo mengatakan, kepolisian harus bergerak, merespon laporan masyarakat. Jangan sampai terjadi konflik, perselisihan antar warga masyarakat.
"Kemudian ada hak-haknya masyarakat yang dirugikan. Hukumlah yang bisa menjamin itu, memberikan kepastian itu, apakah nanti lewat mekanisme mediasi atau pun melalui mekanisme hukum di peradilan, karena ini kan sebetulnya kasus perdata, jadi jika memang bisa dimediasi, mediasi saja dulu. Kalau memang hasilnya masih tidak memuaskan bagi pihak yang bersengket, ya harus melalui jalur hukum. Karena hukumlah yang bisa menyelesaikan permasalahan seperti itu. Siapa yang sah memiliki hak atas tanah tersebut, yang tentunya berdasarkan kajian hukum juga," jelasnya.
Tak hanya itu saja, menurut Figo, BPN Kabupaten Sambas juga semestinya bertanggungjawab dalam kasus tersebut.
"Ada tanda tanya ini, menjadi pertanyaan kenapa sampai ada lebih dari satu sertifikat di tanah tersebut. Kenapa bisa tumpang tindih sertifikat kepemilikan tanah itu. Bagi warga masyarakat yang merasa memiliki sertifikat. Bisa juga mengguggat BPN Kabupaten Sambas. Karena sudah tahu tanah tersebut ada sertifikatnya, bagaimana bisa BPN Kabupaten Sambas menerbitkan sertifikat baru lagi," sambungnya.