Miris, Kerajinan Dayak Kalbar Terancam Terus Berkurang Jumlahnya, Akibat Kurangnya Pengrajin

Namun sayang, beberapa barang seperti kalung, dompet, dan tas manik bermotif Dayak terbatas

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/CLAUDIA LIBERANI
Dara Dayak 2017, Yoanli Theresa Dea. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dibalik indahnya pernak-pernik khas Dayak yang ditemui di deretan PSP ada ide-ide kreatif dari pengerajin yang dipadu-padankan dengan motif khas dari daerah masing-masing.

Namun sayang, beberapa barang seperti kalung, dompet, dan tas manik bermotif Dayak tidak selalu tersedia dalam jumlah yang banyak.

Ini dikarenakan terbatasnya pembuat kerajinan, pengerajin umumnya adalah orang tua, sedikit yang merupakan anak muda.

Baca: Pernak Pernik Hingga Kendaraan Berat, Persiapan Menyambut Kedatang Presiden Joko Widodo

Seperti yang diutarakan seorang penjual pernak-pernik Dayak di sebuah toko yang terdapat di ruko PSP.

Keadaan ini dikhawatirkan membuat pernak-pernik Dayak semakin berkurang suatu saat nanti, tidak hanya itu, kemungkinan kehilangan makna di balik motif yang diusung juga bisa saja terjadi karena menurutnya penganyam kerajinan manik kini tidak hanya orang Dayak, di Pontianak beberapa penganyam kerajinan manik berasal dari suku lain, sementara dalam suku Dayak ada motif tertentu yang memiliki arti, bisa saja ini tidak diketahui oleh pembuatnya.

Keadaan ini dibenarkan oleh Dara Dayak 2017, Yoanli Theresa Dea. Dia mengatakan memang sedikit generasi muda yang bisa membuat kerajinan manik sperti kalung, dompet, atau tas. Terlebih untuk kerajinan dengan motif tertentu yang rumit.

Dia pribadi mengaku hanya bisa memasangkan manik ke pakaian yang sudah memiliki pola di kainnya.

"Memang sedikit anak muda yang bisa menganyam manik, terutama untuk pola yang rumit, tapi ada beberapa Bujang Dara yang di daerahnya sudah terbiasa menganyam manik," katanya, Kamis (4/1/207).

Dia mengungkapkan anak muda bukannya enggan mempelajari ini, namun kesibukan seperti sekolah dan rutinitas lain seringkali memakan waktu sehingga keterampilan seperti ini tidak terasah.

Ketika berbicara tentang eksistensi Dayak, pernak-pernik dan motif-motif yang berhubungan dengan suku ini tidak bisa ditinggalkan.

Karena itulah dia menuturkan tiap kali Pekan Gawai Dayak diadakan, perlombaan menganyam manik selalu diadakan.

Baca: 60 Persen Sekolah di Sintang Rusak, Terdapat 420 SD dan 130 SMP Butuh Perhatian

Walaupun pesertanya mayoritas orang-orang berumur, dia mengatakan upaya ini sudah sangat berarti untuk menjaga agar keterampilan menganyam manik tidak hilang.

Untuk program lain, menurutnya perlu dipertimbangkan sebagai program jangka panjang. Tidak mudah memang karena menurutnya keterampilan menganyam manik bukan sebuah keterampilan yang sederhana.

Cara meneruskan pengetahuan nenek moyang adalah dengan mempraktekkan pengetahuan tersebut. Dalam keterampilan menganyam, baik itu menganyam manik, tikar maupun keranjang, ada pengetahuan yang diharapkannya dapat terus bertahan dari generasi ke generasi.

Baca: Cornelis Bakal Hadiri Natal Oikumene Pemuda Dayak Di Rumah Radakng

Mahasiswi semester lima fakultas MIPA Untan ini berharap kearifan lokal dalam suku Dayak terus bertahan. Dia yang baru-baru ini menjadi perwakilanm Kalbar dalam Jambore Pemuda Indonesia (JPI) 2017 di Sawahlunto Sumatera Barat mengatakan perlu kerjasama antara golongan tua dan muda untuk mentransfer pengetahuan agar pengetahuan tersebut tidak putus dan hilang.

"Saya harap budaya Dayak selalu ada, eksistensinya terjaga karena saya yakin banyak orang yang mau melestarikan budaya Dayak di manapun mereka berada, baik itu generasi muda maupun tua," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved