Profile
Tangan Dingin di Balik Robot-robot Karya Mahasiswa Teknik Untan
Di bawah bimbingannya mahasiswa sering melakukan riset yang menghasilkan inovasi dan dapat digunakan oleh masyarakat banyak.
Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Nama Dr.Eng. Fery Hadary, ST.,M.Eng pasti sudah tidak asing di telinga mahasiswa Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak.
Dosen yang terkenal dengan kreativitas dan semangatnya ini merupakan satu dari dosen idola di kampus biru, teknik.
Dorongan yang selalu diberikannya pada mahasiswa membuat mereka jadi turut kreatif dan inovatif.
Di bawah bimbingannya mahasiswa sering melakukan riset yang menghasilkan inovasi dan dapat digunakan oleh masyarakat banyak.
(Baca: Kronologi Penemuan Bayi Tewas di Komplek Rumah Sakit, Ini Beberan Kapolsek )
Contohnya tongkat cerdas untuk tuna netra, robot mobile penyedot sampah, robot pemain gamelan, robot pendeteksi gejala penyakit stroke hingga drone untuk monitoring bencana di dalam gedung.
Dosen kelahiran Pontianak, 28 Februari 1971 silam ini kerap membuka peluang bagi mahasiswa untuk mengeksplore kemampuan mereka dan memberikan kesempatan pada mereka untuk melihat lingkungan luar.
(Baca: Kapolresta Pontianak: Respon Polisi Lebih Cepat Jika Panic Button Ditekan )
"Saya sering mengajak mahasiswa yang berkompeten untuk mengikuti berbagai kompetensi di luar Kalbar, supaya mereka semakin berkembang dan ketika pulang dapat memberi dampat positif bagi teman-temannya, saya mau mereka tahu bahwa dunia itu tidak sebatas kampus, UKM dan kantin," katanya, Kamis (30/11/2017).
Dia mengungkapkan, belajar dari kampus-kampus di Jepang, tempat di mana dia menyelesaikan S2 dan S3, maka sejak awal tahun 2007 dia melakukan inovasi dalam metode pembelajarannya.
"Metode yang saya lakukan adalah ketika menjabarkan tentang suatu teori maka saya juga akan memeragakan konsep-konsep pada teori tersebut dengan membawa alat penunjangnya, apakah itu hardware atau pun software, misalnya inverted pendulum, convey crane system, line follower robot, microcontroller, robot berkaki, robot beroda dan yang lainnya. Sedari dini saya mengajak mahasiswa-mahasiswa pada mata kuliah dan juga pada bimbingan baik karya tulis ilmiah, kerja praktek hingga tugas akhir adalah bahwa mereka seyogyanya dapat membuat prototipe atau rancang bangun dari hasil pembelajaran," jelasnya.
Metode yang dia terapkan tidak sia-sia, mahasiswa bimbingannya berkali-kali memenangkan kontes tingkat nasional, bahkan memiliki kesempatan untuk menunjukkan karyanya ke tingkat internasional.
Dia yang menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 di Jepang ini tidak hanya mendorong mahasiswa dengan memberi kesempatan belajar, tapi juga dengan melakukan perubahan pada laboratorium yang sejak tahun 2017 ini ditanganinya.
Laboratorium yang kesannya membosankan diubahnya menjadi menyenangkan, hal ini kemudian memberi pengaruh pada minat belajar mahasiswa di laboratorium.
"Saya ubah konsep laboratorium yang membosankan, dindingnya tidak lagi putih tapi jadi berwarna-warni, di depan juga dipajang karya para mahasiswa supaya adik-adiknya bisa melihat. Dengan itu mereka merasa dihargai," paparnya.
Ayah empat anak ini sangat yakin tiap mahasiswa memiliki potensi masing-masing yang bisa dikembangkan. Hanya perlu dorongan dan semangat. Dia mengatakan tidak ingin potensi yang dimiliki mahasiswanya tidak dimanfaatkan, karena itu dia memberi mereka ruang untuk berkembang.
Tahun 2014 dia menggagas dan membentuk Innovation and Product Development Center (INVENT) University of Tanjungpura sebagai wadah yang menaungi hasil-hasil riset yang nantinya memiliki potensi komersil dengan mencari pihak ketiga, dalam hal ini industri untuk terlibat bersama (triple helix).
"Metode pembelajaran dan gagasan adanya INVENT ini akhirnya terbentuk dengan SK Rektor yang mudah-mudahan ini semua untuk menunjang Universitas Tanjungpura dari Satuan Kerja (PTN-Satker) menuju PTN-BLU dan PTN-BH," ujarnya.
Dosen ini tidak hanya ahli membuat robot, dia juga senang menulis. Beberapa tulisannya tidak hanya bertema akademik, tapi juga sastra.
"Waktu di Jepang saya sering meluangkan waktu untuk menulis beberapa catatan. Dijadikan buku dan ternyata banyak juga yang baca. Beberapa bahkan bisa ditemukan di Gramedia," ucap penulis Getar Asa Negeri Sakura ini.
Setidaknya ada 4 buku sastra karyanya yang diterbitkan penerbit nasional. Dengan semangat positif yang dimilikinya dia berharap para mahasiswa bisa berkembang lebih baik darinya.
"Saya ingin mahasiswa memanfaatkan kesempatan kuliah sebaik mungkin, menyerap ilmu sebanyak mungkin, bermain sepuasnya, berkarya selagi bisa karena kelak ketika meninggal kita tidak diingat jika tidak memiliki karya," pungkasnya.