Breaking News

Mengenang Peristiwa 'Sambas Berdarah' - Heroiknya Tokoh Pejuang Melawan Kolonial Belanda di Sambas

"Namun sangat sedikit yang mengetahui peristiwa dan perjuangan masyarakat Sambas, dari itu upaya menggali fakta sejarah adalah tugas bersama,"ujarnya

Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/TITO RAMADHANI
Tugu Tabrani, monumen bersejarah yang berada di pertigaan Jalan Tabrani Ahmad -Gusti Hamzah dan Jalan Sucitro, Sambas, Jumat (27/10/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Tepat pada tanggal 27 Oktober 1945, bukan merupakan hari nasional yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh rakyat Indonesia.

Sejarawan Sambas, Sunandar mengungkapkan, namun pada hari tersebut, merupakan hari yang bersejarah bagi masyarakat Sambas.

"Yang dikenal orang dengan peristiwa 'Sambas Berdarah' Penyebutan hari tersebut merujuk pada peristiwa yang terjadi saat itu, yakni adanya gerakan melawan tentara NICA/KNIL yang berada di Sambas, pasca menyerahnya tentara Jepang (DAI Nippon) kepada sekutu, akibat dijatuhkannya bom atom di Hirosima dan Nagasaki," ungkapnya, Jumat (27/10/2017).

(Baca: Dayak Selako Berperang Bangkitkan Roh Nenek Moyang, Sejarah Ini Buktinya )

Dalam insiden tersebut, terjadi penembakan oleh tentara KNIL kepada masyarakat Sambas yang tengah melakukan aksi, yaitu Tabrani Ahmad dan H M Siradj Sood di halaman Istana Kesultanan Sambas.

Terdapat kisah dari beberapa saksi mata terkait dengan peristiwa tersebut, beberapa di antaranya telah ditulis oleh almarhum M Sabirin AG BA.

"Data yang ia peroleh melalui wawancara dengan beberapa saksi mata, termasuk kesaksiannya yang pada saat itu melihat langsung kejadiannya,"ujarnya

(Baca: Situs Sejarah Dayak di Sajingan Besar Ditemukan )

Korban lain dalam peristiwa tersebut juga diungkapkan, yaitu Sapali, seorang pemuda yang dalam keterangannya 'berbeda' dari kebanyakan orang.

Sapali di tembak bukan di halaman istana, namun di salah satu rumah masyarakat di Kampung Dagang.

"Data yang ia kumpulkan, juga memperlihatkan kisah yang berbeda, yakni mengenai orang yang lebih dahulu ditembak apakah Tabrani Ahmad atau H M Siradj Sood," jelasnya.

(Baca: Jewita Kalbar Chapter Sambas Promosikan Wisata Sambas Melalui Festival Pesisir Paloh )

Dari sini kemudian muncul beberapa argumen terkait dengan peristiwa tersebut, termasuk kehadiran Tabrani Ahmad saat itu di Istana Kesultanan Sambas.

Kisah yang muncul dan berkembang luas di masyarakat Sambas, sebenarnya merupakan kisah yang populer, dan peristiwanya tidak hanya terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945 di Istana Kesultanan Sambas, tetapi di dahului oleh proses-proses sebelumnya, termasuk selama Kolonial Belanda maupun Jepang telah menduduki daerah Sambas.

"Hingga nantinya terjadi peristiwa penyerangan tangsi militer Belanda yang terdapat di Kampung Lorong, terjadi pada 10 Januari 1949," ujarnya.

Untuk pengetahuan kita bersama, beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum tanggal 27 Oktober 1945, sebagai puncak gerakan awal penentangan terhadap NICA, yaitu:

13 Oktober 1945, Persatuan Bangsa Indonesia Sambas (PERBIS) dibentuk.

15 Oktober 1945, rapat perdana PERBIS di Tarbiatoel Islam.

17 Oktober 1945, tentara sekutu dan Australia datang memasuki Kota Sambas.

26 Oktober 1945, rombongan M Akir dari Pemanngkat datang dang mengadakan rapat dengan PERBIS di Tarbiatoel Islam.

Kemudian rapat kilat pada pukul 20.00 WIB di rumah H Mashudi di Desa Tumok Sambas.

27 Oktober 1945, pukul 08.00 rapat umum di gedung Bioskop Indonesia Theater.

Pukul 09.00, bendera Australia diganti dengan bendera Belanda di gedung Controler.

Pukul 11.00, bendera Belanda diturunkan dan bendera Merah Putih di naikkan.

Pukul 12.00, pengibaran bendera di Keraton Sambas (Korban; HM Siradj Sood ditembak dan Tabrani Ahmad ditembak, meninggal).

Tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam aksi menentang NICA di Sambas, sesungguhnya sangat banyak jumlahnya, dan berasal dari seluruh Sambas.

"Dari daerah Pemangkat di antaranya Urai Bawadi, Daim Harun, termasuk upaya merusak jembatan yang menghubungkan antara Singkawang dan Sambas, yaitu Jembatan Pemangkat (dekat Masjid At-Takwa) oleh Abdul Samad, Mustafa, Matnur, H Badaruddin dan Syaifuddin Jahri, agar menyulitkan tentara NICA masuk ke Sambas," papar Sunandar yang juga Dosen Fakultas Ushuluddin dan Peradaban di IAIS Sambas.

Begitu pula dengan organisasi yang dibentuk, selain PERBIS terdapat pula organisasi lain yang muncul, yaitu Persatuan Muslimin Indonesia Sambas (PERMI).

Lanjut Sunandar, jika digali dari sejarah, maka akan bermunculan fakta sejarah bahwa penjajahan yang dilakukan oleh Kolonial Belanda terjadi di seluruh kepulauan Indonesia.

"Namun sangat sedikit yang mengetahui peristiwa dan perjuangan masyarakat Sambas, dari itu upaya terus menggali fakta sejarah adalah tugas kita bersama, sehingga kecintaan kita terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin kuat, dengan jiwa nasionalisme yang tinggi," tegasnya.

Identitas kita sebagai Bangsa Indonesia, yang mengalami nasib yang sama, yakni dijajah dan ditindas oleh bangsa asing, akan semakin mengokohkan jati diri kita sebagai bagian dari bangsa ini.

"Sehingga dengan semangat 72 tahun Indonesia merdeka, ini akan melahirkan semangat yang baru, guna membangun bangsa yang lebih maju, sebagaimana amanat para founding father kita," sambungnya. (bersambung)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved