Kemendidbud Tetapkan 9 Warisan Budaya Tak Benda, Ini Kata Budayawan Dayak Kalbar

Kalau kita ini dibawa oleh sub suku Dayak Kayan yang merupakan bagian dari Kenyah

TRIBUN PONTIANAK / ANESH VIDUKA
Ketua Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) Kalbar di Pontianak Joseph Odillo Oendoen menyampaikan kata sambutannya pada penutupan Pekan Gawai Dayak (PGD) ke-32 di rumah Radakng, Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (27/5/2017) siang. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan 9 warisan budaya tak benda Indonesia di Kalbar.

Budaya tersebut meliputi Nyagahatn, Jonggan, Tumpang Negeri, Tari Pinggan Sekadau, Gawai Dayak Kalbar, Tenun Corak Insang, Saprahan Melayu Kota Pontianak, Arakan Pengantin Kota Pontianak dan Sape Kalbar.

Budayawan Dayak Kalbar, Joseph Odillo Oendoen mengatakan ini satu di antara langkah pemerintah untuk mendorong kegiatan even budaya yang memang pantas untuk diangkat.

(Baca: Gara-gara Postingan di Twitter, Pengusaha Ini Desak KPI Cekal Semua Tayangan Nikita Mirzani di TV )

Sebagai contoh Pekan Gawai Dayak yang telah berlangsung selama 32 tahun. Sangat pantas kalau memang ada perhatian khusus dari pemerintah daerah dan pusat.

Gawai Dayak ini dapat berlangsung karena kesadaran masyarakat yang mempunyai budaya untuk mengangkat dan memperkenalkan pada masyarakat umum.

“Artinya kita tetap mempertahankan even itu dilaksanakan dengan berbagai kendala. Dan ini kerja-kerja independen dari Seketariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda),” katanya, Jumat (6/10/2017).

Gawai ini katanya adalah ungkapan rasa syukur atas panen, hasil dari padi. Memang roh yang dinginkan, adat itu sendiri sebetulnya pada waktu diawal hanya semata-mata kesenian saja, tidak berbicara soal adat.

Karena memang sanggar-sanggar yang ada di Kota Pontianak juga bukan mereka tidak mengerti adat, tetapi kebanyakan memang sudah kreasi semua. Sehingga upacara-upacara adat di awal bisa dikatakan memang tidak ada.

Tetapi setelah jangka waktu kurang lebih 10 tahun berjalan. Barulah ada terlibat dukungan dari kabupaten kota yang mengirimkan satu tim untuk melakukan atraksi upacara adat.

(Baca: Ikhlas Yogi Masuk Islam, Ini Permintaan Ibu Kandungnya )

“Memang yang diharapkan support dari pemerintah, apakah itu dalam bentuk materi atau acara yang kita harapkan memang ada keterlibatan,” ungkapnya.

Nyagahatn merupakan upacara adat lewat sastra lisan. Dan memang disetiap upacara adat tetap dimulai dengan Nyagahatn. Tujuannya meminta segala berkat dan restu.

Jonggan itu tarian pergaulan yang mana hampir punah. Memang ada beberapa grup Jonggan yang masih bertahan. Tujuannya untuk senang-senang bagi muda mudi.

Kemudian Tari Pinggan sekadau yang merupakan tari tradisi yang memana ada di Sekadau. Kalau dilihat memang mirip-mirip tari pinggan yang ada di padang (tari piring).

Kemudian Sape yang merupakan musik tradisi walaupun tadinya banyak mengatakan sape ini dari Kalimantan Timur, dan memang benar karena ini sub suku Dayak Kenyah.

(Baca: Minta Masyarakat Sadar Pajak, Yandi: Bentuk Sumbangsih untuk Pembangunan Daerah )

“Kalau kita ini dibawa oleh sub suku Dayak Kayan yang merupakan bagian dari Kenyah,” jelasnya.

Terlepas dari itu, Sape ini adalah musik tradisi dayak. Kalau mendengar sape, akan langsung terbawa ke alam.

Sebetulnya masih banyak kearifan lokal Dayak yang bisa diajukan sebagai wariasan budaya tak benda, satu di antaranya Naik Dango yang dilakukan di beberapa kabupaten di Kalbar.

“Naik dango ini kan evennya, memang nuansa tradisinya lebih kental dibandingkan gawai dayak. Selain itu berbagai upacara adat juga dapat diajaukan, seperti balian,” terang Joseph yang juga Ketua Sekberkesda Kalbar.

(Baca: Owner Toko Soft Guitar Store Pamerkan Kepiawaian Mainkan Musik Akustik )

Masyarakat Dayak tidak akan menyerah untuk mengangkat budaya sendiri. Budaya Dayak walau bagaimana pun. Perlu kesadaran sendiri dari masyarakat Dayak.

Selain itu memang perlu keterlibatan aktif dari pemerintah daerah, apapun alasanya karena bagaimana pun ini bagian dari pembinaan dan pengembangan budaya. Perlu keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat.

“Lihat saja kalau gawai, antusias masyarakat begitu membludak yang mayoritasnya justru bukan masyarakat dayak. Penonton itu orang Dayak mungkin sekitar 30 hingga 35 persen. Di luar itu masyarakat umum,” bebernya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved