Mengabdi Puluhan Tahun di Perbatasan Temajuk, Arsy'i Dambakan Layanan Internet
Satu di antara Guru SDN 19 Temajuk, Arsy'i mengungkapkan awal dioperasikannya sekolah tempatnya mengabdi.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Satu di antara Guru SDN 19 Temajuk, Arsy'i mengungkapkan awal dioperasikannya sekolah tempatnya mengabdi.
"Kalau SDN 19 Temajuk ini tahun 2004 mulai dioperasikan. Kalau dulu satu-satunya sekolah dasar di Temajuk yaitu SDN 17. Setelah ada dua SDN, di sini jadi SDN 19 di sana jadi SDN 16. Dinas menghitung berdasarkan dari bangunan sekolah yang lebih dulu terbangun," ungkapnya kepada tribunpontianak.co.id, Selasa (15/8/2017).
Menurutnya, SDN 19 Temajuk berada dalam wilayah Dusun Maludin, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh.
"Dulu saya mengajar di SDN 17 di Camar Bulan, yang sekarang menjadi SDN 16. Setelah adanya SDN 19 ini, saya kemudian dipindahtugaskan ke sini. Dulu siswa kan kumpul di SDN 16, jadi kami bagi. Yang dari Dusun Maludin, dari kelas 1 sampai kelas 5 saya tarik ke sini, ndak masalah. Kecuali yang kelas 6, karena mereka kan sudah mau Ujian Nasional, sehingga tidak dipindahkan. Kemudian pada tahun 2005, di SDN 19 ini jadinya sudah ada yang Ujian Nasional," jelasnya.
(Baca: Analisis Pengamat Pendidikan Tentang Pembelajaran Berbasis Daring di Kalbar )
Saat mulai dioperasikan pada tahun 2004, menurut Arsy'i guru di SDN 19 Temajuk hanya memiliki 3 orang guru. Namun tak lama ditambah dua orang guru honorer atau guru bantu (GB).
"Kalau sekarang sudah cukup, karena ada tambahan 5 guru tidak tetap (GTT). Selebihnya guru PNS," ujarnya.
Sebelum mengajar di Temajuk, Arsy'i mengaku mengajar di daerah Kecamatan Tebas. Oleh karena istrinya ditugaskan ke Temajuk, ia akhirnya ikut pindah mengajar ke SDN di Temajuk.
"Dua tahun saya mikirkannya dulu untuk pindah ke sini. Karena saat saya datang dulu ke sini masih sepi sekali. Mau kemana susah, semuanya kuranglah. Informasi, jalan mau ke mana pun susah. Dulu malah kalau musim bulan-bulan 10, 11, 12 sampai bulan 2. Uangnya ada tapi barang yang mau dibeli ndak ada, itu pernah saya rasakan beberapa tahun. Kalau sekarang nampaknya, alhamdulillah sudah betah menetap di sini, karena semuanya sudah pindah di sini. Saya sekeluarga sudah menjadi warga Desa temajuk," urainya.
Istri Arsy'i bernama Zuraini, merupakan Bidan PTT yang sudah bertugas di Temajuk sejak tahun 1996.
"Duluan istri saya tugas di sini, sudah lebih 20 tahun dia tugas di sini. Namanya Zuraini, dia lah bidan pertama di sini. Kalau sekarang sudah lengkap tenaga kesehatan di Puskesmas sini, dokter ada, bidan, perawat ada," ungkapnya.
Arsy'i mengisahkan, kalau kondisi hujan tidak terlalu lebat, guru-guru di SDN 19 jika masih berada di wilayah Temajuk, jarang sekali tidak mengajar.
"Kecuali guru tersebut sedang urusan dinas di luar Temajuk, semisalnya ada tugas ke Paloh atau Sambas. Kalau siswa sih biasa, kalau yang namanya hujan itu pasti jumlahnya (yang masuk sekolah) berkurang," kisahnya.
Siswa di SDN 19 Temajuk, merupakan anak-anak dari dua dusun terdekat, yakni Dusun Tekam dan Dusun Maludin.
"Kalau jalan kaki saat hujan pakai mantel sebenarnya bisa, tapi mungkin agak jadi tradisi di sini, kalau hujan tidak sekolah. Cuma sekarang ini sudah berkurang yang seperti itu. Kalau dulu, istilahnya guru yang cari murid, itu tahun 1980 sampai 1990-an. Kalau sekarang alhamdulillah, semangat anak-anak di sini sudah luar biasa, mungkin didukung orangtuanya," urainya.
Arsy'i bersyukur, dengan kerap hadirnya mahasisnya Kuliah Kerja Nyata (KKN) UGM yang datang di desanya. Sehingga memberikan dampak kepedulian warga desanya terhadap pendidikan anak-anak di Temajuk.
"Kalau sekarang alhamdulillah, sudah agak lumayan. Mungkin salah satunya karena seringnya mahasiswa dari luar itu, masuk KKN ke sini, terutama yang dari UGM. Mahasiswa dari UGM itu datangnya ramai, di tempatkan bukan di pos, tapi ditempatkan atau ditumpangkan di rumah-rumah masyarakat. Sehingga mahasiswa yang menginap di rumah warga, kasih semangat dan pengertian ke orangtua dan anak, akhirnya orangtua jadi peduli kepada pendidikan anak-anaknya, sampai sekarang itu sudah ada yang kuliah," paparnya.
Menurutnya, semangat anak-anak dengan orangtua-lah yang penting. Karena berdasarkan kisahnya, saat awal ia bertugas dulu, ia kerap melihat anak-anak di Temajuk yang putus sekolah.
"Kalau anak-anak ndak didukung orangtua manalah, kita pun tahu kalau yang namanya anak-anak kan sukanya main, kalau yang namanya ndak sekolah paling suka mereka kan. Bantu bapak, bantu mama ayo ke kebun, pasti dia mau, malah anaknya disuruh berhenti sekolah. Dulu itu banyak anak-anak yang putus sekolah di Temajuk, itu sewaktu SD Negeri hanya ada satu di sini. SD kadang sampai selesai, masih kelas 3 atau kelas 4 sudah berhenti. Ada yang tamat, sudah putus, ndak melanjutkan ke SMP," jelasnya.
Kemudian akhirnya diajukan ke Dinas Pendidikan, warga meminta agar anak-anak tidak putus sekolah, sehingga hadirlah SMP Negeri.
"Supaya anak-anak bisa melanjutkan. Karena anak-anak di sini kan banyak yang ndak mampu orangtuanya. Begitu sudah dibikin SMP, prosesnya sudah berjalan. Anak-anak ini tamat SMP, banyak yang putus sekolah. Kemudian diminta tolong lagi dibikinkan SMA. Sehingga sekarang sudah ada SMA Negeri di sini," ujarnya.
Ada 198 siswa yang terbagi dalam 8 rombongan belajar (rombel). Kelas 1 sebanyak satu kelas, Kelas 2 satu kelas, Kelas 3 ada dua kelas, kelas 4 satu kelas, kelas 5 dua kelas dan kelas 6 satu kelas.
"Kalau dari Dinas Pendidikan atau UPT sering juga ke sini, terutama saat Ujian Nasional ada datang, kadang ada penyampaian sosialisasi mereka juga datang," ujarnya.
Arsy'i mengatakan, di desanya belum sama sekali ada layanan internet. Padahal, sekolah-sekolah yang ada di Temajuk, sangat membutuhkan layanan tersebut.
"Di sini layanan akses internet belum ada, kami guru-guru di sini jelas butuh. Kalau urusan sekolah sekarang itu banyak menggunakan online, malah sekarang untuk sertifikasi sekarang tandatangannya pakai online, di Temajuk ini mana ada jaringan internet, artinya kami harus turun ke Paloh. Akhirnya meninggalkan tugas mengajar, begitu pula untuk input data Dapodik, itu agak besar biaya transportasi operatornya itu. Untuk operator dalam satu pekerjaan, transportasi lain, pulsa lain, ada juga bantu di bidang lain, jadinya sekitar Rp 20 juta lebih per tahun. Kalau kami tidak begitu, ketinggalan terus, malah khawatirnya nanti ndak terdata," paparnya.
Kebutuhan akan layanan internet menurutnya tak hanya bagi guru dan operasinal sekolah. Pelajar di Temajuk sangat mendambakan layanan internet untuk dapat mengakses informasi.
"Di sini kami memang butuh jaringan akses layanan internet, itu kendala kami selama ini. Harapan kami, pemerintah dapat menghadirkan jaringan internet yang teknologi termutakhirlah di sini, seperti jaringan 4G, karena kampung negara tetangga (Telok Melano, Malaysia) saja sudah 4G, bahkan jaringannya sampai di Dusun Sempadan sini, hanya saja harus menggunakan kartu operator Malaysia," terangnya.
Walau begitu, Arsy'i mengaku masih bersyukur, lantaran masih dapat berkomunikasi dengan dinas, kerabat maupun keluarga melalui telepon maupun pesan singkat (SMS). Kendati tidak semua wilayah di Temajuk tercover sinyal dengan baik.
"Jaringan telepon seluler di sini yang ada sekarang hanya untuk telpon dan sms, tapi tidak semua wilayah Temajuk, hanya di tempat tertentu saja," sambungnya.