Ledakan di Kampung Melayu

Menelisik Kaitan Bom Kampung Melayu dengan Kebijakan Presiden Duterte di Filipina

Selain itu, aparat intelijen harus aktif bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah.

Editor: Marlen Sitinjak
Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Kondisi toilet umum di depan Halte Busway Kampung Melayu, Jakarta Timur yang menjadi pusat aksi teror pada Rabu (24/5/2017) malam 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/05/2017) malam, dianggap berhubungan dengan darurat militer yang ditetapkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Pulau Mindanao.

Kebijakan Duterte tersebut diambil setelah terjadi aksi baku tembak antara tentara dan kelompok ISIS di kota Marawi, Selasa (23/5/2017) malam.

Baca: Akibat Diberitakan Sebagai Pelaku Bom Kampung Melayu, Rinton dan Keluarga Cemas

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin, dampak dari kebijakan tersebut kelompok pendukung ISIS di Indonesia memunculkan eksistensinya.

Sekaligus mengumumkan kepada dunia internasional ISIS pun ada di Indonesia.

Untuk itu TB Hasanuddin meminta Pemerintah Indonesia mencermati pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao.

Karena, kebijakan itu membuat ruang gerak pasukan ISIS semakin terbatas.

"Khawatirnya, mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar TB Hasanuddin kepada Tribunnews.com, Kamis (17/5/2017).

Apalagi kelompok militan ISIS di Filipina memiliki korelasi yang kuat dengan kelompok militan di Indonesia.

Karenanya akan sangat mudah mendapatkan akses untuk masuk ke Indonesia.

Ia pun menjelaskan indikasi adanya korelasi kelompok ISIS di Filipina dengan kelompok militan di Indonesia bisa dilihat dari adanya tiga WNI terafiliasi ISIS yang tewas dalam bentrokan bersenjata melawan militer Filipina di Pulau Mindanao pada April 2017 silam.

Baca: Desertir Polisi Dituduh Pelaku Bom Kampung Melayu Berdomisili Pontianak

Untuk itu, TB Hasanuddin mengimbau pemerintah untuk menjalankan sejumlah langkah dalam mengantisipasi aksi teror yang dilakuan kelompok ISIS.

Pertama, pihak imigrasi harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk wilayah Indonesia.

Selain juga warga negara Indonesia yang kembali ke Tanah Air.

"Pihak imigrasi harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk Indonesia, dan WNI yang kembali ke Tanah Air," kata mantan Sekretaris Militer ini.

Selain itu, aparat intelijen harus aktif bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah.

Terutama kata dia, lokasi yang patut dicurigai sebagai tempat persembunyian dan latihan perang para combatan ISIS.

"Apabila ada indikasi-indikasi yang kuat, segera kordinasi dengan aparat keamanan untuk segera dilakukan tindakan," ucapnya.

Lebih lanjut aparat keamanan harus aktif melakukan razia bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan bom.

"Lakukan sweeping bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan peledak," katanya.

Selanjutnya, imbuh Hasanuddin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengintruksikan semua unsur intelejen untuk melakukan operasi intelijen khusus untuk mengejar dan menangkap aktor-aktornya.

"Presiden harus memberikan intruksi untuk melakukan operasi intelijen khusus," ujarnya.

Diketahui, Presiden Duterte memberlakukan darurat militer di Pulau Mindanao, Filipina selatan, menyusul pertempuran antara pasukan militer dan kelompok ISIS di Kota Marawi, Lanao del Sur, Filipina, Selasa (23/5/2017).

Dalam pertempuran itu, Pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, tampak diantara 15 milisi pendukung ISIS saat baku tembak terjadi dengan pasukan militer Filipina.

Dalam bentrokan bersenjata sebelumnya, tepatnya April 2017 silam, militer Filipina berhasil menewaskan puluhan simpatisan kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Diantara para korban, terdapat tiga warga Negara Indonesia dan seorang warga Malaysia.

"Kami menewaskan 37 militan, 14 orang telah diidentifikasi dan 23 masih belum diketahui. Ada tiga warga Indonesia dan satu warga Malaysia," kata Kepala Militer Nasional Jenderal Eduardo Ano di Manila, Selasa (25/4/2017).

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved