Kisah Sandi, Atlet Renang Disabilitas dengan Segudang Prestasi

Namun sebelum mencapai prestasi tersebut, seperti kebanyakan manusia pada umumnya iapun pernah mengalami depresi.

Penulis: Try Juliansyah | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Sandi, atlet renang tanpa tangan kiri 

Laporan Wartawan Tribunpontianak, Try Juliansyah

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Keterbatasan bukanlah halangan untuk berprestasi, itulah yang berhasil dibuktikan oleh Sandi. Pria kelahiran Pontianak, 7 Mei 1982 ini telah mampu menghasilkan banyak medali di berbagai kejuaraan Paralympic baik nasional maupun internasional.

Namun sebelum mencapai prestasi tersebut, seperti kebanyakan manusia pada umumnya iapun pernah mengalami depresi. Terlebih peristiwa yang memaksa ia untuk mengamputasi tangan kirinya terjadi kala ia masih berumur 12 tahun.

"Pada saat saya duduk di Bangku Sekolah kelas 2 SLTP saya mendapat musibah. Tangan kiri saya patah akibat bermain di depan rumah bersama teman-teman," ujar Sandi, Kamis (1/12/2016).

Sandi, atlet renang tanpa bertangan kiri
Sandi (kiri), atlet renang tanpa tangan kiri

Awalnya ia mengobati dengan cara-cara tradisional karena keterbatasan biaya namun malah berdampak buruk. Akhirnya dengan bantuan tetangganya ia memberanikan diri untuk memeriksakan tangannya tersebut ke rumah sakit.

"Saat itu bingung mesti gimana, maklum saya dari kalangan keluarga yang kurang mampu, keluarga saya tak punya dana untuk berobat ke rumah sakit. Untunglah ada tetangga yang berbaik hati yang membawa saya ke rumah sakit, di rumah sakit saya di tangani oleh Dokter Specialis Tulang, katanya tangan kiri saya harus segera di operasi," ujarnya.

Tentu saja untuk mengikuti operasi sangatlah berat bagi dirinya dan keluarga terutama mengenai biaya. Namun orang tuanya terus berusaha memberikan yang terbaik walaupun pada akhirnya biaya yang telah terkumpul tak juga cukup untuk operasi tersebut.

"Mendengar Operasi, ibu saya semakin panik tak tau mesti berbuat apa, tak ada bantuan dari siapapun yang ada Ibu saya berjuang sendiri mencari dana operasi buat saya. Akhirnya sampai pada hari yang di tentukan , dan dana untuk operasi itu sudah ada, operasi Pertama di jalankan, sampai saya sadar, tangan kiri saya tak mengalami perubahan apapun yang saya dengar "Tangan anda segera di Amputasi" saya terkejut dan sangat terkejut," katanya.

Dengan demikian ia haruslah mengikuti operasi berikutnya untuk di amputasi, pasalnya akan terjadi infeksi yang berdampak fatal. "karena keluarga saya tidak punya dana lagi buat operasi, kami memutuskan untuk menunda operasi, kami pulang ke rumah," katanya.

Pada saat itu ia menjalani hari demi hari hari menahan sakit yang sungguh luar biasa. Memikul tangan kiri yg sudah tidak bisa bergerak, mendapat tekanan fsikologi yang amat luar biasa bagi hidupnya.

"Seolah tak ingin lagi hidup, saat itu berhari-hari orang tua saya mencarikan dana obat keperluan saya, sampai saya meneteskan air mata di setiap malam harinya. saya merasa sudah tak sanggup bertahan menahan rasa sakit saat itu," tuturnya.

Bahkan ia harus merelakan tidak lagi melanjutkan studinya hingga akhirnya mendapat bantuan untuk biaya operasi.

"Hari berganti hari, barganti bulan, sampai saya tidak lagi melanjutkan sekolah. saya menghabiskan waktu di rumah sambil hanya bisa merenungi nasib saya. Setahun berlalu, saya akhir nya mendapatkan bantuan dari dompet simpati akcaya untuk biaya operasi," katanya.

Saat diruang operasi kata-kata dokter yang disampaikan padanya terus ia kenang sebagai penyemangat. "Saat itu Dokter Hermawan(dokter specialis Tulang) yang mengoperasi saya, dia berkata kepada saya, kamu yang pertama saya operasi untuk di ampusi tangannya, dan dia merasa sedih, dia bilang tetap semangat jangan berputus asa," ungkapnya.

Setelah selesai operasi hari-hari yang ia lalui tidak serta Merta berganti menjadi lebih baik. Banyak hal yang harus ia hadapi terutama dalam pergaulannya di masyarakat.

"Kendati sudah dioperasi saya merasa minder dengan keadaan saya, pada suatu hari Guru sekolah saya datang ke Rumah dan mengajak saya untuk melanjutkan sekolah yang sempat terputus. Saya menerima tawaran dari pihak sekolah tersebut, begitu masuk ke sekolah lebih asing lagi yang saya rasakan, semua menjadi baru, serba baru, sampai-sampai saya merasa saya ini siapa, tak habis fikir jadinya, kenapa saya bisa jadi seperti ini," kenangnya.

Suatu ketika ia mendapat suatu penghinaan yang ternyata itu keluar dari seorang tenaga pendidik. Berawal dari hal tersebutlah ia mulai bangkit dan terus bangkit.

"Suatu hari saya ketemu dengan seorang guru dia berkata kepada saya mending kamu jual sayur saja dipasar, karena dia melihat keadaan saya yang hanya mempunyai satu tangan. betapa tersentaknya hati ini, seolah-olah saya ini sudah tak pnya masa depan, tak punya harapan, dari situ saya bangkit. saya manjadi kuat karna "Hinaan" menjadi orang yang hina di mata orang-orang yang berfikir dangkal," katanya.

Ujian kembali ia terima kala akan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Walaupun saat itu untuk nilai, ia terbilang cukup tinggi dan seagrusnya bisa masuk ke sekolah yang ia inginkan.

"Saya mendapatkan Raking Ke-2 dari seluruh siswa sekolah di SLTP, kemudiamn saya melanjutkan dan mendaftarkan ke jenjang sekolah selanjutnya. tapi ternyata nilai itu tidak seperti yang saya bayangkan, kekurangan fisik saya di tolak dari pihak sekolah tempat saya mendaftar sekolah.
Betapa terpukulnya saya, 3 tahun saya trauma dan depresi yg berkepanjangan, cuma bisa merenungi keadaan saya," katanya.

Harapan kembali datang diusianya yang ke 15 ketika mendapat tawaran sekolah Pendidikan Gratis di Pulau Jawa. Akhirnya ia meninggalkan Kalimantan untuk kehidupan baru yang menurutnya sangat berbeda dibandingkan di tempat kelahirannya.

"Jauh dengan kehidupan di pulau kalimantan, di tempat saya, saya berbaur dengan orang-orang yang saya tidak pernah kenal sebelumnya, hari demi hari saya lalui, bersama orang-orang yang senasib dan seperjuangan seperti dengan keadaan saya, kami di bina mental, mau pun keahlian kami.
saya seperti hidup lagi, menjadi sosok yang kuat dan tangguh dan berambisi.
saya tak boleh menyerah, saya harus bangkit, saya harus buktikan bahwa saya bisa, saya mampu, dan saya punya harga diri," katanya.

Berbekal ilmu yang ia peroleh di pulau Jawa ia kemudian berkarya di kota Pontianak. "Setelah sekolah dan kursus di Jakarta saya pulang dan bersama teman membuka usaha dibidang screen printing," katanya.

Pada tahun 2004 ia kemudian mencoba sesuatu yang baru di hidupnya, kala itu ia mulai menggeluti bidang olahraga. Diama bagi penyandang kebutuhan khusus diwadahi oleh NPC Kalbar saat itu.

"2004 aya mengikuti suatu kejuaran antar Provinsi dan saya mewakili Kalbar  di Peparnas. waktu itu saya masih belum fokus memilih yang mana , fokus dengan kerjaan atau dengan kejuaraan, ketika saya memilih untuk menjalani kedua-duanya saya, tak mendapat apa-apa," ujarnya.

Dari sinilah ia mulai merintis hingga mencapai prestasi yang sangat membanggakan. Sandi merupakan  atlet renang Kalbar yang bahkan telah mampu mewakili Indonesia.

"Tahun 2007 saya putuskan untuk fokus dibidang olahraga, setahun saya latihan Renang di kolam Renang pontianak, mengikuti Program Latihan yang diberikan. Akhirnya tidak hanya di Peparnas bahkan di Asean paragames saya juga berhasil meraih medali," pungkasnya.(ian)

Prestasi: SANDI ( RENANG )

Data Prestasi:
2008 - Peparnas KALTIM (2 Emas)
2009 - Paragames MALAYSIA (2 Perak 1 Perunggu)
2010 - Kejurnas SOLO - (2 Emas)
2011 - Paragames INDONESIA (1 Perunggu)
2012 - Peparnas RIAU (1 Perak)
2016 - Peparnas JABAR (1 Emas 1 Perak)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved