Jiwa Rimbawan Kang Andik Seakan Tak Pernah Mati
"Yang pensiun ini jabatan dan pekerjaan kita, tapi semangat dan jiwa kita sebagai rimbawan tidak pernah mati, sampai hayat dikandung badan," ujarnya.
Penulis: Zulfikri | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Raymond Karsuwadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Raden Andik Jaya Prawira atau akrab disapa Kang Andik atau Andik SKMA 64, ya SKMA Sekolah Kehutanan Mengengah Atas, Kang Andik merupakan alumni dari SKMA Bogor angkatan tahun 1964.
SKMA telah ada sejak jaman Belanda. Tahun 1939, dibuka Middelbare Boshouw School (MBS) di Madiun, sebagai upaya memisahkan diri dari MLS (1913) di Bogor, agar spesifik melaksanakan pendidikan menengah atas kehutanan.
Zaman pemerintahan Jepang, 12 Februari 1944, didirikan Ringyoo Kooshuu Sho (Sekolah Kehutanan Menengah Tinggi) di Bogor. Pada April 1946, SKMT dibuka kembali di Kaliurang, Yogyakarta. Pada 1947, Pemerintah Belanda kembali mendirikan MBS di Bogor.
Pada 1947-1951 terdapat dua SKMT di Yogyakarta dan Bogor. Pada 1951, dua sekolah digabungkan menjadi SKMA di Bogor. SKMA Bogor ditutup pada 1969, saat itu lulusannya mencapai 1.464 orang.
Pada 1980, SKMA dibuka kembali di Kadipaten dan Samarinda. Menyusul pada 1988 di Pekanbaru dan Ujung Pandang, serta Manokawari (1991).
Diusianya yang kini menginjak usia Ke 73 tahun, Kang Andik masih mampu mengayuh sepeda berkeliling Nusantara demi satu misi yaitu bersilaturahmi dengan sesama alumni SKMA dan Rimbawan se Indonesia, sampai akhirnya Kang Andik tiba di Kabupaten Sambas, Rabu (10/11/2016).
Kang Andik sebelumnya pernah bekerja sebagai petugas teknis, staff dan berbagai posisi selama bertugas di Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah setelah dirinya menyelesaikan studi di SKMA Bogor.
Kang Andik mengatakan bahwa dirinya masih memiliki jiwa muda yang kini meraung diusia senja, menurutnya yang pensiun adalah jabatan dan pekerjaan tetapi semangat dan jiwanya sebagai petualang dan rimbawan tidak pernah mati.
"Yang pensiun ini jabatan dan pekerjaan kita, tapi semangat dan jiwa kita sebagai rimbawan tidak pernah mati, sampai hayat dikandung badan," ujarnya.
Saat menanyakan apa suka duka selama perjalanan panjangnya tersebut, Kang Andik menjawab.
"suka duka orang sering tanya itu, saya tidak ada dukanya, sukanya banyak kendala paling biasa saja dan sudah diperhitungkan, Kemarin kenangan, besok hanya impian hari ini kenyataan kita nikmati saja," katanya.
Kang Andik mengatakan bahwa sepedanya selama perjalanan telah mengganti ban luar tujuh kali karena sudah gundul tergerus jalan, kampas rem telah berganti tujuh sampai delapan kali.
Tiga kali ganti presneling, empat kali ganti sadel karena robek, stang dua kali patah, rantai dua kali diganti, sepatu boot catepilar saya sudah ganti 5 kali.
"dukanya tidak ada, suka saja, sakit berat belum pernah, paling batuk pilek demam biasa lah, kalau pilek tidak sembuh dalam dua hari biasa cari tukang urut habis itu tidur nyenyak dan besoknya segar lagi," ujarnya sembari tertawa.
Biasanya Kang Andik memulai mengayuh sepeda pada jam tujuh pagi dan berakhir jam lima sore, bersepeda lima jam, empat jam istirahat, jarak tempuh rata-rata satu hari 75 -125 kilometer ditempuhnya.