Aksi 4 November
Demo Simpatik dan Proses Hukum Ahok
Kesimpulan dari pertemuan tersebut seperti disampaikan Wapres Jusuf Kalla, pemerintah akan menegakkan hukum secara tegas.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ribuan umat Islam dari berbagai daerah yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pendukung Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Jumat kemarin, 4 November 2016 tumpah ruah di beberapa titik jalan sekitar Monas dan Bundaran HI di Jakarta.
Mereka melakukan aksi menuntut pihak kepolisian mengusut tuntas dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, calon Gubernur petahana DKI Jakarta.
Unjuk rasa dilakukan usai salat Jumat. Ribuan massa memadati jalanan mulai dari depan Masjid Istiqlal, jalan Medan Merdeka Timur, jalan Medan Merdeka Selatan hingga depan Istana Negara.
Konsentrasi massa juga terlihat menyemut di bundaran Hotel Indonesia Jl MH Thamrin mengumandangkan takbir bergemuruh dipimpin oleh beberapa orator.
Bersyukur, demo kemarin berlangsung kondusif, rapi dan damai. Kekhawatiran aksi akan ricuh, bahkan disinyalir akan ditunggangi kelompok garis keras, dan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tidak terbukti.
Berbeda dengan aksi menuntut Ahok diperiksa pada 14 Oktober silam yang menyisakan kerusakan taman di Balaikota DKI Jakarta, kemarin berlangsung tertib tanpa menginjak taman di sepanjang Jalan.
Mereka sangat menjaga kebersihan. Dalam setiap rombongan ada beberapa demonstran yang membawa kantung sampah atau trash bag.
Pendemo di bagian depan yang selesai minum atau menyantap makanan ringan menyerahkan sampahnya ke orang di belakangnya, lalu dioper ke demonstran yang membawa trash bag. Trash bag juga nampak ditaruh di beberapa sudut trotoar.
Terlihat aksi-aksi simpatik sekelompok massa. Mulai dari aksi pungut sampah, aksi tanpa injak taman hingga bagi-bagi konsumsi.
"Allah menyukai keindahan. Jagalah taman ini tetap indah," demikian imbauan yang tertera di spanduk di taman di Jalan Medan Merdeka Barat. Jalanan yang sempat dilalui demonstran pun tampak bersih dari sampah. Tak ada sampah berserakan.
Dai kondang KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym yang ikut turun dalam aksi demo terlihat memegang sapu lidi serta mengenakan sarung tangan. Di belakang Aa Gym tampak ratusan orang membersihkan sampah di jalanan.
"Kami berasal dari Daarut Tauhid, Bandung, jumlahnya 1.200 orang," tutur Zakaria (45), koordinator aksi bersih-bersih. Dia menjelaskan, para santri itu dinamakan Tim BRTT (Tim Bersih, Rapi, Tertib dan Teratur).
Selain menjaga kebersihan, demonstran juga tampak tertib dalam menyampaikan aspirasi mereka.
Mereka meminta Bareskrim Polri segera menuntaskan pengusutan kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok.
Setelah massa melakukan demo dalam suasana ukhuwah dan santun, petang harinya massa bergerak ke Istana Merdeka.
Awalnya massa ingin bertemu langsung Presiden Joko Widodo.
Namun karena saat itu Jokowi sedang bertugas di luar istana, perwakilan peserta aksi itu antara lain Ustaz Bachtiar Nashir, Ustaz Zaitun Rasmin, dan Ustaz Misbah kemudian diterima oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi beberapa menteri, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Kesimpulan dari pertemuan tersebut seperti disampaikan Wapres Jusuf Kalla, pemerintah akan menegakkan hukum secara tegas.
Wapres juga berjanji menyelesaikan kasus dugaan penghinaan agama yang dituduhkan kepada Ahok setidaknya dalam dua minggu.
Sebetulnya, tuduhan penghinaan agama yang dialamatkan kepada Ahok telah dilaporkan ke Kepolisian awal bulan lalu.
Mabes Polri pada Rabu lalu juga sudah memastikan telah memenuhi tuntutan agar proses hukum dijalankan.
Dan Bareskrim akan mulai meminta keterangan Ahok dan sejumlah saksi pada Senin pekan depan. Demikian pula Ahok sudah memastikan akan memenuhi panggilan Bareskrim Polri Senin (7/11) untuk diperiksa.
Memang Kepolisian harus bisa memastikan seluruh proses hukum terhadap Ahok sesuai dengan koridor hukum.
Namun, para peserta aksi demo kemarin juga harus sadar, mereka telah menggunakan hak menyampaikan pendapat.
Kini giliran mereka berkewajiban menghormati proses hukum dan menghentikan anjuran kebencian yang sempat beredar di media sosial. (*)