Gerakan Fajar Nusantara
Anpri Saran Kedepankan Mediasi Eks Anggota Gafatar
Anpri meminta lembaga negara yang berwenang agar tidak bertindak secara arogan terhadap Gafatar atau organisasi lain.
Penulis: Dian Lestari | Editor: Arief
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Aliansi Perdamaian dan Transformasi (Anpri) menilai bahwa Gafatar telah menimbulkan berbagai polemik dan persepsi muncul di masyarakat, perlu mendapat perhatian khusus dari seluruh pihak.
Aliansi yang terdiri dari beberapa lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat dan perdamaian, meminta semua pihak memahami bahwa perbedaan berpontensi memicu konflik kekerasan jika tidak dikelola dengan baik dan bijak.
"Anpri mengusulkan langkah dan rekomendasi konstruktif sebagai solusi alternatif kepada seluruh pemangku kepentingan di Kalimantan Barat," kata Krissusandi Gunui', aktivis Institut Dayakologi, Minggu (24/1/2016).
Anpri menegaskan menolak cara-cara kekerasan dan anarkis dalam merespon keberadaan Gafatar beserta eks anggotanya. Oleh karena itu diharapkan aparat keamanan dan lembaga terkait, dapat menjamin keselamatan jiwa raga dan harta benda para korban dan mereka yang berpotensi sebagai korban.
Anpri meminta dan mengusulkan semua pihak untuk tetap menjaga sikap, menerima perbedaan (multikultur) sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, saling menghargai, menghormati, bertoleransi, memberikan solusi, dan mengedepankan musyawarah dalammenyelesaikan masalah yang muncul.
Sebagai bentuk sikap sesuai Bhinneka Tunggal Ika, Anpri mengimbau media cetak, elektronik, dan online untuk dapat menghindari pemberitaan yang mengarah pada konflik SARA, atau memberitakan isu yang bersifat provokatif.
"Anpri meminta lembaga negara yang berwenang agar tidak bertindak secara arogan terhadap Gafatar atau organisasi lain. Sebaiknya mengedepankan mediasi, musyawarah, dan prinsip kemanusiaan dalam menyelesaikan masalah secara konstruktif dan transparan," kata Krissusandi.
Anpri mendorong lembaga negara yang berwenang untuk memfasilitasi pemulihan sosial, trauma, dan psikis seluruh anggota eks Gafatar dari berbagai aksi kekerasan, intimidasi, serta pengusiran dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan dan multikultur.
Anpri berharap lembaga negara yang berwenang juga bersedia memfasilitasi pemulihan psikis, khususnya trauma yang dialami anak-anak dan kaum perempuan eks anggota Gafatar yang menjadi korban.
Krissusandi menyatakan Anpri berharap seluruh jajaran aparat pemerintahan, mulai dari RT/RW, dusun, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat untuk meningkatkan kerja sama, berkoordinasi mengenai perpindahan penduduk secara transparan dan selektif, dengan melibatkan masyarakat lokal atau komunitas baru yang akan ditempati, khususnya terkait dengan perpindahan penduduk ke wilayah yang baru.
Selanjutnya Anpri mengusulkan kepada seluruh pihak terkait yang menangani eks anggota Gafatar sebagai korban, agar tidak memaksakan mereka pulang ke daerah asal masing-masing, kecuali atas kehendak atau kemauan keluarga dan korban secara langsung.
"Bagi yang tidak bisa pulang ke daerah asal agar dapat dicarikan solusi terbaik, dengan tetap mengedepankan musyawarah dan mufakat oleh semua pihak tanpa diskriminasi," ujar Krissusandi.
Selanjutnya eks Gafatar ini dapat dibina atau direlokasi di tempat terpisah, dengan membuat perjanjian dan kesepakatan bersama lembaga terkait, serta kelompok masyarakat yang menerima sebagai tempat domisili baru.
Anpri meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mengevaluasi dan meninjau kembali program transmigrasi, dengan mendengarkan aspirasi masyarakat lokal di daerah tujuannya.
Kementerian diharapkan mempertimbangkan keadilan dan hak-hak masyarakat lokal, yang akan terkena dampak setiap kegiatan pemindahan penduduk dalam rangka menghindari berbagai potensi konflik sosial, kultural, dan ekologis di Kalimantan Barat.