Bedah Buku Salam Zero

Kisah Brigjen Arief Kembalikan Uang dari Pimpinan BCA

Ada testimoni menarik ketika Head Of Halo BCA, Nathalia Wani Sabu saat launching buku yang menceritakan sepak terjang Kapolda Kalbar

Penulis: Novi Saputra | Editor: Arief
TRIBUN PONTIANAK/LEO PRIMA
Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto (kedua kanan) bersama para pembahas bedah buku Salam Zero di Mapolda Kalbar, Selasa (24/3/2015). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Salam Zero dari Kalbar untuk Indonesia terdengar berkumandang di ruang Graha Khatulistiwa Mapolda Kalbar, Selasa (24/3/2015). Tak hanya anggota kepolisian, tokoh masyarakat, pengusaha, dan para pejabat yang hadir kompak jika salam ini layak dikumandangkan ke seluruh Indonesia.

Mereka hadir untuk mengikuti launching dan bedah buku "Salam Zero: Revolusi Mental Mencetak Polisi Profesional" karya Komisaris Polisi (Kompol) Sumarni Guntur Rahayu. Launching buku yang berisi catatan sepak terjang Brigjen Arief Sulistyanto dalam menerapkan zero tolerance terhadap berbagai bentuk penyimpangan, pelanggaran hukum, KKN, pungli dan sejenisnya itu menjadi semacam kado ultah ke-50 Brigjen Arief.

Salam Zero adalah salam yang dijadikan semboyan oleh Kapolda Kalbar Brigjen Pol Arief Sulistyanto. Salam diikuti dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk angka nol atau huruf O, sementara tiga jari lainnya berdiri bebas ini menjadi representasi anti penyimpangan, pungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme ditubuh Polri.

Ada testimoni menarik ketika Head Of Halo BCA, Nathalia Wani Sabu saat launching buku yang menceritakan sepak terjang Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto dalam memimpin dan mempresentasikan kebijakan zero tolerance terhadap pelanggaran hukum.

Nathalia menuturkan sebelum BCA menjadi bank role model dalam melawan kejahatan perbankan, bank tempatnya bekerja acapkali menjadi sasaran pelaku kriminal perbankan. Direksi yang gerah kemudian menugaskannya untuk melawan kejahatan perbankan tersebut, caranya bekerjasama dengan kepolisian.

Nathalia memberanikan diri mendatangi Bareskrim Mabes Polri. Ia bertemu Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus masa itu, Arief Sulistyanto membahas sebuah kasus besar yang terjadi. Suami dari Niken Manohara itu kemudian bertindak cepat. Tak butuh waktu lama, kasus tersebut terpecahkan.

"Pimpinan saya nanya, Pak Arief kerja pakai dana mana. Karena tidak enak, akhirnya disiapkan dana pengganti operasional. Uangnya saya bungkus cantik pakai kado, kemudian saya datangi lagi Pak Arief," kata Nathalia.

Cuci otak
Nathalia merasa lega karena telah menyampaikan "amanah" pimpinannya. Namun Ia tak menyangka keesokannya teleponnya berdering, Arief ingin bertemu dan uangnya dikembalikan. "Saya temui ternyata saya dicuci otak satu hari penuh, setelah itu saya mikir, kok ada ya polisi seperti ini (tidak menerima imbalan,red)," kata Nathalia.
Padahal, maksud si ibu uang itu sebagai pengganti biaya operasional pengusutan kasus kejahatan skimming. "Saya diberitahu kalau uang operasional itu dibiayai negara," terang Nathalia.

Diminta oleh moderator bedah buku, Arief lalu menimpali testimoni Nathalia. Kata Arief ia mengira dalam kado adalah jam dinding kenang-kenangan dari BCA, karena bentuk kado itu menyerupai jam dinding. "Saya kirain jam dinding, ternyata uang. Uang yang digunakan adalah uang negara uang operasional," kata Arief.

Nathalia lalu menceritakan kisahnya ke rekan dia soal sosok perwira polisi itu. "Ibu itu tanya kepada perwira polisi yang ditemuinya, berapa biaya untuk mengurus perkara. Jadilah dia dicuci otak, seperti saya alami bahwa mengurus perkara ke polisi itu tidak bayar, karena sudah dibiayai negara," pungkas Nathalia.

Cerita Nathalia merupakan satu di antara testimoni masyarakat terhadap kinerja Brigjen Arief Sulistyanto, saat bedah buku "Salam Zero" yang menampilkan empat pembahas. Yakni Rektor Untan Prof Dr Thamrin Usman DEA, Pemimpin Redaksi Tribun Pontianak Ahmad Suroso, Pemred majalah Tempo Arif Zulkifli dan Pemred Detik.com Arifin Asydad, dengan moderator Dr Hermansyah SH dari Fakultas Hukum Untan.

Launching buku yang bertepatan Ultah Arief Sulistyanto yang ke-50 ini juga dihadiri masyarakat dari Ketapang, Isa Anshari. Ia mengaku mewakili ribuan petani sawit Ketapang yang ditipu oleh bos Benua Indah Group, Budiono Tan yang kini perkaranya sedang diadili di PN Ketapang.

"Pak Arief Kapolda keenam semenjak kasus ini kami laporkan, hanya bapak yang menuntaskannya, terimakasih semoga Polda Kalbar semakin hebat," kata Isa.

Thamrin Usman menuturkan sangat mengapresiasi terbitnya buku Salam Zero. Apalagi buku ini dibuat berbekal dari kebijakan-kebijakan maupun pola kepemimpinan Kapolda Brigjen Arief.

Perintah-perintah yang ditanskripkan kemudian menjadi inspirasi bagi Kompol Sumarni untuk dibagikan dengan cara ditulis dalam sebuah buku tak hanya kepada anggota polri namun juga untuk masyarakat luas.

Pemred Tribun Pontianak, Ahmad Suroso mengaku sangat tertarik pada Bab 7 yang berjudul Kapolda Putra Petir. Sebab menceritakan Arief Sulistyanto yang mendapat gelar kehormatan Belarek yang berarti guntur atau petir dari Dayak Kayan saat Kapolda berkunjung ke Kapuas Hulu. Ini mengingatkan pada tokoh pahlawan super dalam cerita klasik terkenal asli Indonesia: Gundala Putra Petir.

Hal itu terkait dengan sosok Kapolda yang kehadirannya di Kalbar membuat gentar para pelaku kejahatan dan penyimpangan. "Buktinya Kalbar yang daerah perbatasan dengan Malaysia dan rawan penyelundupan, kini pelakunya tiarap dan tidak berani," kata Roso, panggilan Ahmad Suroso.

Tak kalah penting, kata Roso adalah kebijakan mengenai jaminan tidak ada lagi polisi di perkebunan maupun pembentukan satgas mafia tanah. Sebab tingginya angka konflik diperkebunan maupun mafia tanah, kerap kali membenturkan polisi kepada masyarakat banyak.

Menanggapi apresiasi yang disampaikan para pembahas dan tamu undangan, Arief menjawab dengan senyum mengembang, "Saya bukan orang luar biasa, tetapi masyarakat Kalbar yang luar biasa mendukung kerja saya, sehingga hari ini sudah sepuluh bulan, sepuluh hari saya bertugas di Polda Kalbar.

Suami dr Niken Manohara M.Gizi itu mengungkapkan, polisi profesional itu bekerja untuk negara dan masyarakat, sehingga jangan sekali-kali seorang polisi merasa lebih dari masyarakat.
"Pola pikir yang saya bangun saat ini, seorang polisi hadir untuk negara dan masyarakat karena masyarakatlah 'juragan' kami," ujarnya dikutip Antara.

Buku yang ditulis ditulis Kompol Sumarni, Kanit Tindak Pidana Korupsi di Ditkrimsus Polda Kalbar yang diperbantukan di sebagai Perwira Menengah Staf Pribadi Pimpinan (Spripim) itu menceritakan langkah Arief dalam melakukan revolusi mental dan membentuk polisi yang antisuap dan antikorupsi.

Dalam buku setebal 186 halaman terbagi dalam 19 bab itu digambarkan program Arief memperbaiki kinerja Polda Kalbar selama 10 bulan terakhir. Polisi di jajaran Polda Kalbar dipacu kinerjanya. Antisuap, antikorupsi, antisetoran, dan juga semangat melayani masyarakat dicanangkan. Pengawasan kepada reserse juga ditanamkan.

"Satu hal yang paling penting menjaga peradaban bangsa. Sebelum kita menjaga harus menjadi manusia yang beradab, memahami norma-norma dan kultur," terang Arief. (bersambung)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved