Menelusuri Jejak Aset PT BIG

Miliki Kantor Pusat 11 Lantai

Memang kepemilikan dari PT Benua Indah atas nama Budiono Tan

Editor: Arief
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Kantor PT Benua Indah Group, satu diantara aset Budiono Tan yang berada di Jl Teuku Umar, Pontianak, Kalimantan Barat. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Simbol kebesaran PT Benua Indah Grup (BIG) bisa jadi adalah kantor pusatnya di Jl Teuku Umar Pontianak. Gedung berlantai 11 itu menjadi aset yang seolah mengukuhkan kejayan PT BIG di eranya.

Kantor Pusat PT BIG di Pontianak ini, sebelum tutup masih sempat ditempati karyawannya. Termasuk, para karyawan yang menuntut kejelasan nasib mereka, beberapa kali mendatangi kantor ini.

Kantor ini sudah cukup lama terbengkalai. Warna awalnya yang cokelat kemerahan, perlahan pudar karena tidak terawat dengan baik. Seiring dengan Budiono Tan yang terlilit utang, dan berperkara hukum, kantor ini kemudian ditinggalkan.

"Memang kepemilikan dari PT Benua Indah atas nama Budiono Tan," kata Kepala Dinas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Pontianak, Junaidi, kepada Tribun, di ruang kerjanya, Rabu (14/1/2015).

Namun saat ini, lanjutnya, berdasarkan apa yang tertera dalam kepengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) sementara, tertera atas nama Man Bahar. Junaidi menjelaskan pemilik atas nama Man Bahar sampai saat ini, baru terdaftar mengurus perizinan IMB sementara. "Sedangkan untuk kepengurusan izin gangguan (HO) hingga saat ini belum ada," ujarnya.

Beberapa bulan terakhir ini, bekas kantor PT BIG ini sedang berlangsung proses pembangunan fondasi gedung lainnya. Beberapa alat berat canggih juga difungsikan. Namun sayangnya, Tribun belum mendapatkan data lengkap dari sisi luas bangunan yang akan didirikan serta berapa tingkat yang akan dibangun.

Pembangunan fondasi yang ada saat ini, tampak sangat luas dan cukup besar. Rencananya, di kawasan ini akan dibangun sebuah hotel dengan nama Swiss Bell. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun dari sumber terpercaya, Swiss Bell ini rencananya akan dibangun menjulang tinggi.

Bahkan, nantinya gedung ini akan memecahkan rekor gedung tertinggi yang ada di seluruh Kalbar. Jumlah lantai yang akan dibangun dipekirakan hingga 20. Pembangunan Swiss Bell ini mulai dilaksanakan November 2014 lalu.

"Sebelumnya memang milik Budiono Tan. Dan tahunya sudah dibeli oleh orang lain pada akhir 2014," kata satu di antara warga Jl Teuku Umar, Sri Rubianti (64).

Ia menjelaskan, aktivitas terakhir kantor tersebut pada 2014. Saat itu, banyak aksi demonstrasi di gedung mewah tersebut. "Sejak 2004 sudah tidak ada aktivitas. Aktivitas terakhir pada waktu itu karyawan melakukan demo menuntut pembayaran upah," ujarnya.

Kini, gedung tersebut beralih ke pemilik baru. Sri menyebut beberapa rumah warga di Gg Rakyat juga dibeli pemilik baru, dengan harga yang terhitung cukup tinggi hingga miliaran rupiah. "Banyak juga rumah di belakang gedung itu, di Gg Rakyat yang dibeli pemilik baru. Rumah merka rata-rata di beli dengan harga miliaran," imbuhnya.

Ia juga menuturkan sudah mendengar kabar terkait tindak pidana yang menimpa Budiono Tan. "Ada dengar, memang yang punya diproses sama polisi," kata ibu enam anak yang mengaku sudah tinggal di kawasan ini sejak 1986.

Bisa jadi aset yang ditelusuri Tribun, belum mencakup seluruh aset Budiono Tan. Sebab, yang ditelusuri hanya yang kasat mata. Tribun kemudian mencoba menggali informasi dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPNKL) Pontianak.

Kepala KPNKL Pontianak, Samsuddin, tidak bisa panjang lebar menyebut aset-aset Budiono Tan. Terutama yang berperkara dengan Bank Mandiri. Ia mengatakan, untuk kasus Budiono Tan dan Bank Mandiri, merupakan kewenangan KPKNL Jakarta. "Tetapi memang untuk eksekusi melibatkan KPKNL daerah," kata Samsudin, Selasa (13/1).

Untuk kasus seperti ini, kata Samsuddin ada azas yang perlu ditaati, yakni azas kompetensi wilayah. Sehingga, hanya KPKNL Jakarta yang mengetahui objek apa saja yang akan dieksekusi. "Kita itu dulu hanya sekadar membantu karena azas kompetensi wilayah, jika ada penyitaan aset dari Jakarta akan meminta bantuan ke KPNKL wilayah aset itu berada," ujarnya.

Samsuddin menuturkan dirinya tidak mengetahui secara terperinci, lantaran periode sebelumnya ia bertugas di Banjarmasin. Namun dari sekilas data yang pernah dilihatnya melalui surat-surat, ia mengatakan penyitaan saat itu dilakukan berkaitan dengan sawit.

"Yang saya tahu yang disita itu mengenai sawit. Dulu itu disita karena kredit macet kepada Bank Mandiri. Seingat saya ada empat bidang tanah kelapa sawit yang semuanya ada di Ketapang. Pada waktu itu pelaksanaan lelang sekitar 2009-2010. Prosesnya di Pengadilan, gono-gini tak bisa menyelesaikan kemudian KPKNL disita. Sempat diumumkan lelang. Namun tidak terjual.
Saya tidak tahu penyebabnya tidak terjual," papar Samsuddin.

Samsuddin menuturkan ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan dampak cukup luas dalam keterkaitan hutang piutang hingga berimbas pada beberapa proses kinerja KPKNL.

"Pada 2012 keluar putusan MK Nomor 77 yang isinya menyatakan, piutang dari BUMN bukanlah piutang negara. Secara nasional putusan ini berdampak. Sejak putusan itu, berarti kredit-kredit macet dari bank pemerintah maka kami tidak berwenang lagi. Kami tak bisa menerima yang baru, sementara yang lama harus dikembalikan," tegasnya.

Alhasil kata Samsuddin sejumlah pengurusan seperti kredit macet harus dikembalikan kepada Bank. "Dalam perkembangannya, saya tidak tahu persis, prosesnya mungkin sudah berjalan yakni di mana KPKNL Jakarta, mungkin sudah atau akan mengembalikan pengurusan kredit macet PT BIG ini ke Bank Mandiri, karena itu belum selesai. Untuk lebih jelas mungkin bisa dikonfirmasi ke KPKNL Jakarta," ujarnya.

Ia menjelaskan KPKNL Pontianak setidaknya hanya pernah menangani keterkaitan lelang yang permintaan bantuan disampaikan Pengadilan Negeri Ketapang. Kasus ini perdata. "Di lain pihak antara Bank Mandiri dan Budiono Tan, ada masalah perdata di Pengadilan. Gugat menggugat. Kemudian ada putusan yang bisa dieksekusi oleh PN Ketapang. Kalau tidak salah Februari 2012 atau 2013, satu asetnya laku dilelang. Yang melelang PN Ketapang melalui kantor kami," ujar Samsudin.

Seperti diketahui, PT BIG sendiri terdiri dari PT Antar Mustika Segara, PT Subur Ladang Andalan, PT Bangun Maya Indah, dan PT Duta Sumber Nabati. PT BIG membangun Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR-TRANS) terhadap lahan perkebunan kelapa sawit seluas 21.954 hektare untuk 10.977 kepala keluarga (KK) yang menjadi petani Plasma. (rizky zulham/novi saputra/selesai)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved