Smart Woman
Rela Jadi Guru Gratis
Jalannya sangat sempit. Berbatu dan licin jika hujan. Kadang saya sampai jatuh ketika melaluinya
WALAU usia Tati Hartati, ini tergolong masih muda, namun alumni Jurusan Bahasa Inggris FKIP Untan yang satu ini memiliki visi yang lebih kuat dibanding teman-teman seusianya.
Apa yang telah ia lakukan mampu memberikan contoh kepada orang-orang dewasa dan juga anak-anak muda lainnya. Tanpa digaji sepeserpun, ia rela berpanas-panasan, bahkan jika hujan harus basah kuyup, demi memberikan pendidikan kepada anak-anak yang membutuhkan. Dan demi proses itu, Tati tak dibayar, alias gratis.
Medan yang ditempuhnya tidak seperti medan yang biasa diperkotaan. "Jalannya sangat sempit. Berbatu dan licin jika hujan. Kadang saya sampai jatuh ketika melaluinya. Meskipun capek tapi melihat anak-anak murid saya, semuanya menjadi hilang," ujar Tati kepada Tribun, Kamis (11/7/2013).
Sudah hampir berjalan satu tahun lebih program pendidikan gratis ini. Tidak mudah baginya menjalankan kegiatan tersebut, apalagi setelah teman-teman seperjuangannya satu persatu mundur dari kegiatan yang dilakukan.
Yakni yang awalnya berjumlahkan dua belas relawan pengajar, setelah berjalan selama satu bulan, hanya tersisa dua orang. Salah satunya adalah Tati yang masih bertahan saat itu.
Waktu itu ia sempat down dan hampir menyerah. Namun melihat semangat anak-anak murid yang diajarnya memiliki antusias belajar tinggi, ia pun segera bangkit dan termotivasi kembali untuk tetap menjalankan pendidikan gratis tersebut.
Menurutnya, pada dasarnya banyak relawan yang bersedia melakukan kegiatan ini. Tapi mencari mereka yang bertahan lama melakoni program ini tidak begitu banyak. Bisa dihitung dengan jari.
"Saya merasa sebagai anak muda mencoba melakukan apa yang bisa dilakukan. Jika terus menunggu dan mengeluh terhadap pemerintah tidak ada gunanya. Olehkarena itu saya merangkul teman-teman melakukan suatu program yang bermanfaat. Di mana melalui program ini dapat memberikan solusi terhadap salah satu permasalahan yang dihadapi negara kita," ungkapnya.
Banyak kisah yang dapat diceritakannya lewat program tersebut. Di mana saat merintis program pendidikan gratis ini pertama kali di SD Miftahul Sholihin di Sungai Selamat Dalam.
Mayoritas murid-murid di sana adalah keluarga pemulung. Kadang habis memulung sampah, mereka pergi ke sekolah tanpa sepatu dan atribut lengkap selayaknya murid yang sekolah. Akan tetapi semangat mereka untuk belajar sangat tinggi.
Mereka adalah anak-anak yang masih lugu. Tingkah dan perilaku mereka sangat lucu. Jika kepanasan belajar, mereka keluar mandi ke parit lalu masuk lagi ke dalam kelas. Ada-ada saja tingkah yang kadang menurut Tati mengocak isi perutnya.
Ketika ditanyakan cita-cita mereka. Yang sangat miris jawaban mereka yaitu kalau sudah besar ingin jadi sopir, TKI, dan pembantu rumah tangga. "Mendengar jawaban mereka seperti itu, miris saya rasanya," imbuh Tati.
"Awalnya sulit bagi saya berkomunikasi kepada mereka ketika itu. Sampai harus menggunakan bahasa tubuh. Namun seiring berjalannya waktu saya sudah terbiasa dan mulai terbiasa. Sedikit banyak tahu bahasa mereka. Dan saya juga menerapkan bahasa Indonesia kepada mereka," tuturnya.
Selain kendala cara berkomunikasi yang dihadapinya, ketidaknyamanan saat turun hujan juga sangat dirasakannya. Yakni karena lokasi sekolahan itu bersebelahan dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA), aroma tak sedap sangat terasa sekali. "Bau-bau sampah terasa sekali kalau sudah hujan. Tidak mengenakan di hidung," ucapnya.
Walaupun banyak kendala dan tantangan yang dihadapinya saat itu, tapi ia tidak menyerah dan berhenti begitu saja. Semangat anak-anak itu membuatnya semakin mantap untuk terus memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak yang membutuhkan.
Banyak pengalaman berharga yang dapat dipetiknya lewat kegiatan ini. Ia mengatakan pada dasarnya di sini, bukan anak-anak tersebut yang belajar tapi justru ia belajar banyak dari murid-murid yang diajarkannya itu.
Setiap semester, ia selalu berpindah-pindah target lokasi program. Pertama ia sempat selama enam bulan memberikan pendidikan gratis di SD Miftahul Sholihin, Sungai Selamat Dalam. Dan semester kedua di Pesantren Hidayatul Muslimin, Parit Sembin, Kabupaten Kubu Raya.
Kini ia lagi tengah mempersiapkan untuk program selanjutnya. Di mana kelanjutan dari program-program yang sudah ada. Dan ia akan merangkul lebih banyak teman-teman volunter lainnya.