Melihat Dusun Wisata Sadap
Layak Mendapat Julukan "Heart of Borneo"
Untuk jalur udara dapat ditempuh selama 45 menit dari Bandara Supadio Pontianak ke Kota Putussibau, Kapuas Hulu.
Perjalanan menuju Kapuas Hulu dapat ditempuh melalui dua jalur, yakni udara dan darat. Untuk jalur udara dapat ditempuh selama 45 menit dari Bandara Supadio Pontianak ke Kota Putussibau, Kapuas Hulu.
Tribun bersama media lokal maupun media nasional menempuh jalan darat. Perjalanan dimulai Sabtu, 29 Oktober 2011 pukul 15.00 WIB dari Kota Pontianak menuju Kota Putussibau. Jika melalui jalan darat, kita bisa memakai jasa transportasi bus Rp 175 ribu-Rp 250 ribu per orang atau jasa travel Rp 300-Rp 400 ribu per orang.
Perjalanan Tribun ke Bumi Uncak Kapuas, sebutan Kabupatan Kapuas Hulu, ditempuh selama 14 jam, dengan beberapa kali berhenti untuk mengisi perut. Esok harinya, Minggu (30/10/2011) pukul 04.00, kami sampai di Kota Putussibau dengan disambut kalimat "Selamat Datang di Bumi Uncak Kapuas".
Karena kegiatan kami bukan di ibu kotanya, Putussibau, maka selang dua jam setelah merelaksasikan otot-otot yang kaku selama di kendaraan, kami pun melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sebenarnya. Tepat pukul 08.00, perjalanan dilanjutkan menuju Dusun Sadap, Desa Manao Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu. Cukup melelahkan juga, karena harus berjam-jam duduk di dalam kendaraan menuju lokasi.
Namun, seperti julukannya, Heart of Borneo, maka sepanjang jalan tersaji pemandangan alam, budaya, dan sosial masyarakat yang sungguh berbeda dan menyegarkan mata. Karena target operasi ini adalah Dusun Sadap, kendaraan kami pun melaju kencang di jalanan yang berkelok-kelok, turun naik gunung yang sebagian beraspal dan sebagian lainnya masih dalam perbaikan.
Setelah 93 kilometer atau 1,5 jam, kami tiba di Unit Perpustakaan Taman Nasional Betung Kerihun Dusun Mataso. Karena waktu sudah menunjukan pukul 09.30, kami kembali menggeber kendaraan menuju target, Dusun Sadap, yang akan diresmikan menjadi Dusun Wisata oleh Bupati Kapuas Hulu, Abang Muhammad Nasir.
Acara peresmian dimulai ketika Bupati Abang M Nasir tiba di lokasi dengan disambut iringan tarian dan musik tradisional selamat datang oleh anak-anak suku Dayak Iban di Dusun Wisata Sadap. Prosesi dilanjutkan dengan ritual adat pemotongan kayu di pintu gerbang masuk dusun oleh Bupati dan pemotongan babi oleh tamu dari Jerman.
Dusun Sadap yang diresmikan ini, kerapkali menjadi destinasi para turis, terutama dari mancanegara. Dusun Sadap ini baru satu-satunya yang ditetapkan pemerintah daerah setempat menjadi Dusun Wisata di Bumi Uncak Kapuas. Dusun Sadap ditetapkan menjadi Dusun Wisata karena dusun ini merupakan pintu masuk ke obyek wisata di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK).
Jaraknya yang relatif dekat dengan kawasan TNBK menjadikannya tujuan wisatawan asing maupun lokal, dan telah memiliki sarana prasarana permulaan untuk kenyamanan para tamunya. Tidak hanya itu, Dusun Sadap juga sudah memiliki kelembagaan pengelola jasa ekowisata, tur operator lokal, dan yang tentu saja membuat menarik karena disajikannya atraksi budaya, adat, seni, kerajinan, dan atraksi alam yang menantang jiwa-jiwa petualang.
Bercerita tentang Dusun Sadap, awal keberadaan dusun ini dimulai pada pertengahan abad ke-18 (sekitar tahun 1880). Seorang perantau bernama Munte dari suku Iban Malaysia merantau ke Indonesia di wilayah Sungai Embaloh, kemudian menikah dengan Bantaan dari suku Tamambaloh.
Pasangan ini membangun rumah di Muara Sungai Pangalin. Beberapa tahun kemudian, mereka pindah ke Sungai Pasit dan dikaruniai anak. Tapi, akhirnya mereka cerai dan Munte tinggal sendirian di Sungai Pasit. Selang beberapa waktu, Gansau, kerabat Munte, datang untuk tinggal bersamanya dan ia menikah dengan suku Tamambaloh. Mereka tinggal di tempat yang bernama Sadap/Kanyau dan dikarunia anak yang diberi nama Mayang (1890).
Mayang dinikahkan dengan Luta, pria dari Malaysia dan mereka diberkahi anak yang diberi nama Umi (sekitar 1930). Lalu, Umi menikah dengan Panggai dan keduanya diberi keturunan yang diberi nama Silvester Jua (1964). Akhirnya Silvester Jua menikah dengan wanita dari suku Dayak Tamambaloh bernama Daria. Kisah ini pun berlanjut melahirkan keturunan dari generasi ke generasi di Dusun Sadap.
Keberadaan Dusun Sadap ditandai dengan rumah Betang yang pertama dibuat Tembawang Bukuh pada abad ke-18 oleh suku Dayak Iban di Sungai Embaloh/Kanyau. Rumah betang ini terbuat dari kayu bulat meranti/kapur (tiang), bambu, kulit kayu, dan papan (dinding), serta atap dari daun sagu. Sementara itu, suku Dayak Iban dipimpin seorang tuai yakni Gasing, dan rumah betang dipimpin seorang tuai bernama Jabu.
Pada abad ke-19, rumah betang dipindahkan ke lokasi di sungai Sadap dan dipimpin oleh Tuai Rumah bernama Punggo, dilanjutkan Kuyah AR. Tuai rumah pertama yang memimpin Rumah Betang Sadap adalah Gasing (1930-1954), Ribut (1956-1986) dan D Atan (1987- sekarang). (bersambung.....)