Semalam di Pedalaman, Sejarah Digelarnya Pekan Gawai Dayak Kalbar di Pontianak

Bermula dari pementasan teater dengan lakon Nek Dara Hitam atau Puteri Tembawang Selimpak di Taman Budaya Kalbar, Pontianak

Penulis: Anesh Viduka | Editor: Madrosid
TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA
Penampilan para penari dalam pembukaan Pekan Gawai Dayak (PGD) provinsi Kalimantan Barat ke-34 di rumah Radakng, Pontianak, Senin (20/5/2019). 

Semalam di Pedalaman, Sejarah Digelarnya Pekan Gawai Dayak Kalbar di Pontianak

PONTIANAK - Bermula dari pementasan teater dengan lakon Nek Dara Hitam atau Puteri Tembawang Selimpak di Taman Budaya Kalbar, Pontianak, pada tahun 1985.

Lakon ini ditulis dan disutradarai oleh Joseph Odillo Oendoen, yang sekarang menjabat sebagai ketua Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) Kalimantan Barat di Pontianak.

Ini teater pertama kali di Pontianak dengan latar belakang etnis Dayak.

Satu di antara inisiator Gawai Dayak di Pontianak, Joseph Odillo Oendoen menceritakan bahwa saat itu penonton yang diharapkan hadir adalah masyarakat Dayak.

"Memang pada saat itu tanggapan dari masyarakat kita sangat minim, nah itulah yang menguatkan saya untuk berpikir dan mencoba berbuat bahwa kesenian Dayak harus eksis, harus muncul di Pontianak, karena etnis Dayak adalah penduduk aseli Kalimantan," ceritanya saat ditemui Tribun Pontianak di Rumah Radakng.

Baca: Dandim 1205/Sintang Pimpin Upacara Harkitnas ke-111 di Kabupaten Sintang

Baca: Dewan Adat Dayak Singkawang: Perbedaan Itu Anugerah, Damai Itu Indah

Baca: Hikmah Jasmani Bagi yang Berpuasa, Bupati Sintang Sebut Beberapa Penyakit Ini Mulai Hilang

"Sejak tahun 1958, kebetulan saya kelahiran tahun 1958, pada saat itu sampai 1985 tidak pernah ada satupun pementasan budaya seni Dayak, itulah yang membuat saya lebih yakin bahwa kita harus buat sesuatu untuk kesenian Dayak," katanya.

Saat itu di Pontianak ada sembilan sanggar, delapan sanggarnya adalah seni pertunjukan dan satu sanggarnya lagi adalah sanggar media rekam dan musik.

Kemudian Ia bersama dua tokoh Dayak yang pada waktu itu aktif dalam bidang kesenian yaitu Moses Nyawath Elmoswath (alm) dan Drs SM Kaphat mencoba mengumpulkan teman-teman dari sembilan sanggar kesenian ini.

Proses berkumpul itu setelah pementasan Nek Dara Hitam, jadi kurang lebih memerlukan waktu tujuh atau delapan bulan, kalau pementasan Nek Dara Hitam itu pada pertengahan tahun 1985, kemudian deklarasi terbentuknya Sekretariat Bersama Kesenian Dayak Kalimantan Barat di Pontianak pada 12 Maret 1986, dan pada tahun itu lah pertama kali digelar acara budaya Dayak dengan nama "Semalam Di Pedalaman" yang digerakkan oleh tiga tokoh budaya Dayak, yakni Joseph Odillo Oendoen, Moses Nyawath Elmoswath (alm), dan Drs SM Kaphat.

"Jadi Gawai Dayak itu bermula dari acara budaya Dayak yang dinamakan Semalam di Pedalaman, itu kita gelar tanggal 20 Mei 1986 di gedung Arena Remaja (saat ini PCC Pontianak) memang pada waktu itu hanya satu hari," cerita Joseph.

Sejak itu, setiap tahunnya pada tanggal 20 Mei masyarakat Dayak di Kota Pontianak melaksanakan pergelaran seni budaya Dayak.

Kemudian pada tahun ke-3 (1988) nama Semalam di Pedalaman berubah menjadi Gawai Dayak.

Sampai tahun 1992 acara Gawai Dayak hanya digelar satu malam saja , kemudian pada tahun 1993 acara Gawai Dayak bertambah dari satu hari menjadi 4 hari dan lebih, kemudian namanya berubah menjadi Pekan Gawai Dayak, sampai saat ini.

"Nah kalau dulu ada sembilan sanggar penggerak, sekarang dibawah Sekberkesda itu sendiri ada 53 sanggar, jadi perkembangannya sangat luar biasa," Jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved