Utang Luar Negeri Indonesia ke China Rp 248,4 Triliun, Fadli Zon Ingatkan Hati-hati Proyek OBOR Cina

Utang Luar Negeri Indonesia ke China Rp 248,4 Triliun, Fadli Zon Ingatkan Hati-hati Proyek OBOR Cina

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Twitter Fadli Zon
Utang Luar Negeri Indonesia ke China Rp 248,4 Triliun, Fadli Zon Ingatkan Hati-hati Proyek OBOR Cina 

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, soal utang Cina memang tak bisa dianggap kecil.

Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia melalui Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2019, status terakhir posisi utang luar negeri pada Februari 2019 dari Pemerintah Cina adalah sebesar US$17,7 miliar, atau setara Rp248,4 triliun dengan kurs Rp14.000.

Dari jumlah tersebut, yang dikelola Pemerintah sebesar Rp 22,8 triliun, sementara sisanya, sebesar Rp 225,6 triliun, dikelola oleh swasta.

Perlu diketahui, dalam pencatatan data utang, utang BUMN kita dicatatkan sebagai utang swasta.

Sekali lagi, kita harus berhati-hati dalam bersinggungan dengan proyek OBOR atau BRI yang digagas RRC.

Baca: Fadli Zon Soroti MoU Proyek OBOR China, Ada Tiga Alasan Kenapa Perjanjian Itu Tak Pantas Dilakukan

"Jangan sampai kepentingan nasional kita tergadaikan karena diplomasi dagang dan pertahanan kita didikte oleh kepentingan sejumlah elite," katanya.

Hal itu disampaikan Fadli Zon saat mengomentari penandatanganan 23 Memorandum of Understanding (MoU) terkait proyek OBOR (One Belt One Road), atau yang kini telah direvisi menjadi proyek Belt Road Initiative (BRI).

Dirinya mengajak untuk sama-sama menyoroti penandatanganan 23 Memorandum of Understanding (MoU) tersebut.

Penandatanganan 23 Memorandum of Understanding (MoU) itu dilakukan antara sejumlah pebisnis Indonesia dan Cina dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt Road Initiative (BRI) di Beijing pada 27 April 2019 silam.

Menurut Fadli, penandatanganan kerjasama yang disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan itu berpotensi memperlemah kedaulatan ekonomi dan politik RI.

"Setidaknya ada tiga alasan kenapa perjanjian-perjanjian itu tak pantas dilakukan dan perlu ditinjau ulang," tulis Fadli Zon di akun Twitternya.


Pertama, hampir semua yang disebut sektor swasta di Cina pasti berafiliasi dengan BUMN ataupun pemerintah RRC.

"Sehingga, dalih perjanjian yang diteken skemanya “Business to Business” (B to B), bukan “Government to Government” (G to G), dengan sendirinya jadi mentah," tulis politisi Partai Gerindra ini.

Kedua, proyek itu terkait dengan soal geopolitik dan geostrategis yang tak bisa digampangkan sebagai semata urusan bisnis dan investasi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved