Internasional
Reaktor Nuklir Pertama Arab Saudi Hampir Selesai Dibangun
Arab Saudi dilaporkan hampir menyelesaikan pembangunan reaktor nuklir pertama mereka, berdasarkan citra satelit terbaru.
Reaktor Nuklir Pertama Arab Saudi Hampir Selesai Dibangun
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, RIYADH — Arab Saudi dilaporkan hampir menyelesaikan pembangunan reaktor nuklir pertama mereka, berdasarkan citra satelit terbaru.
Dilansir The Guardian Kamis (4/4/2019), reaktor itu berada di kota King Abdulaziz yang diperuntukkan bagi pengembangan sains dan teknologi.
Situs itu pertama kali diidentifikasi oleh Robert Kelley, mantan Direktur Inspeksi Nuklir Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Kelley menjelaskan, reaktor penelitian itu mempunyai daya 30 kilowatt yang disebut tidak jauh lagi bakal selesai dan beroperasi.
Baca: Proyek Reaktor Nuklir Pertama Arab Saudi Hampir Rampung, Robert Kelley Paparkan Tujuan Pembangunan
Baca: 36 Negara Kecam Arab Saudi Atas Pembunuhan Jurnalis Jamal Khashoggi, Sepakat Minta Investigasi
"Saya memprediksi mereka bakal selesai. Jika telah memasang atap dan listriknya menyala, dalam waktu satu tahun," tutur pejabat yang sudah mengabdi selama 30 tahun di IAEA.
Citra satelit menunjukkan adanya wadah tabung setinggi 10 meter yang menjadi tempat bahan bakar nuklir, dengan para pekerja melakukan penyelesaian akhir.
Kelley berkata tujuan utama dari pembangunan reaktor itu adalah bersifat penelitian, dengan sasarannya adalah melatih calon teknisi.
Namun, dia tidak menafikan fakta lain. Karena itu sebelum bahan utama nuklir dimasukkan, Saudi terlebih dahulu harus memenuhi serangkaian prosedur.
Termasuk di dalamnya setuju mengundang pengawas IAEA untuk memastikan reaktor tersebut tidak disalahgunakan untuk memproduksi senjata.
Citra yang pertama kali dipublikasikan Bloomberg terjadi di tengah isu pemerintah Amerika Serikat ( AS) menjual teknologi nuklir ke Riyadh.
Beredar laporan Kementerian Energi AS memberikan tujuh izin terhadap transfer informasi nuklir yang bersifat sensitif kepada Saudi.
Baik Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Energi Rick Perry dipanggil Kongres yang meminta penjelasan perusahaan apa aja yang terlibat dan untuk apa tujuannya.
Saudi bergabung dengan Perjanjian Antisenjata Nuklir (NPT) pada 1988, tetapi menyepakati aturan perlindungan IAEA pada 2005.
Pada saat yang sama, mereka membebaskan diri dari inspeksi rutin dengan meneken protokol yang dirancang bagi negara dengan jumlah bahan nuklir kecil.