DR Aswandi Kritisi Kebijakan Pemprov Kalbar Akan Gratiskan Sekolah, Justru Berikan Saran Begini

Pengamat Pendidikan, DR Aswandi menanggapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat realisasikan program-program

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
ISTIMEWA
Wakil Rektor Bagian Akademik Untan, Dr Aswandi 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Pendidikan, DR Aswandi menanggapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat realisasikan program-program yang dicanangkan guna membenahi sektor pendidikan di Provinsi Kalimantan Barat.

Beberapa diantaranya siap dan mulai realisasi pada Tahun 2019 seperti biaya pendidikan tingkat SMA/SMK Negeri Tahun ajaran baru 2019 gratis sebesar uang iuran, pembangunan satu sekolah unggulan khususnya SMK di setiap kabupaten, serta kebijakan beasiswa bagi siswa dan siswi SMA/SMK swasta kategori miskin.

 Terlebih porsi anggaran pendidikan terbilang besar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalbar Tahun Anggaran 2019.

Jika dikalkulasikan, prosentase anggaran pendidikan ditambah anggaran sektor kesehatan mencapai angka lebih dari 40 persen dari total APBD Kalbar Tahun 2019 sebesar Rp 5.760.665.710.092 atau Rp 5,76 Triliun.

Baca: Bagian Tengah Jembatan Rusak Hanya Dilapisi Plat Baja, Undang Bahaya Bagi Pengendara Sepeda Motor

Baca: Terungkap Alasan 2 Pengusaha Surabaya Berubungan Intim dengan Vanessa Angel dan Avriellya Shaqila

Baca: Dewan Apresiaisi Komitmen Kapolres Sanggau Yang Akan Menindak Oknum Anggotanya Terlibat Narkoba

Simak kritisi dan sarannya saat diwawancarai Minggu (6/1/2019) dalam tulisan berikut ini :

“Banyak daerah mengklaim bahwa mereka telah alokasikan dana 20 persen bahkan lebih karena itu aturan Undang-Undang yang mengharuskan minimal 20 persen dari APBN atau APBD untuk sektor pendidikan.

Tapi, itukan tidak termasuk gaji guru. Coba lihat itemnya, kalau tidak masuk gaji guru, bisa saja tidak mencapai 20 persen atau lebih. Kalau masuk gaji guru itu bisa saja sampai atau melebihi angka 20 persen, tapi itu kan tidak dihitung.

Saya menyarankan petakan dulu persoalan pendidikan SMA/SMK se-Kalbar itu dimana? Apakah angka partisipasi banyak anak tidak sekolah, lalu harus digratiskan orang agar sekolah ?

Apakah itu masalah pendidikan sekolah menengah ? Di Kalbar ini harus dipetakan betul. Ini supaya ibaratnya kita menggaruk yang “gatal”, bukan menggaruk yang “tidak gatal”. Jangan sampai kita menggaruk yang “tidak gatal”. Ini namanya tidak tepat sasaran.

Kalau ternyata anak tidak sekolah karena tidak ada uang, ya tidak apa-apa ada program Pemerintah Provinsi Kalbar menggratiskan pendidikan bagi SMA/SMK Negeri.

Tapi, apakah itu masalah sekolah menengah? Masalah sekolah menengah itu karena banyak pengangguran. Ada program untuk meningkatkan SMK, itu tidak dilanggar Undang-Undang karena ada kewajiban Pemprov mereposisi SMK. Jangan sampai SMK itu nganggur.

Saya tidak masalah jika ada duit untuk menggratiskan sekolah. Pendidikan itu tidak cukup besarnya anggaran. Di Amerika Serikat besar anggaran, tapi pendidikannya tidak maju.

Baca: Sutarmidji Tegaskan Program-Program Pendidikan Siap Direalisasikan Tahun 2019

Baca: Begini Cara Booking dan Bayar Vanessa Angel & Avriellya Shaqila, Pengusaha Transfer DP 30 Persen!

Baca: Terungkap Alasan 2 Pengusaha Surabaya Berubungan Intim dengan Vanessa Angel dan Avriellya Shaqila

Di Finlandia kecil anggaran hanya 14 persenan, maju pendidikannya. Tidak mesti yang besar anggaran, maka pendidikan maju.

Tepat sasaran ndak duit itu yang paling penting. Yang jadi koreksi bagi kita adalah apakah menggratiskan anak sekolah itu sasaran tepat. Saya khawatir malah nanti masyarakat berpikir praktis karena seklah gratis.

Jangan sampai sekolah gratis hanya untuk membayar janji politik saja.

Kenapa tidak meningkatkan mutu untuk anak sekolah saja. Menurut saya itu lebih bagus.

Saya lebih cenderung duit itu dihabiskan bukan untuk menggratiskan, tapi untuk meningkatkan mutu sekolah menengah secara keseluruhan di Kalbar.

SMA dan SMK itu kewenangannya di Pemprov.

Namun, kalau duit anggaran banyak sih tidak masalah menggratiskan sekolah. Hanya saja kalau tidak tepat sasaran percuma. Pahamkan betul apakah persoalan pendidikan kita memang harus dijawab dengan menggratiskan. Jangan-jangan tidak.

Sekali lagi, kalau banyak duit anggaran saya tidak permasalahkan, tapi jangan sampai hanya politis. Tidak menjawab persoalan pendidikan sebenarnya.

Kalau masalah tingkatkan mutu, oke lah. Kalau mau baguskan sekolah atau bangun sekolah, oke lah. Kenapa tidak bangun sekolah banyak-banyak saja.

Buat sekolah berkualitasdan bermutu, nanti orang-orang akan datang dan mau sekolah kok walaupun bayar.

Bangun saja sekolah yang bagus banyak-banyak. Jangan hanya satu saja di kabupaten/kota.  Kenapa ndak dua atau tiga atau lebih.

Jika sekolah digratiskan, banyak nanti dampaknya. Orang akan merasa tidak berjuang. Mereka berpikiran kan gratis, ndak naik pun tidak apa-apa. Ini juga tidak bagus untuk mendidik masyarakat.

Pendidikan tidak hanya urusan pemerintah, tapi juga urusan keluarga dan masyarakat.

Apa benar menggratiskan sekolah ini jawaban semua pendidikan di Kalbar? Kalau iya, tidak masalah. Misalnya anak-anak tidak sekolah karena benar-benar tidak punya uang.

Atau jangan-jangan karena faktor lain. Coba lihat di Kabupaten Sambas sana, banyak anak-anak tidak sekolah dan bukan karena masalah duit.

Tapi, mereka berpikiran bahwa tamat sekolah itu ujung-ujungnya juga tidak bekerja. Mereka ingin cepat bekerja, makanya tidak melanjutkan sekolah.

Persoalannya lain kan, coba bedah betul-betul.

Pendidikan harus bertanggung jawab semua. Orangtua harus merasakan bahwa mereka membayar pendidikan. Pemerintah dan semua pihak juga begitu.

Saran saya paling pas adalah program pendidikan bermutu untuk sekolah. Sekolah bermutu atau unggulan jangan cuma satu di kabupaten. Cukup kah dengan Kalbar yang luas ini.

Kita lihat saja implementasi programnya nanti, kita evaluasi. Biaya pendidikan sifatnya berkesinambungan, kalau besok digratiskan maka masa-masa mendatang juga harus digratiskan.

Ibaratnya sama seperti ketika kita naik gaji, maka tentu tidak mau kalau diturunkan di masa-masa mendatang bagaimanapun kondisi resesi ekonomi.

Saya mendapat informasi dari kepala sekolah-kepala sekolah yang tidak suka penerapan sekolah gratis. Sebab, kepala sekolah punya target meningkatkan mutu melalui partisipasi orangtua.

Tapi, nanti kita lihat saja lah karena niatnya bagus juga untuk membantu masyarakat kan. Kita hargai saja itu, kita lihat hasilnya seperti apa. Saya khawatir masalah kita bukan itu. Masalah kita adalah pendidikan yang tidak bermutu, lalu anak SMK tidak terampil dan menganggur.

Kenapa tidak itu yang tingkatkan? Kenapa tidak sarana pendidikan yang dtingkatkan ? Tapi itu kan kebijakan tidak populis. Kalau gratiskan sekolah, itu kan kebijakan populis, secara politis naik nilainya. Tapi kita tidak mau lah seperti itu.

Yuk Subscribe Youtube Tribun Pontianak:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved