Citizen Reporter
Gelar Diskusi Publik Isu SARA dan Hoaks, Himapol Untan Hadirkan Tiga Narasumber Ini
Narasi yang relevan bukan isu utama. Publik disesati dengan isu yang tidak penting dan tidak relevan
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Citizen Reporter
Mahasiswa FISIP Untan, Fajar B
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Himpunan Mahasiswa Politik (HIMAPOL) Untan Indonesia Koordinator Wilayah 3 dan HIMAPOL Untan menggelar diskusi publik di Campus Coffe, Jalan Ahmad Yani 1, Kota Pontianak, Selasa (27/11/2018) malam.
Diskusi yang diikuti oleh ratusan mahasiswa dan mahasiswi itu bertema Mengawal Demokrasi Bermartabat Tanpa Propaganda Sara dan Hoax.
Ada tiga narasumber berkompeten yang dihadirkan diantaranya Pengamat Politik dari Manilka Research and Consulting Herzaky M Putra, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pontianak Pdt Iwan Luwuk dan Peneliti Hoax Crisis Center (HCC) Kalimantan Barat Rizky Prabowo Rahino.
Dalam pemaparannya, Pengamat Politik Herzaky M Putra mengatakan isu politisasi bernuansa Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) dan hoaks yang beredar dalam kehidupan masyarakat merupakan isu tidak penting.
“Menurut saya, isu politisasi SARA dan hoaks itu adalah isu-isu pinggiran. Isu yang tidak penting. Hanya kecenderungannya memang selalu dibesar-besarkan oleh media dan oknum-oknum tertentu,” ungkapnya.
Baca: Ulah Penonton, Laga Bali United Vs Persija Sempat Dihentikan! Tonton Live Streaming Indosiar di Sini
Berdasarkan pengamatannya, saat ini lingkungan politik dan atmosfer politik Indonesia kurang sehat. Hal ini lantaran adanya narasi-narasi yang timbul dalam perdebatan politik.
“Narasi yang relevan bukan isu utama. Publik disesati dengan isu yang tidak penting dan tidak relevan. Saat ini narasi kita di media massa di sesati, kemudian didorong sehingga jadi isu utama,” jelasnya.
Baca: Nyate dan Ngebakso Bersama Gubernur, Manaf: Tujuan Edukasi Pentingnya Protein Hewani
Peneliti Hoax Crisis Center (HCC) Kalimantan Barat, Rizky Prabowo Rahino menimpali hoaks-hoaks yang beredar di dunia media khususnya media sosial dijadikan oleh oknum-oknum elite politik sebagai senjata politik.
Terutama bagi elite-elite politik yang tidak mampu tawarkan program, visi dan misi sebagai upaya atasi segala problema yang terjadi di kehidupan masyarakat.
“Di tahun politik, lazimnya tren hoaks akan meningkat. Berdasarkan pantauan secara nasional, hoaks menyerang kedua kandidat pasangan calon presiden. Di Kalbar, saat ini belum begitu klimaks. Namun, diperkirakan semakin meningkat intensitasnya ketika Pilpres dan Pileg semakin dekat,” terangnya.
Ia menimpali sudah saatnya elite politik berpolitik dengan elegan dan santun. Tidak saling menghujat dan menjatuhkan, sebab masyarakat sudah jengah dengan dinamika politik yang ditunjukkan oleh elite-elite politik. Elite politik harus merealisasikan politik kebajikan sehingga tidak hanya jadi jargon semata.
“Lebih baik tawarkan visi, misi dan program terbaik. Pendidikan politik harus dibarengi dengan pendidikan literasi agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan hoaks. Pemberantasan hoaks harus dilakukan dari sisi hilir dan hulu. Ini peran bersama, tidak hanya pemerintah,” imbuhnya.
“Generasi muda harus jadi garda terdepan lawan hoaks dan pencerah informasi melalui kontra-kontra narasi terhadap segala informasi yang beredar. Dampak hoaks paling tragis adalah permusuhan sesama anak bangsa dan disintegrasi bangsa. Hoaks berupaya meraih simpati dan empati guna melenyapkan rasa kemanusiaan. Mari rawat akal sehat dan nurani kita,” tandasnya.