Seringnya OTT Kepala Daerah, Ferrys Zainuddin: Bukti Hukum Indonesia Tak Memberikan Efek Jera

karena penegak hukum kita (KPK) tidak mempunyai kemampuan mengungkap kasus selain OTT

Penulis: Syahroni | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu saat tiba di Gedung KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (18/11/2018) sekira pukul 14.31 WIB. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Syahroni 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - "Kepala Daerah di Indonesia terkena Operasi Tangkap Tangan (OTR) untuk kesekian kalinya, karena kasus korupsi. Ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak memberikan dampak penjeraan terhadap masyarakat untuk terus berbuat seperti itu. Bahkan seperti yang menimpa Bupati Pakpak Bharat, Remigo Yolando Berutu yang juga aliran dana korupsinya kepada jajaran Polda Sumatera Utara yang merupakan penegak hukum,"terang Pengamat Hukum Untan, Ferrys Zainuddin, Senin (19/11/2018).

Hukum dulu berfungsi sebagai alat penjera, namun saat ini nalurinya adalah perubahan mental dan merubah yang jahat menjadi baik. Kalau jaman dulu memang betul, hukum untuk penjeraan,  sehingga jaman itu penjara keras biar orang jera. 

Sekarang dengan sistem pemasyarakatan penjara tidak boleh keras,  fungsi hukum bukan lagi sebagai penjera, hukum tidak membuat orang jera, tapi hanya merubah bagaiman masyarakat yang jelek itu menjadi baik. 

Baca: Usai Pelantikan, Edi Kamtono-Gusti Ramlana Dibanjiri Ucapan Selamat

Inilah yang terjadi saat ini, walaupun tidak sedikit kepala daerah yang terkena OTT tapi masih saja tidak memberikan efek pada yang lainnya","tambahnya lagi. 

Konsep pembinaan itu sampai saat ini belum ada, kita merubah hukum dari penjeraan menjadi pemasyarakatan. Kalau kita belum mampu memasyarakatkan orang, buat saja penjeraan agar mereka jera. 

Saya melihat pembinaan kita belum ada tenaga ahlinya, sehingga para masyarakat  tidak jera melakukan korupsi walaupun setiap hari dilakukan OTT oleh KPK,"imbuh Zainuddin.

Seringnya OTT di negara kita saat ini, karena penegak hukum kita (KPK) tidak mempunyai kemampuan mengungkap kasus selain OTT. Kalau tidak ada OTT bagaiamana mereka menangkap orang, itulah persoalannya. 

Baca: Dua Tokoh Pendidikan Kalbar Raih Penghargaan PGRI Award 2018, Inilah Orangnya

OTT yang dilakukan, saya melihatnya sama persis dengan jaman Presiden Soeharto adanya penembak misterius, hal itu karena kegagalan dalam menegakan hukum, sehingga main paksa. 

"OTT  sama halnya dengan Petrus, kalau kita memandang dari segi hukum perbuatan yang salah. Tidak boleh menyadap rahasia orang, tapi ini dipaksakan boleh,"jelasnya.. 

Kita sebetulnya kasian juga sama masyarakat kita, mengapa mereka masih rebutan menjadi kepala daerah, padahal mereka tahu sekian persen sudah ditangkap. 

Baca: Lantik Wali Kota Edi dan Bupati Gusti Ramlana, Ini Permintaan Sutarmidji

Mahalnya biaya politik menjadi satu diantara sebab kepala daerah melakukan tindakan korupsi. Kemudian adanya janji-janji pada pendukung yang membantu saat proses menjadi kepala daerah

OTT saat  ini memang masih menjadi cara efektif menjerat para koruptor karena belum menemukan formula baru cara mengungkapkan kasus korupsi. Ilmuan dan penegak hukum kita belum mampu menemukan cara efektif mengungkap kasus selain OTT

"Ini harus menjadi warning bagi kepala daerah lainnya, termasuklah di Kalbar" tukasnya. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved