Film Dokumenter Grindcore 'Slave To The Grind' Akan Diputar di Pontianak, Ini Jadwal Pemutarannya

Film arahan Doug Robert Brown ini menceritakan kisah kelahiran genre musik tercepat dan paling agresif di dunia, hasil penggabungan

Penulis: Rizki Fadriani | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
film dokumenter berjudul Slave To The Grind. 

Citizen Reporter

Koordinator Pemutaran Film Dokumenter Grindcore “Slave To The Grind” Pontianak

Aldiman Sinaga

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kabar baik untuk penikmat musik grindcore di Indonesia. Pasalnya Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menyelenggarakan pemutaran film dokumenter berjudul Slave To The Grind.

Film arahan Doug Robert Brown ini menceritakan kisah kelahiran genre musik tercepat dan paling agresif di dunia, hasil penggabungan antara musik Punk dan Metal.

Film yang digarap oleh rumah produksi Death By Digital yang berbasis di Toronto, Kanada, sejak tahun 2015 silam ini akan diputar di lebih dari 20 kota di Indonesia selama akhir Oktober 2018.

Baca: Seperti Kembar! Artis Hollywood Ini Mirip Banget dengan Marshanda, Ini Foto-fotonya!

Pontianak sendiri terjadwal akan memutar film ini pada (28/10/2018).

Sebelumnya, film ini telah tayang primer di Calgary Underground Film Festival yang diadakan di Calgary, Kanada, (21/4/2018) lalu.

Sebagai rangkaian promosi, film ini juga telah diputar di berbagai festival musik dan film di berbagai negara diantaranya Obscene Extreme (Ceko), Oakland Deadfest (AS), San Francisco Frozen Film Festival (AS), Grossman’s Fantastic Film and Wine Festival (Slovenia) dan masih banyak lagi.

Slave To The Grind menampilkan banyak wawancara yang berasal dari musisi-musisi bawah tanah dunia diantaranya Pig Destroyer, Napalm Death, Brutal Truth, Repulsion, Carcass, Fuck The Facts, Municipal Waste, Discordance Axis, Anal Cunt dan masih banyak yang lainnya.

“Film ini akan diputar di beberapa kota dari beberapa pulau di Indonesia. Harapannya agar teman-teman baik penggiat musik maupun penggemar saling mendapatkan informasi. Ini juga jadi kesempatan baik untuk menunjukan bahwa antusias dan para pelaku musik bawah tanah di Indonesia layak diperhitungkan,” ujar Afriyandi Wibisono, koordinator pemutaran film Slave To The Grind di Indonesia.

Terkait teknis pemutaran, dirinya telah melakukan komunikasi dengan teman-teman pelaku musik serta komunitas di kota-kota yang berpartisipasi dalam agenda pemutaran ini.

“Antusias dari teman-teman di berbagai kota sangat banyak, terlebih saat menit-menit terakhir. Sejauh ini ada 21 kota yang telah mengkonfirmasi kesediaan. Mereka adalah teman-teman yang berasal dari berbagai kolektif,” imbuhnya.

Pemutaran film dokumenter Slave To The Grind, di berbagai kota di Indonesia dilakukan dengan cara beragam. Ada yang diselenggarakan bersama acara musik atau membuat diskusi dengan tokoh-tokoh musik setempat.

“Kami mempersilakan teman-teman untuk membuat sendiri konten acaranya mau seperti apa. Yang terpenting film ini bisa tersampaikan secara maksimal. Pemutaran film ini juga dilakukan secara swadaya oleh teman-teman di masing-masing kota yang terlibat” kata Afriyandi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved