Ramadan 1439 H
Nuansa Beda, Inilah Para Mahasiswa Indonesia Berpuasa di Eropa
Menjalani puasa jauh dari Tanah Air memberikan kesan tersendiri bagi Hani. Banyak hal yang ia rindukan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Di Indonesia, umat muslim berpuasa selama sekitar 13-14 jam, dimulai sekitar pukul 04.00 dan berakhir sekitar pukul 18.00.
Lalu, bagaimana dengan puasa di negara lain, seperti di negara-negara Eropa yang durasi siangnya relatif lebih panjang? Menjalani ibadah puasa di negeri orang, pasti memberikan nuansa dan pengalaman yang berbeda. Berikut ini dua kisah dari para WNI yang saat ini tengah berada di Eropa.
(Baca: Mau Mudik Lebaran, Ini Tips Rumah Aman Yang Perlu Diperhatikan Saat Mudik )
Polandia Umi Hani, merupakan seorang mahasiswa asal Indonesia yang tengah menempuh pendidikan S2 di Jurusan Molecular Biotechnology, Jagiellonian University, Polandia.
Tahun ini adalah tahun keduanya berpuasa di Polandia, tepatnya di Kota Lodz dan Kraków. Seperti 2017, puasa pada 2018 ini juga jatuh pada musim semi menjelang musim panas.
“Musim spring menjelang summer gini, panasnya bukan main mataharinya. Ini 20 hari full panas banget, suhunya bisa sampai 30 derajat, tapi rasanya udah panas banget di sini,” ujar Hani, saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (7/6/2018).
Ibadah puasa di sana berlangsung selama 18-19 jam. Hal itu tentu berdampak pada rutinitas ibadah lainnya, seperti dekatnya jarak antara shalat tarawih dan makan sahur.
“Jadi masuk Isya itu jam setengah 11 (malam) lewat, terus shalat tarawih. Setelah itu mau tidur nanggung, jadi ya disambi buat belajar, sampai jam 1 lalu prepare buat sahur,” ujar Hani.
Menjalani puasa jauh dari Tanah Air memberikan kesan tersendiri bagi Hani. Banyak hal yang ia rindukan. Misalnya ibadah bersama keluarga, makanan takjil, dan merindukan suara adzan.
“Di sini sahur, sahur sendiri. Takjil enggak ada, kalau pengin ya buat sendiri. Azan apalagi, cuma lihat jadwal buka puasa via HP,” kata Hani.
Meski demikian, pengalaman dua tahun ini, membuatnya merasa bersyukur dilahirkan di Indonesia karena memiliki waktu puasa yang stabil dan tidak terpengaruh musim.
“Ngalamin puasa 19 jam, jadi bikin makin menghargai waktu dan semangat dalam menjalaninya,” kata Hani.
Menjadi minoritas dan menjalankan ibadah puasa di negeri orang, menurut Hani, banyak yang tidak tahu tentang ibadah yang tengah dijalankan umat muslim di bulan Ramadhan ini.
“Toleransi lebih ke cuek sih ya, maksudnya enggak banyak yang tahu kita lagi puasa. Kecuali teman- teman dekat saja. Jadi ya mereka biasa aja makan minum di depan kita,” kata dia.
Inggris Cerita juga datang dari Anggita Mega Mentari, mahasiswa asal Indonesia yang tengah menyelesaikan pendidikan S2 di Lancaster University, Inggris. Pada 2017, Ramadan di Inggris jatuh pada musim panas sehingga waktu berpuasa lebih lama.
“Di waktu summer, matahari terbit sangat awal (jam 3 atau 4 pagi) dan tenggelam sangat lambat (sekitar pukul 21.30). Jadi memang hari terasa sangat panjang sewaktu musim panas, dan puasa jatuh di musim ini,” kata Mega.