Masyarakat Perbatasan Terancam Tak Milih, Pengamat : Perlu Regulasi Baru

Hak konstitusi warga negara, dalam pemilu ini suara rakyat menjadi sebuah hal yang penting

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/WAWAN GUNAWAN
Para Fanelis saat menyampaikan materi, Dimulai dari kanan Dr Erdi M Si (merah), Dr Yulius Yohanes (biru), Dr Rosadi (putih) dan moderator. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridho Panji Pradana

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Politik Untan
Yulius Yohanes mengatakan hak konstitusi warga negara, artinya bagaimana negara itu dapat melibatkan masyarakat karena dalam pemilu ini suara rakyat menjadi sebuah hal yang penting untuk menentukan masa depan negara dan pemerintahan ini.

Oleh karena itu dalam keterkaitan penetapan DPT ini, seharusnya pemerintah membikin regulasi baru, artinya kebijakan khusus terkait dengan persoalan hak milik warga negara karena bukan kesalahan masyarakat melainkan kesalahan negara.

Kesalahan negara dalam artian jika hal ini diteruskan akan menimbulkan gejolak bahkan mungkin akan menimbulkan konflik yang bisa mengakibatkan persoalan bangsa ini terpecah belah, oleh karena itu seharusnya memang kebijakan pemerintah bisa menterjemahkan bagaimana kepentingan dan hak masyarakat sebagai warga negara diperhatikan.

Baca: Lapas Klas II B Musnahkan 1.483 Barang Sitaan, Ada Peralatan Sabu Diantaranya

Karena ini persoalan yang krusial, nanti bagaimana negara dengan kebijakan khusus bisa memperhatikan hal-hal ini bisa terakomodir, contoh misalnya karena tidak mempunyai E-KTP, namun masyarakat punya KK yang bisa difungsikan atau organisir oleh kepala desa, secara legal formal boleh artinya jangan terlalu kaku.

Memang hal ini disatu sisi karena faktor geografis, sehingga masyarakat mungkin kurang paham terkait fungsi daripada E-KTP itu, ini karena kelemahan pemerintah dengan sosialisasinya, bagaimana sosialisasi yang disampaikan kepada masyarakat bahwa E-KTP penting.

Namun, yang selanjutnya masyarakat harus sadar bahwa ini adalah hak mereka, secara sadar bisa menggunakan suaranya di hari H, namun masalahnya juga pihak tidak kaku dengan kebijakan mengenai pencetakan surat suara ditambah 2,5 persen dari DPT.

Meskipun diluar ketentuan yang ada misalnya pembekakan anggaran, bisa dipertanggung jawbakan ketika mencetak suara misalnya dari 2,5 persen ke 5 persen dengan catatan bisa dipertanggung jawabkan karena memang kebutuhan masyarakat dan kesalahan dari pihak terkait sebelumnya.

"Artinya harus ada regulasi baru, kebijakan khusus tadi terkait pencetakan surat suara, anggaran, dan juga biasa dilakukan dipemerintah, bukan berarti ketika anggaran difinalkan tidak bisa berubah, harus melihat konteks dulu sehingga harus ada kebijakan khusus dan bisa dipertanggung jawabkan," tegasnya.

Harapan saya memang dalam penyelenggaraan ini bisa berjalan dengan lancar. Kemudian ada sinergisitas antara pemerintah baik penyelenggara pemilu maupun oleh pemerintah pusat dan daerah termasuk pengawas pemilu menjadi bagian penting agar tak terjadi hal yang merugikan masyarakat.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved