Citizen Reporter

Mewarnai Dengan Bahan Alami Tenun Ikat Dayak Iban

“Harapannya masyarakat akan lebih bersemangat dalam membuat tenun ikat dayak Iban dengan metode yang ramah lingkungan,” ucapnya.

Penulis: Anesh Viduka | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ ISTIMEWA
Workshop dan Menggali Tradisi Mewarnai dengan Bahan Alami (Tenun Ikat Bansa Iban) di Desa Menua Sadap, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Rabu (21/3/2018). 

Citizen Reporter

Dian Banjar Agung

Humas Tana Bentarum

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KAPUAS HULU - Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TaNa Bentarum) bekerjasama dengan Warlami (Perkumpulan Warna Alam Indonesia) menggelar Workshop dan Menggali Tradisi Mewarnai dengan Bahan Alami (Tenun Ikat Bansa Iban) di Desa Menua Sadap, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Rabu (21/3/2018).

Kepala Balai Besar Tana Bentarum yang diwakili oleh Kepala Bidang PTN Wilayah I Mataso, Junaidi mengatakan bahwa potensi kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan daerah penyangga sangat melimpah baik flora maupun faunanya.

Baca: Antisipasi Peredaran Telur Palsu, Ini Langkah Pemerintah Kapuas Hulu

"Salah satunya adalah tanaman pewarna alam, wilayah sekitaran TNBK banyak terdapat tumbuhan pewarna alami termasuk di wilayah Desa Manua Sadap,”ujarnya.

Djunaidi mengatakan bahwa seminggu yang lalu TaNa Bentarum meresmikan Kebun Etnobotani di Dusun Sadap.

Baca: Tahun 2018 Pemda Kapuas Hulu Tingkatkan Sektor Pariwisata, Ini Upaya yang Dilakukan

Rencananya, kebun tersebut akan ditanami tumbuhan obat, bumbu masak, termasuk tanaman pewarna alam.

“Adanya kebun Etnobotani maka kebutuhan akan bahan baku tanaman pewarna alam melimpah dan masyarakat mudah untuk memperolehnya,” katanya.

Sementara itu, Ketua Warlami Myra Widiono berpesan kepada peserta workshop agar kembali ke alam dalam proses pembuatan tenun ikat Dayak Iban.

Masyarakat,menurutnya harus kembali ke tradisi awal nenek moyang dahulu, dimana dalam proses perminyakan benang menggunakan bahan yang berasal dari alam, bukan menggunakan bahan kimia.

“Dengan menggunakan tradisi nenek moyang diharapkan warna kain tenun yang dihasilkan akan lebih berkualitas, harga jualnya pun akan lebih mahal, dan kelestarian lingkungan tetap terjaga,” ujarnya.

Mantan Sekjen Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) ini juga mengatakan bahwa kegiatan Warlami tidak akan berhenti sampai dipelatihan ini saja, akan ada tindak lanjut berupa komunikasi secara intensif melalui telepon, monitoring dari Warlami selama 3-4 bulan sekali, dan pemasaran produk kain tenun Dayak Iban Menua Sadap yang akan difasilitasi oleh Warlami.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved