Wisatawan Korea Tertarik 'Rumah Tua' di Kelurahan Tambelan Sampit, Ini Keunikannya
amun sekarang saya sekat dibagian dalam menjadi 4 kamar, kalau dulu hanya dua kamar
Laporan wartawan Tribun Pontianak, Zulkifli
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kelurahan Tambelan Sampit Kecamatan Pontianak Timur, memiliki potensi wisata khas, yakni rumah panggung arsitek Melayu tempo dulu yang terletak di tepian Sungai Kapuas.
Meski keberadaanya mulai terkikis jaman, tapi beberapa di antaranya hingga saat ini masih dapat dijumpai.
Saat berkunjung ke Kampung Tambelan Sampit, maka tak sah kalau tidak menyusuri jembatan atau gertak kayu yang menghubungkan antar rumah warga.
Disepanjang jalan, meski tak banyak lagi beberapa rumah panggung tempo dulu, rumah khas Melayu masih berdiri kokoh. Satu di antaranya yakni, kediaman M Nur Hamzah (75) yang terletak di RT 02 Kelurahan Tambelan Sampit Pontianak Timur.
Ruman M Nurhamzah, bercat kuning dengan model panggung berbahan kayu ,mayoritas berbahan kayu tekam, dengan luas lebar sekitar 13 meter dan panjang sekitar 29 depak.
"Hitungan jaman orang tua dulu pakai depak. Jadi kalau dihitung satu depak itu sekitar 1.6 hingga 1.8 meter," ujarnya, Selasa (19/9/2017).
(Baca: Tinjau Lokasi Banjir, Mariana: Konstruksi Jalan yang Terendam Lahan Gambut )
Rumah ini terbagi dari bagian depan yakni teras, ruang tamu dan 4 kamar, dan dapur. Adapun yang menjadi ciri khas rumah ini yakni memiliki enam pintu. Tiga pintu didepan dan tiga didalan dan samping.
"Jadi dulunya kalau ada acara itukan tinggal dibuka saja. Namun sekarang saya sekat dibagian dalam menjadi 4 kamar, kalau dulu hanya dua kamar," terang Nurhamzah.
Abah sapaanya mengatakan, tak banyak berubah dari rumah yang telah ditinggali tiga generasi tersebut mulai dari orangtua hingga kakeknya. Diinding pintu dan lantai berbahan kayu tekam tampak masih kokoh.
Hanya saja perubahan mencolok ada pada bumbung rumah, yang telah mengalami perbaikan setelah terkena angin puting beliung beberapa waktu silam.
Sebelumnya kata Abah, atapnya masih berbahan serap, namun sulitnya bahan serap dan harga yang mahal sehingga diganti dengan atap seng. "Dahulunya bumbungnya lebih tinggi dari ini. Sering tertiup angin dan bergoyang," ujarnya.
(Baca: Terekam CCTV, Tiga Bocah yang Jatuh ke Parit Viral di Media Sosial )
Saat masuk kedalam rumah, beberapa interior klasik masih tetap dipertahankan misalnya kaca ventilasi.
Kemudian beberapa sudut terpajang foto -foto keluarga. Ruang tamu sendiri dipisahkan oleh sekat dinding dan kaca menyerupai jendela.
Menurut Abah rumahnya tersebut dibangun sejak jaman penjajahan Belanda, atau tepatnya tahun 1932 dan kini berarti telah berusia 85 tahun.
