Warga Hulu Sungai Tolak Perusahaan Bauksit
Khususnya Cakra Internusa, Bino Artomas Mineral, Ridatama Cahaya Abadi dan Rejeki Jaya Mandiri yang akan beroperasi 6 desa di Kecamatan Hulu Sungai
Penulis: Subandi | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Subandi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG – Terkait akan masuknya investasi perusahaan Bauksit Group Alam Indo.
Khususnya Cakra Internusa, Bino Artomas Mineral, Ridatama Cahaya Abadi dan Rejeki Jaya Mandiri yang akan beroperasi di enam desa di Kecamatan Hulu Sungai.
Sejumlah warga di Hulu Sungai menolak masuknya perusahaan tersebut.
Hal ini di antaranya disampaikan oleh Ketua Perkumpulan Bihak Sekayuq, Sabinus Andi. Serta Tokoh Masyarakat Sungai Bihak, Beno Moses dan lain-lain.
“Apalagi perusahaan tersebut masuk tanpa melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar,” kata Sabinus kepada wartwan di Ketapang, Rabu (23/8/2017).
Ia memeparkan perusahaan itu akan beroperasi di Desa Riam Dadap, Cinta Manis, Sekukun, Batu Lapis, Lubuk Kakap dan Beginci Darat. Saat ini perusahaan menurutnya terkesan memaksakan diri untuk segera beroperasi di wilayah tersebut.
(Baca: Danrem Harap Anggota TNI di Ketapang Jadi Tauladan Baik )
“Masyarakat sekitar menolak kehadiran perusahaan itu apalagi tidak melakukan sosialisasi dahulu. Tapi perusahaan langsung melaksanakan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan-red) di Pontianak pada 14 dan 15 Agustus kemarin,” jelasnya.
Ia mengungkapkan perusahaan hanya melakukan sosialisasi di Kecamatan. Serta hanya mengundang kepala desa dan tokoh masyarakat yang pro sama perusahaan.
Namun tidak melibatkan semua unsur di wilayah setempat.
Kemudian pihaknya mendegar perusahan berjanji akan sosialiasai kepada masyarakat di desa-desa tempatnya akan beroperasi.
Tapi kenyataannya perusahaan tak melakukannya dan langsung melakukan pemgurusan Amdal.
Sebab itu ia menegaskan perusahaan dan pihak berwenang lainnya harus membatalkan masuknya perusahaan itu.
Lantaran berdasarkan Free Prior Informed Consent (FPIC) pihak investor tidak bisa masuk apabila masyarakat menolak keberadaannya.
Lantaran investasi di satu tempat harus melibatkan suara masyarakat. “Kita sangat menyangkan perusahaan itu telah melaksanakan Amdal untuk proses mendapatkan legalitas perizinan. Pada hal mereka belum mendapatkan persetujuan masyarakat sekitar,” ujarnya.