Frustasi Sebabkan Orang Nekad Bunuh Diri

"Orang-orang seperti ini juga biasanya mengalami kondisi emosional yang tidak stabil, dimana mereka mudah tersinggung, mudah marah dan mudah kecewa."

Penulis: Zulfikri | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNFILE/DOK
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Raymond Karsuwadi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Psikolog, Rika Indrati mengatakan bahwa hampir bisa dipastikan bahwa seseorang bunuh diri diakibatkan rasa frustasi yang dialami.

"Penyebab rasa frustasi atau putus asa dapat disebabkan oleh berbagai macam, termasuk rasa frustasi terhadap penyakit yang diderita bertahun," ujarnya, Rabu (12/4/2017).

Lanjutnya, seseorang dengan penyakit yang diderita bertahun-tahun, pasti mengalami penurunan kualitas hidupnya, dimana aktivitasnya menjadi sangat terbatas, bahkan akan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang lain.

"Orang-orang seperti ini juga biasanya mengalami kondisi emosional yang tidak stabil, dimana mereka mudah tersinggung, mudah marah dan mudah kecewa," katanya.

Baca: Sebelum Putuskan Bunuh Diri, Manajer JKT 48 Sempat Kesal di Twitter

Rika mengatakan bahwa dukungan dan kesabaran keluarga maupun orang terdekat sangat diperlukan dalam menghadapi situasi tersebut.

"Perhatian yang rendah sebaliknya akan membuat mereka semakin merasa depresi. Karena merasa diabaikan, tidak berguna atau merepotkan orang lain," ujarnya.

Rika memaparkan pula bahwa berbeda halnya pada kasus bunuh diri yang dialami pemuda yang sampai saat ini belum diketahui apa alasannya.

"Tapi bisa dipastikan bahwa yang bersangkutan juga mengalami frustasi, mesti dicari juga apa penyebab frustasinya. Pada orang tua, peran yang dapat dilakukan adalah menanamkan kepada anak adalah pendekatan nilai-nilai agama," paparnya.

Selain itu tanamkan, bahwa masalah tidak bisa kita hindari. Adalah hal yang wajar bila kita mengalami masalah atau harapan kita tidak sesuai dengan kenyataan.

"Penting sekali untuk menerapkan pola komunikasi terbuka dan saling mendukung terhadap sesama anggota keluarga, sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa dibiarkan sendiri dalam menyelesaikan masalahnya," ujar Rika.

Tambahnya, paling didalam keluarga, anak juga dibiasakan dalam mengekspresikan emosinya, sehingga masalah tidak dipendam sendiri.

"Selain itu orangtua harus lebih peka terhadap perubahan-purubahan yang terjadi pada diri anak atau pemuda tersebut sehingga mengetahui apakah anak sedang terlibat suatu masalah atau tidak," tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved