Berita Viral

14 Anak Tewas Diduga Minum Sirup Obat Batuk Beracun, Cek Gejalanya

14 anak meninggal diduga akibat sirup obat batuk. Simak kronologi, dugaan penyebab, dan langkah pemerintah menelusuri kasus misterius ini.

YouTube CNA Insider
OBAT BATUK BERACUN - Foto ilustrasi hasil olah YouTube YouTube CNA Insider, Sabtu 4 Oktober 2025, memperlihatkan 14 anak meninggal diduga akibat sirup obat batuk. Simak kronologi, dugaan penyebab, dan langkah pemerintah menelusuri kasus misterius ini. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Tragedi 14 anak meninggal diduga minum sirup obat batuk mengguncang India sejak awal September 2025. 

Kematian misterius ini memicu larangan nasional terhadap penjualan sirup batuk tanpa merek. 

Sebagian besar korban berusia di bawah 15 tahun dan berasal dari wilayah pedesaan di Nagpur, Maharashtra, serta Chhindwara, Madhya Pradesh. 

Otoritas kesehatan India menduga kematian mereka terkait gagal ginjal akut dan gejala neurologis berat.

Pemerintah pusat segera membuka penyelidikan berskala nasional setelah laporan medis menunjukkan pola gejala yang serupa pada seluruh korban. 

Dalam waktu singkat, kasus ini menjadi perhatian dunia medis internasional. 

Banyak pihak membandingkannya dengan tragedi ekspor sirup batuk beracun yang pernah terjadi di Gambia dan Uzbekistan beberapa tahun lalu. 

Kini, India kembali berada di bawah sorotan global karena diduga lalai dalam pengawasan mutu obat.

Menurut pejabat kesehatan, sirup obat batuk tanpa merek ditemukan di rumah beberapa korban. 

Langkah cepat pun diambil.

Pemerintah daerah langsung melarang peredarannya dan mengirimkan sampel ke laboratorium pusat untuk diuji kandungan zat berbahaya seperti dietilen glikol dan etilen glikol dua senyawa kimia yang dikenal sangat toksik dan kerap menjadi penyebab tragedi serupa di negara lain.

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Gejala Awal: Dari Batuk Ringan Berujung Kematian

Di distrik Parasia, Chhindwara, enam anak berusia antara tiga hingga sepuluh tahun meninggal dalam hitungan minggu. 

Awalnya mereka hanya menunjukkan gejala ringan demam, pilek, dan batuk namun kondisi memburuk drastis dalam waktu kurang dari 24 jam setelah dirawat di rumah sakit.

“Sebagian besar pasien mengalami gagal ginjal akut yang memerlukan dialisis dan ventilator, tetapi upaya itu tidak berhasil menyelamatkan mereka,” kata dr. Naresh Gunnade, Kepala Dinas Kesehatan Chhindwara.

Ia menambahkan bahwa sampel darah dan urin anak-anak sudah dikirim ke laboratorium nasional untuk mendeteksi kemungkinan adanya zat toksik atau virus langka. 

Hasil pemeriksaan masih menunggu, namun temuan awal menunjukkan indikasi kuat adanya keracunan sistemik.

Dugaan Virus Hingga Keracunan: Apa yang Terjadi?

Pemerintah India melarang penggunaan semua obat cair, termasuk sirup obat batuk tanpa label resmi, dari rumah para korban.

Menurut dr. Gunnade, indikasi awal lebih mengarah pada keracunan kimia dibanding infeksi menular. 

Meski begitu, tim ahli virologi juga menelusuri kemungkinan keterlibatan virus Chandipura, penyakit langka yang bisa memicu sindrom ensefalitis akut (AES).

Apa Itu Virus Chandipura dan AES?

Virus Chandipura merupakan virus yang disebarkan nyamuk dan bisa menyebabkan peradangan otak mendadak. 

Gejala umumnya meliputi:

  1. Demam tinggi dan kejang
  2. Disorientasi mendadak
  3. Kelumpuhan atau koma
  4. Gagal pernapasan dan kematian mendadak

Menurut dr. Vikas Krishnananda, konsultan neurologi anak di Kinder Hospitals, “Meskipun Ensefalitis Jepang lebih umum dan dapat dicegah dengan vaksinasi, belum ada vaksin untuk virus Chandipura. Namun, keduanya sama berbahayanya.”

AES memiliki tingkat kematian 20–30 persen, sementara penyintas kerap mengalami komplikasi neurologis jangka panjang. 

Dalam kasus terbaru ini, pemeriksaan cairan serebrospinal menyingkirkan infeksi bakteri umum. 

Karena itu, sebagian kasus diklasifikasikan sebagai ensefalopati akut akibat racun atau faktor lingkungan.

Respons Pemerintah: Dari Larangan Hingga Pengujian Nasional

Pemerintah pusat India menugaskan Institut Virologi Nasional dan Pusat Pengendalian Penyakit Nasional (NCDC) untuk menyelidiki lebih lanjut. 

Dua tim ahli dikirim ke Nagpur dan Chhindwara untuk menelusuri rantai distribusi obat dan memeriksa sumber bahan bakunya.

Selain itu, Kementerian Kesehatan India menyiapkan sistem pelaporan darurat untuk mendeteksi kasus baru secara real-time di seluruh negara bagian. 

Langkah ini diambil agar setiap gejala mencurigakan pada anak dapat segera ditangani dan tidak memicu kematian massal.

“India tidak boleh mengulangi kesalahan masa lalu. Kami akan memastikan seluruh produk farmasi anak diperiksa menyeluruh,” ujar juru bicara kementerian, Dr. R. Krishnan.

Kasus Serupa di Rajasthan Perkuat Larangan Nasional

Tragedi serupa juga muncul di Rajasthan, memperkuat keputusan pemerintah untuk menarik peredaran sirup batuk secara nasional. 

Dua anak meninggal setelah mengonsumsi sirup dari rumah sakit pemerintah, sementara delapan lainnya sempat sakit namun kini pulih.

Sebanyak 22 batch sirup telah ditarik dari peredaran, dan laboratorium pemerintah tengah memeriksa kandungan kimianya.

Insiden ini makin menyita perhatian publik setelah seorang dokter senior, dr. Tarachand Yogi, pingsan selama delapan jam setelah mencoba menenggak sirup tersebut di depan orang tua pasien sebagai bentuk keyakinan.

Kesaksian Keluarga Korban

Korban pertama di Rajasthan adalah anak laki-laki berusia lima tahun dari Sikar. 

Ia diberi sirup batuk di pusat kesehatan setempat dan meninggal keesokan paginya. 

“Orang tua korban sempat menolak autopsi, tapi kakeknya tetap melapor ke polisi,” ujar Asisten Sub-Inspektur Rohitashwa Kumar.

Kasus lain terjadi di Bharatpur, di mana seorang anak dua tahun meninggal setelah mengonsumsi sirup serupa. 

“Tiga cucu saya minum sirup itu. Dua sempat muntah lalu sadar, tapi yang bungsu tidak pernah bangun lagi,” kata Nehni Jatav, nenek korban.

Pemeriksaan dan Larangan Sementara

Ajay Phatak, pengawas obat Rajasthan, menegaskan pihaknya telah mengumpulkan sampel dari berbagai distrik dan menunggu hasil laboratorium. 

“Untuk sementara, sirup ini tidak boleh diberikan kepada anak di bawah lima tahun,” ujarnya.

Pelajaran Penting: Pengawasan Farmasi dan Edukasi Masyarakat

Kasus 14 anak meninggal akibat sirup obat batuk ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap produksi dan distribusi obat di beberapa wilayah India. 

Para pakar menilai, rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksa legalitas dan izin edar obat turut memperburuk situasi.

Organisasi konsumen menyerukan agar pemerintah:

  1. Memperketat izin edar obat anak di seluruh apotek dan fasilitas kesehatan.
  2. Meningkatkan edukasi publik soal bahaya obat tanpa label resmi.
  3. Membangun laboratorium pengujian cepat di setiap negara bagian.
  4. Memperkuat pelacakan bahan baku farmasi, terutama yang diimpor dari luar negeri.

Seruan Kewaspadaan dan Transparansi

Tragedi sirup obat batuk mematikan di India 2025 menjadi peringatan keras bagi industri farmasi dan otoritas kesehatan dunia. 

Pemerintah India kini berada di bawah tekanan untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan transparan dan memastikan kasus serupa tak terulang.

Meski penyebab pastinya belum dipastikan, satu hal jelas: pengawasan ketat, transparansi informasi, dan edukasi masyarakat adalah kunci untuk mencegah korban jiwa berikutnya.

Sebagaimana diungkapkan dr. Gunnade, “Kami tidak hanya mencari penyebab, tapi juga pelajaran agar tragedi ini menjadi yang terakhir.”

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 14 Anak Meninggal, India Tarik Sirup Obat Batuk dari Peredaran

* Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
* Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved