Hardiknas 2025, PGRI Kalbar Soroti Kekurangan Guru dan IPM yang Masih Tertinggal

Penulis: Anggita Putri
Editor: Try Juliansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERINGATAN HARDIKANAS - Sekretaris Umum PGRI Kalbar, Suherdiyanto. Ia menegaskan bahwa Kalbar masih kekurangan lebih dari 5.000 guru jenjang SMA dan SMK.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei 2025 menjadi momentum untuk refleksi dan evaluasi khususnya dunia pendidikan.

Dimomentum ini beberapa hal menjadi sorotan. Sekretaris Umum PGRI Kalbar, Suherdiyanto, menegaskan bahwa Kalbar masih kekurangan lebih dari 5.000 guru jenjang SMA dan SMK.

“Data terakhir rekrutmen PPPK 2024 menunjukkan kebutuhan guru SMA/SMK Kalbar sekitar 8.490 orang. Tapi yang terpenuhi baru 3.067. Artinya, masih ada kekurangan sekitar 5.000 guru,” ungkap Suherdiyanto.

Krisis ini semakin parah akibat regulasi yang melarang dana BOS digunakan untuk membayar gaji guru honorer. Banyak sekolah yang terpaksa merumahkan guru karena tidak lagi mampu menggaji mereka.

Padahal, guru honorer selama ini menjadi tulang punggung utama pendidikan di banyak daerah terpencil Kalbar.

“Kita bisa bayangkan, kalau guru-guru honorer itu berhenti total, bagaimana layanan pendidikan bisa berjalan? Ini darurat, dan harus disikapi dengan kebijakan konkret,” tegasnya.

Suherdiyanto menyoroti minimnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap tenaga pendidik, terutama yang berada di daerah tertinggal.

Ia meminta Gubernur Kalbar, Dinas Pendidikan dan DPRD, khususnya Komisi V untuk duduk bersama mencari solusi. Ia mengingatkan agar kasus 17 guru honorer yang dirumahkan baru-baru ini tidak terulang.

Baca juga: Peringatan Hardiknas 2025, Menghidupkan Semangat Ki Hajar Dewantara dalam Wajah Pendidikan Masa Kini

Masalah pendidikan di Kalbar tak berhenti di soal tenaga pendidik. Menurut data statistik 2024, Kalbar masih berada di peringkat 6–7 terbawah secara nasional dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rata-rata lama sekolah warga Kalbar hanya 7,6 tahun setara dengan anak kelas 1 SMP.

“Ini PR besar untuk kepala daerah. IPM rendah menunjukkan bahwa akses dan kualitas pendidikan kita masih belum merata,” katanya.

Kesenjangan pendidikan antara daerah kota dan pelosok juga masih sangat terasa. Fasilitas belajar yang minim, laboratorium yang tak memadai, dan keterbatasan infrastruktur menjadi tantangan harian sekolah-sekolah di wilayah 3T.

“Distribusi guru juga timpang. Banyak guru menumpuk di kota, sementara daerah pelosok kekurangan parah. Tapi belum ada kebijakan yang berani dan berpihak pada keadilan pendidikan,” jelasnya.

Di momentum Hardiknas 2025 ini, PGRI Kalbar berharap pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga pusat bisa bersinergi, termasuk menggandeng sektor swasta untuk memperkuat dunia pendidikan.

“Pendidikan bukan hanya tugas pemda, tapi perlu keterlibatan semua pihak. Harus ada kemitraan yang dibangun agar IPM Kalbar bisa naik dan pendidikan bisa dinikmati secara merata, terutama di daerah terpencil,” tutup Suherdiyanto. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkini