TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kue Keranjang menjadi salah satu sajian yang selalu ada dan wajib saat perayaan Tahun Baru Imlek.
Kue keranjang biasanya terbuat dari campuran tepung ketan, tepung sagu, air, dan gula.
Rasanya manis dan teksturnya lengket.
Kue Keranjang memiliki makna filosofis yang dikaitkan dengan keberuntungan.
Ia juga sarat dengan kisah sejarah dan legenda dari negeri Tiongkok.
Di negeri asalnya, kue lengket manis ini bernama Nian Gao (Nien Kau) atau nama lain dalam dialek Hokkian disebut Thi Kue, kue manis.
Kue keranjang biasanya dijadikan makanan penutup dalam acara tahun baru Imlek.
Bagaimana makna dan sejarah kue keranjang hingga menjadi hidangan populer saat Imlek?
• Simbol Unik hingga Pernak Pernik Khas Imlek yang Sarat Makna, Lampion hingga Kue Keranjang
Makna Kue Keranjang
Makna kue keranjang Memakan kue ini di perayaan tahun baru, bagi warga Tionghoa memiliki makna positif yang dipercaya secara turun-temurun.
Kue keranjang menjadi simbol atas pendapatan dan jabatan yang lebih tinggi, anak-anak yang berkembang dengan baik, dan secara umum menjanjikan tahun yang lebih baik dari sebelumnya.
Sehingga mereka meyakini, makan kue keranjang selama perayaan Imlek atau Tahun Baru China mendatangkan keberuntungan dan nasib baik bagi yang memakannya.
Pada awal Dinasti Liao (907-1125), orang-orang di Beijing memiliki kebiasaan memakan kue di hari pertama bulan pertama.
Lalu dalam perkembangannya, seperti pada masa Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911), kue keranjang mulai menjadi santapan sehari-hari orang-orang di China.
Sejarah Kue Keranjang
Mengutip dari China Highlight, dikatakan bahwa kue keranjang awalnya merupakan persembahan dalam ritual upacara adat, namun perlahan berubah menjadi makanan khas di festival musim semi. Menurut cerita, pada musim semi dan musim gugur (722–481 SM), China masih terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil dan orang-orang menderita kelaparan karena perang.
Raja membuat dinding yang kuat untuk melindungi wilayah dari serangan.
Raja pun mengadakan jamuan pesta untuk merayakan ide ini. Rakyat pun tidak lagi dibuat khawatir dengan perang.
Namun tidak dengan Perdana Menteri Wu Zixu. Menurut Wu, perang tidak bisa dipandang enteng.
Tembok yang kuat memang merupakan perlindungan yang baik, tetapi jika musuh mengepung kerajaan, tembok itu juga merupakan penghalang keras bagi diri kita sendiri. "Jika keadaan benar-benar buruk, ingatlah untuk gali lubang di bawah dinding," kata Wu.
Bertahun-tahun kemudian, setelah Wu Zixu meninggal, kata-katanya menjadi kenyataan. Banyak orang mati kelaparan saat perang.
Para prajurit pun melakukan apa yang dikatakan Wu Zixu sebelumnya dan menemukan bahwa tembok di bagian bawah dibangun dengan batu bata khusus yang terbuat dari tepung beras ketan.
Makanan ini menyelamatkan banyak orang dari kelaparan. Batu bata ini adalah Nian Gao yang pertama kali. Setelah itu, orang-orang membuat Nian Gao setiap tahunnya untuk memperingati Wu Zixu. Seiring waktu berlalu, Nian Gao menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai kue Tahun Baru Cina atau di Indonesia disebut kue keranjang.
Disebut Kue Keranjang
Sejarawan Kalbar Syafaruddin Daeng Usman mengatakan, dalam sekeping kue keranjang mengandung pesan sangat mendalam, terutama makna kebersamaan. “Sama persis seperti pemaknaan dodol Betawi,” kata Syafarudin dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Januari 2025.
Produk ikatan sosial yang kuat Lantaran proses pembuatannya yang sedikit rumit dan sulit, kue keranjang juga merupakan produk ikatan sosial yang kuat di tengah masyarakat, khususnya, Tionghoa.
Di negeri asalnya, kue lengket manis ini bernama Nian Gao (Nien Kau) atau nama lain dalam dialek Hokkian disebut Thi Kue, kue manis.
Syafarudin menjelaskan, adonan kue keranjang, yang terdiri dari ketan dan gula dimasak ke dalam kuali besar di atas tungku kayu api. Uniknya, api tungku tidak boleh besar dan terlalu kecil.
“Harus dimasak dengan kayu bakar untuk mendapatkan panas api yang pas dan rasa legit dodol,” ucap Syafarudin.
Selain itu, untuk mencapai tekstur legit, adonan kue keranjang harus diaduk selama beberapa jam tanpa berhenti.
“Karena jika berhenti, tekstur yang diharapkan tidak tercapai, bahkan kue keranjang atau dodol Cina, akan sangat mengeras dan rasa tidak merata,” ungkap Syafarudin.
Alasan di balik penyebutan kue keranjang Menurut Syafarudin, disebut kue keranjang karena dulunya harus menggunakan keranjang-keranjang kecil yang terbuat dari anyaman rotan untuk mencetak kue ini. Sebagian lidah menyebutnya kue ranjang atau kependekan dari keranjang. Nama lainnya adalah kur bakul atau dodol Cina.
“Kue keranjang yang dikenal sekarang hanya ada di Indonesia, dengan sedikit penyebaran di Singapura dan Malaysia,” ucap Syafarudin.
Dalam penyebarannya di Indonesia, kue keranjang kemudian menjadi penganan banyak daerah yang punya kekhasan masing-masing. Disebut juga dengan dodol dan jenang.
Kue keranjang hanya marak menjelang dan saat Tahun Baru Imlek dan akan hilang dari pasaran setelah kemeriahan lebaran Tionghoa berlalu. “Saat ini, serupa juga dodol lainnya, kue keranjang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Kalbar, khususnya di Pontianak dan Singkawang,” tutup Syafarudin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Arti Kue Keranjang, Lebih dari Sekadar Hidangan Saat Imlek" dan "Sejarah Kue Keranjang Khas Imlek, dan Makna di Baliknya".
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!