TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Seorang pemuda asal Kabupaten Sintang bernama Febby (20) menjadi korban human Trafficking dan eksploitasi di negara Kamboja.
Febby berhasil kembali ke Indonesia setelah Serikat Buruh Migran Kota Pontianak bersama Caritas (Legal Support Women And Children) yang dihubungi pihak keluarga melakukan serangkaian langkah pemulangan febby dari Kamboja.
Ketua Serikat Buruh Migran Kota Pontianak Martin Lip Ho menyampaikan bahwa Febby saat ini telah berhasil dipulangkan dan kembali ke Kabupaten Sintang, Kamis 16 Februari 2023.
Febby pulang ke Indonesia pada 3 februari 2023 dan saat ini telah kembali ke Kabupaten Sintang.
Martin Lip Ho menjelaskan bahwa Febby berangkat ke Kamboja pada bulan Juni 2022.
Baca juga: Ancam Akan Dibunuh, Abang Kandung Tega Setubuhi Adiknya di Sanggau
Saat itu Febby mendapatkan tawaran kerja di Kamboja sebagai operator warnet dengan gaji 13 juta rupiah per bulan serta ditanggung biaya tiket serta pembuatan paspor untuk menuju Kamboja oleh temannya.
''Karena saat itu Febby tidak memiliki pekerjaan maka dirinya menerima tawaran itu, namun saat paspor jadi dan tiket pesawat, barulah diberitahu bahwa dirinya akan bekerja di perusahaan Judi Online," ungkap Martin.
Saat itu, Febby hendak membatalkan pilihannya namun diancam oleh orang yang merekrutnya bila ia membatalkan pekerjaan ini maka harus mengganti rugi uang senilai 7,3 juta rupiah.
Karena tidak memiliki uang, iapun menyanggupi hal itu dan berangkat ke Jakarta pada 1 juli 2022, setelah itu Febby ke Kamboja melalui Kuala Lumpur, dan di Kamboja, Febby bekerja di wilayah Chery Thom.
Di Kamboja dikatakan Martin Febby bekerja selama 12 jam sehari, mulanya dirinya menerima gaji 4 juta perbulan, namun setelah itu dirinya menerima 3 jutaan per bulan.
"Setelah 3 bulan bekerja, Febby ini sempat sakit gigi, kemudian pihak perusahaan memintanya untuk operasi, namun setelah operasi Febby dibebankan biaya operasi senilai 129 juta rupiah," ungkap Martin.
Semenjak itu, beban kerja Febby dikatakannya semakin berat dan potongan terhadap gajinya semakin banyak.
Kemudian, dirinya pun mengajukan berhenti namun tetap harus melunasi biaya operasi yang senilai 129 juta rupiah.
Kemudian dirinya pun di usir dari mes tempatnya bekerja dan sempat terlunta - lunta di Kamboja, kemudian pihak keluarga yang mengetahui hal itu kemudian menghubungi SBMI .
Martin Lip Ho menegaskan bahwa unsur TPPO dalam kasus tersebut telah terpenuhi, mulai dari proses perekrutan, penampungan, pengangkutan, pengiriman dan pemindahan, kemudian unsur penipuan dalam perekrutan pun terpenuhi.
"Disinipun terpenuhi unsur Eksploitasi terhadap korban, ketika korban sakit dan harus ganti rugi biaya operasi sebesar 129 juta rupiah, kemudian beban kerja yang diberikan semakin besar dan gaji semakin kecil," jelasnya.
Martin berharap, dengan kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan berbagai tawaran pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar. (*)
• Lapas Pontianak Rujuk WBP ke RSUD Sudarso
Cek berita dan artikel mudah diakses di Google News