Khazanah Islam

Arti dan Pembagian Macam-macam Akad Lengkap Dengan Penjelasan Singkat

Editor: Hamdan Darsani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akad secara khusus adalah ijab dan qabul dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi terhadap barang yang menjadi obyek akad.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Akad merupakan elemen penting dalam jual beli.

Dalam perspektif hukum Islam, apa yang dimaksud dengan Akad?

Secara bahasa akad adalah hubungan antara beberapa hal.

Secara istilah akad memiliki dua makna, yakni makna umum dan makna khusus.

Definisi akad secara umum adalah rencana seseorang untuk mengerjakan sesuatu, baik atas dasar keinginan tunggal (satu orang) seperti akad wakaf dan talak, atau butuh dua keinginan (dua orang) untuk mewujudkannya seperti akad jual beli dan akad perwakilan.

Adapun definisi akad secara khusus adalah ijab dan qabul dengan cara yang dilegalkan syariat dan berkonsekuensi terhadap barang yang menjadi obyek akad.

Sehingga mengecualikan cara yang tidak dilegalkan syariat seperti kesepakatan untuk membunuh seseorang, maka tidak dinamakan akad.

Struktur Akad

Struktur akad terdiri dari empat unsur:

Sigah

Ijab dan qabul yang menunjukkan keinginan pelaku akad untuk melangsungkan akad baik dengan cara ucapan, pekerjaan (mu’atah), isyarat dan tulisan.

Aqid

Ijab dan qabul tidak mungkin terealisasi tanpa adanya pelaku akad. Maka dalam akad harus ada aqid (pelaku akad) untuk melangsungkan akad.

Ma’qud ‘alaih

Yaitu obyek akad. Ma’qud ‘alaih ada kalanya berupa barang seperti dalam akad hibah (pemberian), atau tidak berupa barang seperti mempelai wanita dalam akad pernikahan, atau berupa manfaat seperti dalam akad ijārah (persewaan).

Tujuan akad akan berbeda dalam setiap akad. Seperti :

1) Akad Bai’, tujuan akad : memindah kepemilikan barang kepada pembeli dengan alat pembayaran.

2) Akad Ijarah, tujuan akad : memindah kepemilikan manfaat barang kepada penyewa dengan alat pembayaran.

3) Akad Hibah, tujuan akad : memindah kepemilikan barang tanpa imbalan.

  • Pembagian Akad dalam Islam

- Akad berdasarkan obyek akad ada dua :

Aqdun Maliyyun

Yaitu akad yang tejadi pada obyek akad berupa harta, baik kepemilikannya dengan sistem timbal balik seperti akad bai’ (jual beli), atau tanpa timbal balik seperti akad hibah (pemberian) dan akad qor (utang-piutang).

‘Aqdun Gairu Maliyyin

Yaitu akad yang obyek akadnya tidak berupa harta seperti akad wakalah (perwakilan).

- Akad berdasarkan boleh digagalkan atau tidak ada dua :

Akad Lazim

Yaitu akad yang tidak boleh digagalkan secara sepihak tanpa ada sebab yang menuntut untuk menggagalkan akad seperti ada cacat dalam obyek akad.

Akad lazim tidak bisa batal sebab meninggalnya salah satu atau kedua pelaku akad. Seperti akad ijarah (persewaan) dan akad hibah (pemberian) setelah barang diterima mauhūb lah (pihak penerima).

Akad Jaiz
Yaitu akad yang boleh digagalkan oleh pelaku akad. Seperti akad wakalahh (transaksi perwakilan) atau akad wadiah (transaksi penitipan barang).

Akad jaiz berbeda dengan akad lazim, yakni jika salah satu pelaku akad meninggal maka berkonsekuensi membatalkan akad.
Secara detail, ada tiga macam :

a) Lazim dari kedua pelaku akad.

b) Jaiz dari kedua pelaku akad.

c) Lazim dari satu pihak dan jaiz dari pihak lain.

- Macam-macam akad berdasarkan adanya imbalan atau tidak ada dua :

Akad Mu’wadah
Yaitu akad yang didalamnya terdapat imbalan (‘iwa ) baik dari satu pihak atau kedua belah pihak. Seperti akad bai’ (transaksi jual beli), dan akad ijarah (transaksi persewaan).

Imbalan (‘iwa ) dalam transaksi jenis ini disyaratkan harus diketahui oleh kedua pelaku akad, sehingga tidak sah jika imbalan tidak diketahui salah satu atau kedua pelaku akad.

Akad mu’awadah terbagi menjadi dua:

a) Mu’awdaah Mahdah Yaitu setiap akad yang obyek akadnya bersifat materi dari kedua belah pihak baik secara hakiki seperti akad jual beli dan salam, atau secara hukman seperti akad ijārah dan mu arabah.

b) Mu’awa ah Gairu Ma ah Yaitu setiap akad yang obyek akadnya bersifat materi dari salah satu pihak seperti akad nikah dan khulu’ atau tidak bersifat materi dari kedua belah pihak seperti akad hudnah (genjatan senjata) dan akad qa a (kontrak hakim).

Akad Tabarru

Yaitu akad yang didalamnya tidak terdapat imbalan (‘iwa ). Seperti akad hibah (transaksi pemberian). Akad tabarru’ ada lima:

a) Wasiat

b) ‘Itqun (memerdekakan budak)

c) Hibah (pemberian)

d) Wakaf

e) Iba a (perizinan untuk menggunakan barang). Seperti perizinan untuk meminum susu kambing kepada fakir miskin.

Maka pihak yang mendapatkan izin tidak berhak mentasarufkan layaknya pemilik barang.

Hanya boleh sebatas meminum, tidak boleh memberikan atau menjual pada orang lain.

Akad berdasarkan terpenuhi rukun dan tidaknya terbagi menjadi dua :

Akad Sahih
Yaitu akad yang terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Akad yang sahih akan berkonsekuensi sebagaimana tujuan akad.

Seperti konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan barang terhadap pembeli dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran terhadap penjual dalam transaksi jual beli, atau konsekuensi berupa pemindahan kepemilikan hak pemanfaatan barang terhadap pihak penyewa dan pemindahan kepemilikan alat pembayaran (ongkos sewa) terhadap pihak yang menyewakan dalam transaksi persewaan.

Akad Fasid

Yaitu akad yang tidak terpenuhi semua rukun dan syaratnya. Seperti pelaku akad adalah orang gila atau anak kecil. Kebalikan dari akad sahih, akad fasid tidak berkonsekuensi apapun.

Maka transaksi jual beli yang dilakukan orang gila atau anak kecil tidak berkonsekuensi pemindahan kepemilikan.

Dalam arti, barang tetap milik penjual dan alat pembayaran tetap milik pembeli.

Akad berdasarkan adanya batas waktu yang ditentukan atau tidak terbagi menjadi dua :

Akad Mu’aqqat

Yaitu akad yang disyaratkan harus ada penyebutan batas waktu.  Seperti akad ijarah (transaksi persewaan) dan akad musāqāh (transaksi pengairan).

Sehingga tidak sah jika jenis transaksi ini dilakukan tanpa ada penyebutan batas waktu.

Akad Mutlaq

Yaitu akad yang tidak diharuskan ada penyebutan batas waktu.

Artinya, penyebutan batas waktu dalam transaksi ini tidak menjadi rukun bahkan jika ada penyebutan batas waktu akan menyebabkan transaksi tidak sah.

Seperti akad nikah dan akad wakaf. Jika dalam transaksi ada penyebutan batas waktu seperti “saya nikahkan Ahmad dengan Fatimah dengan batas waktu satu tahun” maka akad nikah batal.

Berbeda dengan akad mu’aqqat, karena penyebutan batas waktu dalam akad mu’aqqat menjadi rukun. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Disclaimer : Isi redaksi dan pembahasan materi diatas dilansir dari buku siswa Madrasah Aliyah (MA/SMA) Terbitan Kementerian Agama tahun 2020.

Berita Terkini