Nelayan Togok di Kuala Secapah 'Perang Dingin' Dengan Pukat Harimau

Penulis: Muhammad Rokib
Editor: Madrosid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas nelayan togok di Pelabuhan Kuala Secapah tampak sepi saat bulan ramadan, Selasa (7/5/2019).

Nelayan Togok di Kuala Secapah 'Perang Dingin' Dengan Pukat Harimau

MEMPAWAH - Para nelayan tradisional di Pelabuhan Kuala Secapah selama puluhan tahun merasakan dampak negatif dari para pengguna pukat harimau yang tidak pernah bisa di berantas oleh pemerintah dan penegak hukum.

Para nelayan troll (pukat harimau_red) itu beroperasi siang dan malam tanpa henti, celakanya lokasi mereka menarik pukat harimau seperti sengaja menghancurkan harapan para nelayan tradisional.

Seperti yang dialami Ruslan (47) seorang nelayan togok yang sudah 25 tahun menangkap udang di Pelabuhan Kuala Secapah mengaku sejak pertama kali melaut ia sudah berseteru dengan para pengguna pukat harimau.

"Saya jadi nelayan sudah 25 tahun, dan selama itu selalu bertemu dan berseteru dengan nelayan lain yang menggunakan pukat harimau ditengah laut sana," ujarnya, Selasa (7/5/2019).

Baca: Berikut Hasil Perolehan Suara Pilpres Dari 13 Kecamatan Yang Ada di Landak

Baca: Ketua Dewan Harap Masyarakat Waspadai Kebutuhan Pokok Tak Layak Konsumsi

Baca: Ini Hasil Perolehan Suara Jokowi dan Prabowo di Landak

Parahnya lagi, para nelayan togok di Kuala Secapah tak henti-hentinya berseteru dengan para nelayan yang menggunakan pukat harimau, bahkan ada istilah yang cukup terkenal di kalangan nelayan togok yakni serangan balik pukat harimau.

"Biasa kami kejar kapal mereka, tapi malah putar balik mengejar kami, sementara kita pakai sampan kecil, mereka kapal besar, itulah yang disebut serangan balik oleh mereka, jadi kami tidak berani," kisahnya.

Ruslan mengatakan, para nelayan yang menggunakan pukat harimau itu mempunyai kapal yang besar dan mesin dengan tenaga yang kuat sehingga mereka tak mempu melawannya.

"Kecuali aparat yang mengurusnya, dengan senjata baru bisa, pihak keamanan laut (Kamla) juga tidak ada, orangnya ada di Pelabuhan Kuala Seacapah tapi kapal untuk patroli nya tidak ada," ujarnya.

Selain Ruslan, adalagi kisah Dede Mangkau (50) pria paruh baya yang menghabiskan setiap harinya ditengah laut untuk menangkap udang dengan togok juga mengeluhkan hal yang serupa.

"Keluhan kami itu troll atau pukat harimau, itu yang sering, dulu kami sempat berseteru di tengah laut dengan para nelayan pengguna pukat harimau," ujarnya.

Menurut Dede para nelayan pengguna pukat harimau itu dipastikan bukan nelayan dari Pelabuhan Kuala Secapah, namun berasal dari sekitar Kabupaten Mempawah seperti Sungai Pinyuh, dan Bakau Besar.

"Pukat harimau itu berdampak sangat besar sekali terhadap keberlagsungan hidup kami para nelayan togok. Karena kami nelayan togok inikan sifatnya menetap, menggunakan pancang, kalau pukat harimau itu berjalan kemana-mana disekitar togok dan itu mengganggu," ungkapnya.

Dede mengatakan setiap nelayan togok yang melaut harus menelan kerugian dan pendapatan mereka menurun drastis jika disekitar togok mereka beroperasi nelayan troll.

"Karena mereka (nelayan troll_red) berkeliling sekitar togok kami, udang dan ikan habis di sapu rata oleh mereka, sedangkan kami hanya mengandalkan arus air laut. Setiap hari saya selalu bertemu dengan puluhan kapal nelayan yang menggunakan pukat harimau, jelas pendapatan menurun drastis," tuturnya.

Halaman
12

Berita Terkini