Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridho Panji Pradana
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Politik Untan, Dr Jumadi,M.Si mengomentari dan memberikan analysisnya terhadap kasus korupsi berjamaah DPRD di Kota Malang.
Berikut kutipannya.
Ini tentu bukan peristiwa hukum yang baru, itu juga pernah terjadi diawal-awal reformasi. Kita ingat misalnya korupsi berjamaah di DPRD Padang, jadi ini berulang kali.
Tapi tentu, membuat kita juga sedikit banyak terkenang, terkejut. Ditengah semangat memberantas korupsi sebagai suatu kejahatan yang luar biasa, ditengah saat ini memperkokoh apakah pantas tidak mantan narapidana korupsi bisa lolos di lembaga parlemen, malah muncul lagi satu tindakan yang kita anggap melawan moralitas politik yang hendak dibangun.
Baca: Hadiri Sosialisasi Percepat Register Kapal Perikanan di Ketapang, Ini Pesan Kepala DKPP
Apa yang disebut korupsi massal, kasus berjamaah ini tentu memalukan. Tapi ini menjadi warning bagi pejabat didaerah bukan hanya lembaga legislatif namun juga eksekutif karena memang kasus seperti di Kota Malang, ada pola hubungan fungsional yang negatif antara legislatif dan eksekutif dalam konteks pembahasan APBD.
Tapi memang banyak kasus biasanya posisi eksekutif tertekan karena adanya kepentingan politik anggaran yang dilakukan lembaga legislasi.
Pintu masuknya adalah pokok pikiran, dewan biasanya minta anggaran tertentu yang jumlahnya tertentu bagi seluruh anggota dewan, yang kadang tidak sesuai dengan kondisi keuangan dan hasil musrenbang, sedangkan eksekutif didesak untuk mensahkan APBD, dalam posisi tawar-menawar, bergaining muncul kasus seperti DPRD Kota Malang.