TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Asrudin Hatjani, kuasa hukum terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hakim menjatuhkan hukuman mati kepada kliennya, tidak bijak.
Asrudin menuturkan, Aman bukanlah sosok yang menyebarkan ajaran amaliyah atau melakukan aksi terorisme kepada pengikutnya.
Menurutnya, Aman alias Oman Rachman alias Abu Sulaiman hanya berceramah masalah ketauhidan.
Baca: Begini Penilaian Korban Atas Tuntutan Mati Terdakwa Terorisme Aman Abdurrahman
Baca: Reaksi Terdakwa Kasus Terorisme Aman Abdurrahman Usai Dituntut Hukuman Mati
"Ini tidak bijak. Beliau sama sekali tidak meminta pengikutnya untuk melakukan aksi bunuh diri. Hal itu juga tidak ada di dalam fakta persidangan," kata Asrudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Anita Dewayani menuntut Aman Abdurrahman dihukum mati.
Menurutnya, seluruh unsur mengenai aksi terorisme, telah terpenuhi.
"Menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa," tegas Anita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Menurut Jaksa, dalam persidangan terungkap beberapa fakta yang memberatkan terdakwa, seperti melakukan perencanaan terorisme yang berakibat kehilangan nyawa, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.
Baca: Jelang Buka Puasa, Warga Sukadana Serbu Gerai Jajanan Tradisional
Baca: Geger! Karyawan Rumah Makan di Pontianak Ini Ditemukan Tewas di Kamar Tidur
Baca: ISIS Punya Kekayaan Fantastis, Ternyata dari Sini Sumber Penghasilannya
Aman juga dinilai terbukti melakukan ajaran yang menganjurkan para pengikutnya melakukan aksi amaliyah.
Aman didakwa melanggar pasal 14 juncto pasal 6, subsider pasal 15 juncto pasal 7 UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Aman juga dijerat pasal 14 juncto pasal 7 subsider pasal 15 juncto pasal 7 UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.
Usai mendengarkan tuntutan Aman pun mengajukan pembelaan. Dia akan mengajukan pembelaan masing-masing baik pribadi maupun kuasa hukum.
"Ya akan ajukan pembelaan, masing-masing," kata Aman.
Saat pembacaan tuntutan, Aman terlihat santai. Ia bahkan sempat tersenyum di pengadilan.
Usai pengadilan, Aman yang mengenakan peci abu-abu dengan gamis cokelat muda langsung digiring belasan polisi bersenjata laras panjang menuju mobil tahanan menuju ke luar PN Jakarta Selatan.
Aman didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Korban selamat ledakan bom di depan Gedung Sarinah, Ipda Denny Mahieu, menilai wajar jaksa penuntut umum menuntut hukuman mati terdakwa kasus teror bom Thamrin, Aman Abdurrahman.
"Sangat wajar (dihukum mati)," ujar Denny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Menurut Denny, jaksa penuntut umum menuntut berdasarkan barang bukti dan fakta-fakta di lapangan.
Aman dianggap pantas dihukum mati, jika terbukti menggerakkan aksi teror di beberapa wilayah Indonesia.
"Kalau dia gerakkan sampai kejadian di beberapa wilayah, itu korban banyak ya wajar," ucapnya.
Denny mengalami luka-luka di bagian kepala, tangan, paha, betis, hingga tuli akibat teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016.
"Saya sebagai korban ibaratnya yang berlalu sudah berlalu. Cuma hati saya masih tidak menerima. Karena saya ini tidak berbuat jahat kepada mereka," imbuh Denny.