TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Dalam setahun terakhir, setidaknya terjadi 15 kasus kecelakaan konstruksi yang sebagian di antaranya terjadi pada proyek infrastruktur nasional.
Insiden teranyar adalah robohnya bekisting pierhead proyek Tol Bekasi, Cawang, Kampung Melayu (Becakayu) Jakarta Timur pada Selasa (20/2/2018) yang memakan korban tujuh orang pekerja terluka.
Baca: Hadiah Rp 6,2 Miliar! Ini Jadwal Siaran Langsung Piala Gubernur Kaltim: Arema-Persebaya Beda Grup
Imbas kembali terjadinya kecelakaan konstruksi pada proyek infrastruktur, pemerintah menyatakan memoratorium atau menunda sementara semua proyek konstruksi bersifat elevated atau melayang, baik jalan tol layang, jalur layang MRT, maupun jalur layang LRT di seluruh Indonesia.
Kesepakatan diteken oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.
Baca: Pegawai BPJS Digrebek Suaminya di Hotel dengan Pria Lain, Videonya Bikin Syok!
Menteri PUPR Basuki memastikan langkah menghentikan sementara proyek infrastruktur melayang bukan sebagai bentuk moratorium.
Tapi penghentian sementara pekerjaan yang di atas permukaan tanah, hingga seluruh kontraktor yang menggarap tol layang dapat memastikan prosedur operasional standar yang diterapkan sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Kita prihatin dengan kecelakaan beruntun pada proyek infrastruktur Pemerintah tersebut.
Langkah menghentikan semua proyek konstruksi bersifat melayang tersebut sudah tepat, supaya ada evaluasi total, sehingga tidak terulang insiden serupa yang sudah makan banyak korban.
Karena tentu risiko dan korbannya akan lebih besar jika kecelakaan itu terjadi saat proyek sudah selesai dan dioperasionalkan untuk kepentingan umum.
Karena menurut Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto dalam keterangan resminya seperti dikutip detikFinance, Rabu (21/2/2018), memang sudah mendesak untuk dilakukan evaluasi dan assesment secara menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur untuk menjamin seluruh proses pengerjaan proyek memang layak, aman, dan memberi hasil yang terbaik
Sejumlah pihak menilai, kecelakaan beruntun di proyek infrastruktur tersebut diakibatkan oleh kegagalan struktur (structural failure), terutama kegagalan dalam proses pelaksanaan. Khususnya terkait dengan pekerjaan pengangkatan (heavy lifting works) dan pemasangan (erection work).
Heavy lifting and erection works merupakan bagian dari kegiatan konstruksi yang mengandung resiko sangat tinggi terkait dengan aspek keselamatan (safety).
Sehingga diperlukan persiapan, kesiapan dan kelengkapan dari seluruh elemen yang mendukung, seperti peralatan kerja, sistem dan prosedur kerja, serta SDM (operator, rigger, supervisor) yang kompeten. Juga perlu pengecekan dan pemantauan secara terus menerus sejak sebelum proses pengangkatan dimulai sampai dengan proses pemasangan diselesaikan.
Ironisnya, di saat yang sama, dari 7.000 Insinyur dengan sertifikat kompetensi profesional bidang teknik sipil saat ini, keahlian khusus yang terkait dengan pekerjaan pengangkatan dan pemasangan benda berat justru masih sangat kurang. Insinyur Profesional Heavy Lifting and Erection memang masih sangat kurang, dan bahkan kompetensi tersebut nyaris belum terdaftar di PII.
Untuk itu, kita setuju dengan PII yang mengajukan sejumlah rekomendasi untuk mencegah insiden kegagalan dalam proses konstruksi proyek-proyek infrastruktur.
Pertama, segera melakukan pendidikan dan pelatihan untuk menghasilkan Heavy Lifting and Erection Professional Engineer dengan standard kompetensi dan jumlah yang memadai.
Kedua, mensyaratkan alokasi Heavy Lifting and Erection Professional Engineer dan biaya keselamatan secara khusus di dokumen tender proyek-proyek infrastruktur skala besar.
Ketiga, manajemen perusahaan pelaksana proyek infrastruktur harus memastikan fungsi kerja maupun keandalan alat bantu kerja senantiasa terjaga dengan baik.
Seperti peralatan berat, perlengkapan penerangan di area kerja sesuai standar kerja, selalu terjaga dalam musim penghujan, alat-alat dioperasikan oleh operator dan para asisten yang kompeten. (*)