Penasehat Hukum Jamiri Ajukan Banding di Pengadilan Negeri Sambas, Ini Alasannya

Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Jamadin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penasihat Hukum (PH) dari Kantor Hukum Helmian Subsadi SH MH dan Rekan, Lipi dan Helmian Subsadi saat konferensi pers di Sambas, Senin (5/2/2018)

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Penasihat Hukum (PH) dari Kantor Hukum Helmian Subsadi SH MH dan Rekan, Lipi dan Helmian Subsadi melakukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sambas.

Yang telah memutuskan bahwa kliennya bernama Jamiri, terbukti bersalah dalam kasus tindak pidana ringan (tipiring), dan harus menjalani hukuman penjara selama 1 bulan.

Saat konferensi pers di Sambas, Senin (5/2/2018), Helmian Subsadi mengungkapkan, Jamiri ditangkap polisi, lantaran Jamiri telah mengambil uang sebanyak Rp 40 ribu di sebuah warung di Desa Parit Baru, Selakau pada Rabu (24/1/2018)

"Jamiri ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan dengan Pasal 364 KUHP atau tindak pidana ringan, karena mengambil tanpa izin uang pecahan Rp 20 ribu sebanyak 2 lembar. Dia kemudian di sidang dan divonis 1 bulan dan di tahan di Rumah Tahanan Sambas. Ditahan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sambas dengan Nomor: 8/Pid.C/2018/PN.Sbs, dan kemudian kami mohonkan Banding pada tanggal 29 Januari 2018," ungkapnya didampingi Lipi, Senin (5/2/2018).

Terkait dengan kasus tersebut, ada beberapa hal yang disampaikan pihaknya.

Pihaknya menegaskan, bahwa kliennya telah melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kliennya.

"Karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit. Pada tanggal 6 Januari 2015, dokter yang memeriksa terdakwa membuat Surat Rujukan Nomor: 007/Bpjs/I/2015 ke dokter Poli Penyakit Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Singkawang, karena telah didiagnosa menderita Skizofrenia," jelasnya.

Lanjut Helmian, kemudian Puskesmas Selakau Timur kembali membuat Surat Rujukan Peserta Nomor: 051/Kis/I/2018, ditujukan kepada dokter Poli Penyakit Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Singkawang.

"Tertanggal 25 Januari 2018, setelah didiagnosa, terdakwa mengalami Skizofrenia Paranoid. Sampai saat ini, klien kami dalam masa penyembuhan dan masih mengkonsumsi obat-obat untuk penyembuhan. Istilahnya klien kami masih rawat jalan," terangnya.

Helmian menegaskan, pihaknya menilai, putusan yang diberikan kepada kliennya, tidak memenuhi unsur keadilan.

"Sangat tidak adil, karena telah menghukum orang yang sakit jiwa," tegas Helmian.

Kendati, kliennya memang telah melakukan perbuatan tersebut, namun menurutnya tidak dapat dipertanggungkan kepada kliennya.

Ini lantaran, menurut pihaknya, Jamiri jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit.

"Sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP dan Pasal 44 ayat (2) KUHP. Bandingkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Sintang terhadap saudara Petrus Bakus, yang dituntut penjara seumur hidup namun akhirnya divonis bebas pada Kamis, 1 Desember 2016," paparnya.

Helmian menuturkan bahwa dari kasus Jamiri ini, hakim hanya menitikberatkan pada aspek dogmatika.

"Hakim sepertinya hanya bertugas corong undang-undang, yang berakibat pada penciptaan keadilan formal belaka. Penegakan hukum yang berkeadilan yang seharusnya sarat dengan etis dan moral, tetapi kami menyesalkan dalam perkara No. 8/Pid.C/2018/PN.Sbs jauh dari rasa keadilan," tuturnya.

Ditambahkan Helmian, peristiwa terhadap Jamiri hendaknya menjadi pelajaran untuk penegak hukum, agar lebih bijak, lebih hati-hati, objektif dan independen.

"Jangan sampai orang yang tidak dapat mempertanggungkan perbuatannya di hukum dan ditahan," sambungnya.

Terpisah, Ketua Pengadilan Negeri Sambas, Yogi Arsono, mengungkapkan, terhukum Jamiri tampak lancar saat ditanya oleh hakim saat berjalannya persidangan.

"Apakah surat keterangan sakit terlampir dalam berkas atau tidak. Karena pada waktu persidangan terdakwa lancar ketika ditanya oleh hakim," ungkap Yogi Arsono, Senin (5/2/2018).

Menurut Yogi, kategori kejahatan pidana ringan yang dilakukan oleh terhukum, memang diperiksa dengan cepat dan diputus perkaranya pada hari yang sama.

"Kewenangan penyidikan ada di pihak polsek, apa itu masuk tipiring atau pidana singkat atau pidana biasa. Sehingga begitu dilimpahkan oleh penyidik tersebut, selaku kuasa dari penuntut umum, maka disidangkan oleh pengadilan. Untuk tipiring diperiksa dengan acara cepat, sehingga harus diputus oleh hakim tersebut pada hari itu. Mengenai apa yang menjadi alasan terdakwa dinyatakan bersalah, sudah menjadi kewenangan hakim yang tidak dapat di campuri atau di intervensi pihak manapun," sambungnya.

Berita Terkini