BPKP Soroti Pentingnya Kepemimpinan Risiko dalam Suksesnya Pembangunan Daerah
Rudy kemudian menguraikan lima peran penting kepemimpinan di daerah dalam membangun budaya risiko.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kepemimpinan yang adaptif dan sadar risiko dinilai sebagai katalisator penting dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Hal ini mengemuka dalam Library Café Auditing MRPN Series #4 yang digelar secara daring oleh Pusat Strategi Kebijakan Pengawasan (Putrajakwas) BPKP, Selasa 29 Juli 2025.
Mengangkat tema “Kepemimpinan Risiko: Katalisator Suksesnya Pembangunan Nasional”, forum ini menghadirkan Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Barat, Rudy M. Harahap, dan Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Selatan, Ayi Riyanto, sebagai influencer utama.
Dalam paparannya, Rudy menegaskan bahwa keberhasilan organisasi pemerintah, terutama di daerah dalam menghadapi berbagai tantangan pembangunan sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan dalam mengelola risiko.
“Kepemimpinan adalah seni mengajak orang lain untuk bertindak. Dalam konteks risiko, ini berarti bertindak sebelum bahaya terjadi,” ujar Rudy.
Ia menambahkan bahwa budaya risiko yang kuat menjadi fondasi bagi pengambilan keputusan yang cermat dan strategis.
Tanpa kesadaran risiko yang terintegrasi, organisasi bisa kehilangan arah bahkan berjalan bertentangan dengan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan.
Rudy menekankan, budaya risiko yang kuat sangat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mengambil keputusan strategis terkait risiko dan dalam memenuhi janji kinerja.
Baca juga: Harga Emas di Pontianak Hari Ini, Terjadi Pergerakan Harga
“Tanpa budaya risiko yang tepat, organisasi dapat secara tidak sadar membiarkan tujuan aktivitas yang bertentangan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, bahkan beroperasi sepenuhnya tanpa menyadari apa yang sedang terjadi di bagian lain organisasi,” jelas Rudy.
Hal tersebut dapat menghambat pencapaian tujuan strategis, taktis, dan operasional, serta menyebabkan kerusakan serius terhadap reputasi dan keuangan organisasi.
Rudy kemudian menguraikan lima peran penting kepemimpinan di daerah dalam membangun budaya risiko.
Pertama, sebagai Role Model, pemimpin harus menunjukkan sikap terbuka terhadap risiko, transparan terhadap kegagalan, dan konsisten dalam pengambilan keputusan berbasis data.
Kedua, sebagai Komunikator Risiko, pemimpin perlu secara aktif menyampaikan visi risiko daerah, termasuk mengidentifikasi ancaman terbesar dan strategi persiapan menghadapinya.
Ketiga, sebagai Fasilitator Sinergi, pemimpin diharapkan mendorong kolaborasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI/Polri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat dalam sistem manajemen risiko daerah.
Keempat, sebagai Penentu Arah dan Kebijakan, pemimpin harus memasukkan pertimbangan risiko ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD, serta melibatkan risiko dalam perencanaan strategis.
Terakhir, sebagai Pengambil Keputusan berdasarkan Risiko, pemimpin harus menggunakan data makro strategis, kerentanan sosial, dan indikator risiko lainnya untuk membuat keputusan yang bijak.
Dalam kegiatan tersebut, Rudy juga mengambil contoh cerita kesuksesan di Provinsi Kalimantan Barat terkait Penanganan Karhutla dari upaya reaktif menjadi preventif, dimana hal tersebut ditandai dengan transformasi strategis dari budaya risiko di lapangan.
Diskusi pada kegiatan siang hari itu juga diperkaya dengan materi yang disampaikan oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan Ayi Riyanto yang juga menjadi influencer dalam kegiatan tersebut.
Dalam paparannya, Ayi menekankan, membangun budaya risiko yang efektif memerlukan empat pilar kepemimpinan utama, yaitu menjadi panutan (Role Model), menyampaikan pesan eksplisit, memberikan insentif, serta menunjukkan simbol dan tindakan nyata.
“Keteladanan dinilai jauh lebih berpengaruh dibandingkan instruksi formal, sementara kejelasan kebijakan dan penghargaan atas pengelolaan risiko menjadi kunci agar risiko tidak diabaikan dalam rutinitas organisasi,” ungkapnya.
Kepemimpinan pun harus konsisten antara ucapan dan perbuatan, walk the talk, untuk menciptakan dampak simbolis yang kuat dalam pembentukan budaya risiko, jelasnya lagi.
Diakui oleh Rudy, pembentukan kepemimpinan risiko untuk membangun budaya risiko memerlukan waktu yang tidak sedikit.
“Ketika bicara budaya risiko, harus ada shifting paradigm dalam melihat manajemen risiko. Hal tersebut betul-betul memerlukan proses peresapan nilai bersama,” ujarnya
Kegiatan "Library Cafe Auditing MRPN Series #4" tersebut diharapkan menjadi katalisator bagi seluruh unsur pemerintah pusat dan daerah.
Hal ini akan membuat semakin disadari pentingnya kepemimpinan risiko dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berdaya tahan. (*)
- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!
| Keberhasilan Konseverasi Ditandai Kelahiran Bayi Orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya |
|
|---|
| Tak Keluar Rumah Dua Hari, Pria di Pontianak Utara Ditemukan Meninggal Diduga Sakit |
|
|---|
| Komunitas Anak Taman Landak Sukses Rayakan HUT RI Tahun 2025 di TKI Ngabang |
|
|---|
| Bapperida Sanggau Gelar FGD, Pengembangan Program Iklim Berbasis Hutan dan Masyarakat |
|
|---|
| Pemprov Kalbar Dorong Bank Kalbar Perkuat Digitalisasi Melalui Jabatan Direktur Teknologi Informasi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.