Kopi Desa Tengon dan Sempatung Landak Mulai Jadi Oleh-oleh Khas Daerah 

Selama ini, sebagian besar proses pengolahan masih dilakukan secara manual oleh warga. 

Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ Alfon Pardosi
BERI KETARANGAN - Pemilik Kedai Kopi Pelawe di Ngabang, Deri bercerita mengenai mengolah kopi di kedainya. Deri mengaku pertama kali tertarik untuk mengolah kopi lokal setelah mengetahui banyak kebun kopi milik warga yang belum dimanfaatkan secara maksimal.  
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Komoditas kopi di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, kian menunjukkan potensi menjanjikan di pasar lokal maupun nasional. 
Diantara daerah penghasilnya, kopi dari Desa Tengon dan Desa Sempatung, Kecamatan Air Besar, mulai dikenal luas dan bahkan menjadi buah tangan khas dari Kabupaten ini. 
Kopi-kopi tersebut berasal dari hasil panen petani lokal yang masih mengelola kebun secara tradisional. 
Biji kopi mentah atau dikenal sebagai green bean coffee ini belakangan mulai digarap lebih serius oleh para pelaku UMKM, satu diantaranya Deri, pemilik Kedai Kopi Pelawe di Ngabang. 
Deri mengaku pertama kali tertarik untuk mengolah kopi lokal setelah mengetahui banyak kebun kopi milik warga yang belum dimanfaatkan secara maksimal. 
Setelah mencoba melakukan pengolahan, ia menemukan cita rasa khas dari kopi Desa Tengon dan Sempatung yang menurutnya punya nilai jual tinggi. 
“Biji kopi saya beli dari petani dengan harga Rp 60.000 per kilogram. Sejak akhir 2024, saya mulai menampung dan mengolah sendiri, dari proses roasting, penggilingan, sampai pengemasan,” ujar Deri. 
Ia juga menambahkan nama “Kopi Tengon” dan “Kopi Sempatung” di setiap kemasan kopi bubuknya sebagai bentuk pengenalan asal-usul produk. 
Langkah ini terbukti efektif, karena kini kopi lokal Landak tersebut sudah mulai dikenal luas dan menjadi salah satu oleh-oleh andalan, termasuk oleh jajaran Pemerintah Kabupaten Landak. 
Meski demikian, tantangan masih ada. Produksi kopi dari para petani belum stabil setiap bulannya karena belum adanya sistem budidaya yang terstandar dan minimnya sarana pengolahan. 
Selama ini, sebagian besar proses pengolahan masih dilakukan secara manual oleh warga. 
“Kami berharap ke depan ada pendampingan lebih lanjut bagi para petani. Tujuannya agar bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, serta melengkapi sarana pengolahan buah kopi menjadi green bean,” harap Deri. 
Upaya seperti ini diharapkan tidak hanya bisa mengangkat nama kopi daerah, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat pedesaan di Kabupaten Landak. (alf)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!! 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved