Gubernur Ria Norsan Temui Mahasiswa yang Gelar Aksi di Depan Kantor Gubernur Kalbar

"kita mengharapkan adik-adik intelektual ini menyampaikan orasi boleh, tapi tidak membakar ban, kita sepakat dulu," ujarnya.

|
Editor: Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Gubernur Kalbar, H Ria Norsan menyambut kedatangan mahasiswa dan berdialog di depan Kantor Gubernur Kalbar, Senin 2 Juni 2025 sore WIB. 

“Kita masih melihat diskriminasi terhadap kelompok minoritas, baik secara agama maupun etnis. Negara tidak boleh tinggal diam. Ketuhanan dan Kemanusiaan bukan hanya simbol, tapi nilai yang harus ditegakkan,” tegasnya.

Sebagai hasil dari dialog kritis ini, peserta menyepakati beberapa tuntutan moral dan intelektual kepada pemerintah dan pemangku kebijakan, yaitu:

1. Menindak tegas segala bentuk intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok agama, etnis, maupun kepercayaan minoritas yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam Pancasila.

2. Menghentikan praktik kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat negara dalam menangani aksi demonstrasi dan kebebasan berpendapat rakyat. 

3. Menegakkan hukum secara adil dan merata, tanpa pandang bulu terhadap pejabat maupun masyarakat biasa.

4. Menghapus kebijakan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja dan rakyat kecil.

5. Mewujudkan keadilan sosial melalui pemerataan pembangunan serta jaminan akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah tertinggal. 

6. Memperkuat pendidikan Pancasila yang kritis dan aplikatif, bukan sekadar hafalan, sebagai bentuk penguatan ideologi kebangsaan bagi generasi muda.

Pro Kontra Pemotongan Gaji Pegawai Pemprov 2,5 Persen, Norsan Sampaikan Dalil Alquran Sebagai Dasar

Di sisi lain, Ketua HMI Insan Komisariat Cita Joko Pratama, menegaskan bahwa Pancasila harus dibumikan, bukan dimitoskan.

“Pancasila bukan mantra kosong. Kita perlu membumikan nilai-nilainya lewat kebijakan yang pro-rakyat dan berpihak pada yang tertindas. Itulah tugas sejarah generasi kita,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua GMKI Komisariat UNOSO Irvan Surya, menambahkan bahwa dialog ini adalah awa, namun perjuangan sesungguhnya ada di lapangan, di ruang kelas, dan di tengah rakyat. 

“Kita mahasiswa punya tanggung jawab ideologis untuk memastikan bahwa Pancasila tidak dikhianati oleh kebijakan negara sendiri.” Tegasnya. 

Forum ini juga menyoroti janji-janji politik Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat yang hingga kini belum menyentuh kebutuhan dasar rakyat secara merata, terutama di bidang pendidikan, infrastruktur desa, dan keterbukaan akses ekonomi bagi masyarakat adat dan perbatasan.

“Kami mahasiswa di Pontianak menagih janji politik yang pernah diucapkan di masa kampanye: soal beasiswa, soal konektivitas jalan, soal penguatan ekonomi masyarakat pinggiran. Ini bukan hanya soal tanggung jawab politik, tapi soal implementasi Pancasila di tanah Kalimantan Barat,” ujar Leo Nardy Saputra.

 “Pancasila bukan sekadar ideologi nasional. Ia harus hidup dalam keputusan politik daerah. Kalau janji itu dilupakan, maka pemerintah daerah sedang berkontribusi dalam memudarkan makna Pancasila itu sendiri,” tambah Rizki Setiawan, selaku Ketua HMJTA. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved