Berita Viral

Beda Awal Puasa 2024, Lebaran Idul Fitri 1445 H Pemerintah dan Muhammadiyah Bisa Serentak

Penetapan awal Puasa 1 Ramadhan 1445 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah diprediksi berbeda, tapi lebaran bisa sama.

Editor: Rizky Zulham
GRAFIS TRIBUN PONTIANAK/ENRO
Beda Awal Puasa 2024, Lebaran Idul Fitri 1445 H Pemerintah dan Muhammadiyah Bisa Serentak 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Penetapan awal Puasa 1 Ramadhan 1445 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah diprediksi berbeda, tapi lebaran Idul Fitri bisa sama.

Dimana PP Muhammadiyah sudah menetapkan awal puasa jatuh pada Senin 11 Maret 2024.

Sedangkan pemerintah baru akan mengumumkan Hasil Sidang Isbat 1445 Hijriah pada Minggu 10 Maret 2024.

Berdasarkan prediksi, kemungkinan besar awal puasa 1 Ramadhan 1445 Hijriah bersi pemerintah pada Selasa 12 Maret 2024.

Namun, menilik posisi hilal, awal bulan kesembilan dalam kalender Hijriah ini kemungkinan akan berbeda lantaran pemerintah diprediksi menetapkan Ramadhan jatuh pada Selasa 12 Maret 2024.

Meski awal Ramadhan diperkirakan berbeda, hari raya Idul Fitri berpotensi berlangsung serentak.

Hukum Ziarah Kubur Sebelum Puasa Ramadhan Menurut Pendapat Para Ulama dan Ustazd

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah resmi menetapkan 1 Syawal 1445 H atau Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024.

Sementara pemerintah, diprediksi akan memutuskan tanggal yang sama karena posisi hilal di wilayah Asia Tenggara pada 9 April 2024 petang telah memenuhi kriteria baru MABIMS.

Lantas, mengapa awal Ramadhan berpotensi berbeda tetapi lebaran bisa serentak?

Perbedaan kriteria yang digunakan

Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menjelaskan, perbedaan penetapan awal bulan Hijriah muncul karena perbedaan kriteria yang digunakan.

"Ya, sumber perbedaan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha karena beda kriteria saat posisi Bulan rendah (hilal)," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/3/2024).

Thomas menegaskan, perbedaan penetapan bukan disebabkan penggunaan metode hisab maupun rukyat.

"Untuk saat ini sulit dipertemukan. Jadi, perbedaan akan terus ada, mungkin makin sering terjadi," imbuhnya.

Diketahui, Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau penghitungan secara astronomis, sedangkan pemerintah melalui Kemenag menggunakan metode hisab yang dikonfirmasi dengan rukyat.

Rukyat atau aktivitas melihat penampakan hilal (Bulan sabit) tersebut dilakukan pada hari ke-29 dalam satu bulan di kalender Hijriah.

Baca juga: Daftar Harga Sembako Jelang Ramadhan 2024, Beras Termahal Rp 25.000

Menurut Thomas, rukyat terkadang gagal melihat hilal, sehingga satu bulan digenapkan menjadi 30 hari, dan puasa atau Idul Fitri ditetapkan pada hari berikutnya.

Dia pun mengungkapkan, satu bulan pada kalender Hijriah selalu terdiri dari 29 hari atau 30 hari.

"Karena rata-ratanya siklus sinodis atau Bulan baru ke Bulan baru berikutnya, 29,53 hari," terang Thomas.

Thomas melanjutkan, pengamal rukyat perlu kriteria agar saat melakukan pengamatan tidak keliru.

Sebab, hilal sangat tipis dan redup, serta dihadapkan dengan cahaya senja yang masih terang.

Demikian pula pengamal hisab, perlu kriteria agar angka-angka hasil perhitungan bisa dimaknai dalam menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah.

"Hal pokok yang dilakukan pengamal rukyat dan pengamal hisab adalah menentukan batas minimal keberadaan hilal sebagai penanda awal bulan," ujarnya.

Kriteria wujudul hilal digunakan Muhammadiyah

Baik metode hisab maupun rukyat, sama-sama bertujuan menentukan awal bulan dengan hilal sebagai obyeknya. Kendati demikian, menurut Thomas, hilal bukanlah benda, tetapi fenomena ketampakan Bulan dari Bumi.

Pada kriteria wujudul hilal atau WH yang digunakan PP Muhammadiyah, mensyaratkan Bulan terbenam lebih lambat daripada Matahari, dan ijtimak sudah terjadi sebelum maghrib.

Ijtimak sendiri merupakan saat berakhirnya Bulan lalu dan munculnya Bulan baru dalam penanggalan Hijriah.

"Dari definisi tersebut jelas syarat minimalnya adalah piringan atas Bulan masih berada di atas ufuk (secara hitungan) pada saat maghrib," tutur Thomas.

Kriteria wujudul hilal tersebut termasuk kriteria yang paling sederhana dan telah digunakan sejak 1970-an.

Menurutnya, cukup menggunakan data waktu Bulan terbenam (moonset), Matahari terbenam (sunset), serta ijtimak sebelum maghrib, ahli hisab sudah bisa menentukan awal bulan Hijriah.

Kriteria lama MABIMS (kriteria 2-3-8)

Dahulu, kata Thomas, pemerintah menggunakan kriteria lama MABIMS atau forum Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Kriteria ini resmi dipakai pada awal 1990-an, dan mensyaratkan batas minimal tinggi Bulan 2 derajat serta elongasi 3 derajat atau umur bulan (sejak ijtimak sampai maghrib) 8 jam.

"Sering juga disebut kriteria 2-3-8. Dalam prakteknya batas ketinggian 2 derajat yang banyak digunakan," tutur Thomas.

Mantan Kepala LAPAN itu mengungkapkan, kriteria 2-3-8 sejak 2010-an banyak dikritisi karena dianggap terlalu rendah.

Pasalnya, hilal pada ketinggian 2 derajat sangatlah tipis, sedangkan cahaya senja di langit masih cukup terang.

Oleh karena itu, seiring berkembangnya waktu, muncul usulan untuk mengganti kriteria MABIMS ini dengan kriteria lebih tinggi.

Apakah Boleh Tidak Puasa karena Bekerja? Begini Menurut Hukum Islam

Kriteria baru MABIMS digunakan Kemenag

Thomas menjelaskan, pemerintah Indonesia saat ini menggunakan kriteria baru MABIMS untuk menentukan awal bulan Hijriah.

Menurutnya, kriteria tersebut cukup sederhana, hanya mensyaratkan tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

Merujuk data internasional, ketinggian 3 derajat dinilai sebagai minimal ketinggian hilal yang teramati karena di bawah angka ini hilal masih terlalu tipis untuk mengalahkan cahaya senja.

Sementara itu, elongasi minimal 6,4 derajat merujuk pada rekor ketampakan hilal atau Bulan baru.

"Kriteria ini bukanlah kriteria terbaik, karena memang tidak ada kriteria yang sempurna. Namun setidaknya, kriteria telah disepakati oleh empat negara, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura," kata Thomas.

(*)

# Berita Viral

Ikuti saluran Tribun Pontianak di WhatsApp: KLIK DISINI

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved