Khazanah Islam

Apa Hukum Bagi Istri yang Menyuruh Suaminya Mendirikan Shalat?

Istri memiliki hak untuk diajak berdiskusi dalam hal-hal yang berkaitan dengan keluarga dan rumah tangga.

Editor: Hamdan Darsani
CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
Apa hukum bagi Istri yang menyuruh bahkan memerintahkan suaminya untuk mendirikan Shalat? Perlukah Suami Marah saat mendapat diminta Istri Shalat. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Dalam Islam perspektif Islam peran suami dan istri memiliki tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan rumah tangga.

Suami bertanggung jawab sebagai pemimpin keluarga dan memiliki otoritas dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga, kecuali jika keputusan tersebut bertentangan dengan ajaran agama.

Namun, ini bukan berarti suami memiliki hak absolut atau bebas dari pertimbangan dan konsultasi dengan istri.

Istri memiliki hak untuk diajak berdiskusi dalam hal-hal yang berkaitan dengan keluarga dan rumah tangga.

Islam menganjurkan kesetaraan dalam komunikasi dan saling mendengarkan antara suami dan istri.

Pilihan Bacaan Doa Taubat Ringkas dan Sederhana Bisa Diamalkan Setelah Shalat Fardhu

Dalam banyak situasi, istri dapat memberikan pendapat dan nasihat kepada suami, dan suami sebaiknya mempertimbangkannya dengan baik.

Dalam prakteknya, ketika suami mengambil keputusan, ia sebaiknya mempertimbangkan pendapat dan kepentingan istri serta menjunjung tinggi musyawarah dan kesepakatan bersama.

Jika istri memiliki kekhawatiran atau saran yang baik, suami sebaiknya membukanya untuk didiskusikan dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pentingnya kerjasama, penghormatan, dan keadilan antara suami dan istri dalam menjalankan peran dan tanggung jawab mereka.

Kedua belah pihak sebaiknya saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang harmonis, berdasarkan rasa saling menghargai dan saling mengasihi dalam kerangka ajaran agama.

Bacaan Doa Setelah Adzan Arab Latin Lengkap Terjemahan

Lalu bagaimanakah jika istri memerintah suami untuk menjalankan Shalat?

jika kita menelisik hadits Nabi Muhammad SAW, baik suami maupun istri, dalam urusan mengingatkan atau menyuruh beribadah, memiliki hak yang benar-benar sama, setara.

Hal ini tergambar dalam hadits yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah dari Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “رَحِمَ اللَّهُ رَجُرَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ”

“Allah memberi rahmat (senang) kepada seorang suami yang bangun malam kemudian shalat (tahajud ) dan membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, dia mencipratkan air ke wajahnya. Begitu juga Allah senang kepada istri yang bangun malam kemudian shalat (tahajud ) dan membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, dia mencipratkan air ke wajahnya.” (HR Abu Dawud no 1308)

Abu Hurairah yang mendengar hadits ini langsung dari Nabi Muhammad SAW mempraktikkan hadits ini sebagaimana yang diriwayatkan Abu ‘Utsman al-Hindi:


عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ تَضَيَّفْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ سَبْعًا فَكَانَ هُوَ وَامْرَأَتُهُ وَخَادِمُهُ يَعْتَقِبُونَ اللَّيْلَ أَثْلَاثًا يُصَلِّي هَذَا ثُمَّ يُوقِظُ هَذَا

“Abu ‘Utsman al-Hindi bercerita Ketika bertamu ke rumah Abu Hurairah selama tujuh hari. Dia bersama istri dan pembantunya membagi malam menjadi tiga bagian untuk shalat malam. Salah satu dari mereka shalat di sepertiga awal, kemudian membangunkan yang kedua untuk shalat di sepertiga kedua, dan seterusnya sampai sepertiga akhir.” (HR. al-Bukhari no. 5125)

Syekh Muhammad Syamsul Haq Abadi (w. 1329 H.) dalam karyanya ‘Aunul Ma’bud ‘ala Sunan Abi Dawud berkomentar atas hadits tersebut.

Menurutnya, mencipratkan air ke muka harus dilandasi motif kasih sayang, bukan dari rasa kesal. Kemudian dirinya mengutip pendapat Ibnu Malik yang berpendapat bahwa berdasarkan hadits tersebut, siapa pun (baik laki atau perempuan) dianjurkan untuk memaksa dalam kebaikan.

Hadits di atas juga menunjukkan gambaran ideal bagaimana suami istri saling menyayangi, berkomunikasi dengan baik, dan memiliki pandangan yang sama, bahwa baik suami atau istri memiliki hak yang sama ketika mengingatkan atau memaksa beribadah kepada Allah SWT.

Karenanya, suami hendaknya tidak merasa kesal bila istri menyuruhnya beribadah. Terutama bila istri misalnya memaksa suami agar segera shalat wajib.

Berdasrkan keterangan anggota Komisi Fatwa MUI, KH Dr Fatihunnada, menjelaskan shalat tahajud saja yang hukumnya sunnah, istri boleh mencipratkan air ke muka suami supaya sama-sama shalat tahajud.

“Terlebih bila shalat wajib, tentu istri dianjurkan memaksa suami supaya segera shalat, lebih-lebih bila waktu sudah menunjukkan berakhirnya waktu shalat,” kata dia.

Kiai Fatihunnada yang juga dosen Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, hal tersebut adalah bentuk kesetaraan pria dan wanita (suami dan istri) di dalam ajaran agama Islam yang memposisikan keduanya sebagai rekan untuk bekerja sama dalam mewujudkan rumah tangga yang baik. Wallahu A’lam. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved