Khazanah Islam

Kerajaan Gowa-Tallo dan Penyebaran Islam di Sulawesi Materi PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP

Kerajaan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.

Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK
Kerajaan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Pada awalnya, di daerah Gowa, terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera),

yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, ParangParang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili.

Kemudian semua komunitas bergabung dan sepakat membentuk Kerajaan Gowa.

Kerajaan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.

Di Sulawesi Selatan pada awal abadke-16,terdapat banyak kerajaan bercorak Hindu, tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallao, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu.

Pada tahun 1605, Sultan Alaudin (1591 – 1639 M) dari Gowa masuk Islam berkat adanya dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau.

Arti Wajib Haji yang Berbeda dengan Rukun Haji Materi PAI dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP

Sejak saat itu, kerajaan Gowa resmi menjadi kerajaan Islam.

Islamnya raja Gowa segera diikuti oleh rakyatnya.

Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan-kerajaan lainnya.

Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 yang lebih populer dengan sebutan kerajaan kembar “Gowa-Tallo”.

Dua kerajaan telah menyatakan ikrar bersama, yang terkenal dalam peribahasa “Rua Karaeng Na Se’re Ata” (“Dua Raja tetapi satu rakyat”).

Oleh karena itu, kesatuan dua kerajaan itu disebut Kerajaan Makassar.

Dari Makassar, agama Islam disebarkan ke berbagai daerah, bahkan sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Pada pertengahan abad ke-17, Makassar atau Gowa berada pada puncak kejayaannya.

Pada masa itu, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh daerah di Indonesia bagian timur mulai Pulau Sangir Talaud sebelah utara, Kutai di bagian barat, serta daerah Marege (Australia) di bagian selatan, sudah merasakan pengaruh kekuasaan Kerajaan Gowa.

Pemerintahan Kerajaan Gowa mencapai puncaknya terutama di bawah pemerintahan Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikulssaid (1639-1653 M) atau lebih dikenal Sultan Malikussaid (1639-1653 M).

Ringkasan Materi Pelajaran SKI Kelas 9 MTs Kerajaan Bercorak Islam di Sumatra, Jawa dan Sulawesi

Kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Gowa makin luas meliputi seluruh wilayah Sulawesi Selatan, bahkan kawasan Timur Indonesia.

Kerajaan Gowa ketika itu telah mampu menjalin hubungan akrab dengan raja-raja di Nusantara.

Tidak hanya itu, bahkan Gowa juga menjalin hubungan internasional dengan rajaraja dan pembesar dari negara luar, seperti Raja Inggris, Raja Kastilia di Spanyol, Raja Portugis, Raja Muda Portugis di Gowa (India), Gubernur Spanyol dan Mufti Besar Arabia.

Setelah memerintah Kerajaan Gowa selama 16 tahun, tanggal 5 November 1653, Sultan Malikus said wafat.

Beliau digantikan oleh puteranya I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin yang menjadi Raja Gowa XVI (1654-1660 M) atau yang lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin.

Sultan Hasanuddin bersikap tegas dan tidak mau tunduk kepada Belanda.

Pada tahun 1654-1655 M, terjadi pertempuran hebat antara Kerajaan Gowa dan Belanda di Kepulauan Maluku.

Pada bulan April 1655, pasukan Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin menyerang Buton, dan berhasil mendudukinya serta menewaskan semua tentara Belanda di negeri itu.

Sultan Hasanuddin juga berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan negara-negara kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone. Raja Bone (Aru Palaka) diusir dari negerinya.

Setelah Belanda mengetahui bahwa Bandar Makassar cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, Belanda mulai mengirimkan utusannya ke Makassar untuk membuka hubungan dagang.

Utusan itu diterima baik dan Belanda sering datang ke Makassar, tetapi hanya untuk berdagang. Setelah itu, mereka mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempahrempah).

Belanda juga menganjurkan agar Makassar tidak menjual berasnya kepada Portugis. Namun, semua ajakan Belanda itu ditolak.

Antara Makassar dan Belanda sering terjadi konflik karena persaingan dagang. Permusuhan Makassar dan Belanda diawali dengan terjadinya insiden penipuan pada tahun 1616 M.

Saat itu, para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi ternyata mereka dilucuti sehingga terjadilah perkelahian seru yang menimbulkan banyak korban di pihak Makassar.

Sejak itu, orang-orang Makassar membenci Belanda. Suatu ketika, orang-orang Makassar membunuh awak-awak kapal yang mendarat di Sumba.

Orang-orang Belanda pun juga sering menyerang perahu-perahu Makassar yang berdagang ke Maluku. Keadaan makin meruncing dan akhirnya pecah menjadi perang terbuka.

Dalam peperangan tersebut, Belanda sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar sehingga Belanda memperalat Aru Palaka (Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar.

Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian.

Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa.

Sejak kekalahan Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya mengalami kemunduran. (*)

Disclamair : Isi redaksi dan pembahasan materi diatas dilansir dari buku siswa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 9 SMP Terbitan Kemendikbudristek tahun 2017.

Simak Berita terkait Khazanah Islam Tribun Pontianak.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved