Indonesian Scholars Network On Freedom Of Religion Or Belief (Isforb) di Pontianak
Kepengurusan pertama ISFoRB telah terbentuk, yang terdiri dari para akademisi lintas disiplin dari berbagai perguruan tinggi.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kepengurusan ISFoRB/Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion or Belief (Jaringan Akademisi Indonesia untuk KBB) telah terbentuk di Pontianak pada tanggal 27 November.
Inisiatif pembentukan organisasi berawal dari diskusi para alumni Fellowship Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di CRCS-UGM, bertepatan dengan penyelenggaran International Conference on Religion and Human Rights, pada tanggal 20 Juli 2022.
Kepengurusan pertama ISFoRB telah terbentuk, yang terdiri dari para akademisi lintas disiplin dari berbagai perguruan tinggi.
Pembentukan ISFoRB dilatarbelakangi oleh situasi HAM di Indonesia saat ini, khususnya terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Sejak demokratisasi 1998, Indonesia telah memperkuat pengakuan terhadap HAM.
Berbagai dokumen era Reformasi mulai dari TAP MPR No. XVII/MPR/1998 dan UU No. 39/1999 tentang HAM, hingga Amandemen UUD 1945 telah memberikan jaminan kuat terhadap HAM.
Seiring dengan hal tersebut, advokasi untuk KBB pun terus berkembang.
Namun di sisi lain, pembatasan kebebasan beragama, diskriminasi, ujaran dan hasutan kebencian atas nama agama, persekusi, dan kekerasan, justru memperlihatkan bahwa pelanggaran KBB masih terus terjadi, termasuk pembiaran dan keterlibatan aktif negara.
Situasi ini perlu dipahami dengan lebih baik dan perubahan perlu diupayakan.
Di sinilah kami melihat bahwa ada kekurangan pengetahuan mengenai KBB, baik di tingkat negara maupun masyarakat, bahkan di lingkungan kampus.
Pengetahuan yang lebih baik tentu juga perlu bertransformasi menjadi advokasi dan perumusan kebijakan.
ISFoRB dibentuk untuk merespon persoalan ini.
ISFoRB merupakan upaya masyarakat akademis untuk berperan lebih aktif dan efektif demi pemajuan martabat manusia.
Meskipun berfokus pada isu KBB, kami juga meyakini bahwa hak untuk KBB tidak berdiri sendiri, namun selalu berada dalam interaksi dengan hak-hak asasi lainnya.